"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana Kabarmu?
Berakhir dengan tertidur saling membelakangi, Evelina masih tidak menyangka akan mendengar ucapan seperti itu dari suaminya. Bahkan harga diri sudah dia rendahkan di depan suaminya, tapi Arian malah semakin melukai harga dirinya sekarang.
Arian pun hanya menatap punggung Evelina yang masih bergetar, dapat dipastikan gadis itu masih menangis sampai sekarang. Tangan Arian terangkat untuk menepuk punggungnya, ingin sejenak memberikan semangat padanya. Meredakan tangisannya. Tapi, dia urung melakukan itu.
"Maafkan aku Eve"
Akhirnya hanya itu yang mampu dia ucapkan sebelum bangun dan keluar dari kamar. Membiarkan Evelina menenangkan dirinya sendiri, sementara Arian pun butuh waktu untuk tenang.
Berdiri di balkon Apartemen, Arian mengisap rokok yang sudah lama tidak dia sentuh. Namun sekarang, dia mulai merokok kembali. Sebuah minuman kaleng ada di dekatnya. Kepulan asap yang di tiup dari mulutnya, menguap di udara. Wajah yang terlihat sekali banyak tekanan, hanya diam dengan menghembuskan napas kasar beberapa kali.
"Aku menyakiti perempuan yang menjadi istriku. Namun, aku akan lebih menyakitinya jika aku memaksakan diri, sementara hatiku bukanlah untuknya"
Arian, pria yang sekali jatuh cinta, maka dia sulit melupakannya. Untuk pertama kalinya jatuh cinta, hingga ingin memiliki sepenuhnya perempuan yang dia cintai, tapi dunia dan keadaan seolah tidak pernah mendukung. Dan akhirnya, dia harus terjebak dengan pernikahan tanpa cinta.
Entah sampai pukul berapa, tapi Arian menghabiskan beberapa kaleng minuman dan satu bungkus rokok. Setelah itu dia tertidur di sofa ruang tengah. Hingga pagi datang, dia terbangun dengan kepala yang cukup pusing.
Ketika dia bangun dan terduduk di atas sofa, Evelina keluar dari kamar sudah siap dengan pakaian kerja. Matanya terlihat sembab meski dia menutupi dengan makeup.
"Eve" panggil Arian pelan.
Arian tetap merasa bersalah dan tidak enak sama Evelina yang semalam sudah begitu berusaha, tapi Arian malah menolaknya.
"Aku berangkat sendiri saja hari ini, Kak. Oh ya, aku tidak buat sarapan. Kamu sarapan di Kantor saja"
"Em, iya tidak papa"
Suasana menjadi lebih canggung dari sebelumnya. Arian merasa sangat bersalah pada Evelina, tapi dia akan lebih menyakiti dia jika tidak jujur sama sekali.
Setelah bersiap, Arian pun pergi bekerja seorang diri.
*
Regina masih menjalani hari-harinya seperti biasa. Pergi bekerja, dan pulang ke Apartemen. Pergi ke Dokter kandungan untuk memeriksakan kandungan setiap bulannya.
Dan hari ini ketika dia baru akan pulang kerja, seorang perempuan menahannya. Ada tiga orang perempuan disana, menatap Regina dengan pandangan tidak suka.
"Ada apa? Aku mau pulang"
"Menurut yang kami dengar, Bu Regina ini belum menikah 'kan? Tapi kenapa bisa hamil?"
Pertanyaan yang memang seharusnya Regina sudah siap akan itu. Tapi nyatanya dia tetap merasa bingung untuk menjawabnya sekarang. Tidak mempersiapkan apapun, yang pertama dia lakukan adalah memegang perutnya sendiri. Melindungi bayinya dari orang-orang yang mungkin memang berniat jahat pada bayinya.
"Untuk apa kalian ikut campur urusan saya? Ini masalah pribadi saya dan kalian semua tidak perlu tahu tentang itu"
"Haha, kenapa Bu? Malu ya? Seorang yang ditugaskan dari Perusahaan pusat dan sangat di hormati, tapi malah hamil tanpa suami"
"Untuk apa saya malu? Saya tidak merusak atau mengganggu hidup kamu. Saya juga tidak merugikan siapapun atas kehamilan ini. Semua ini mutlak kesalahan saya, dan bayi saya ... berhak lahir dengan sehat dan selamat. Kalian tidak perlu ikut memikirkan bayi saya, karena saya masih bisa membiayainya meski saya seorang diri. Gaji saya lebih besar dari kalian"
Semuanya seketika diam mendengar ucapan Regina yang begitu menusuk. Berpikir jika Regina akan menjadi perempuan lemah yang hanya akan menangis, tapi nyatanya dia malah lebih berani.
"Ingat ya, saya masih berada di atas kalian. Jika sekali lagi saya melihat ada sebuah perundungan seperti ini pada karyawan lain, maka saya bisa langsung lapor ke pusat untuk memecat kalian!"
Bukan sebuah ancaman, tapi Regina memang paling tidak suka dengan perunduangan. Seseorang yang lebih kuat harus menindas seseorang yang lebih lemah. Itu adalah hal yang paling Regina tidak suka.
Melihat mereka semua diam dengan wajah menunduk, Regina cukup puas. Dia tersenyum tipis. "Sebaiknya bekerja dengan baik, bukan menyebar gosip dan aib orang. Masalah aku dan kehamilanku, cukup aku yang mengurusnya. Kalian tidak perlu ikut campur. Kalo mau, sekalian saja ambil tanggung jawab dengan segala biaya bayi ini"
Regina berlalu begitu saja setelah mengatakan hal yang dia rasa akan cukup membuat dua orang itu jera.
Kembali ke Apartemen, Regina menghembuskan napas kasar. Selain lelah bekerja, dia juga lelah dengan semua pandangan orang-orang. Apalagi dengan orang-orang di tempat kerjanya yang mulai berani merendahkan Regina.
"Sebenarnya Ibu lelah, tapi karena Ibu harus kuat demi kamu. Maka Ibu akan melawan siapapun yang berani menyakiti kamu"
Regina duduk di sofa sambil mengelus perut buncitnya. Semakin hari semakin terasa engap, susah bergerak, dan sulit tidur setiap malamnya. Tapi, Regina tidak banyak mengeluh, dia tetap menikmati masa-masa ini.
Regina mengambil ponselnya, menatap foto yang menjadi walpaper ponselnya sekarang. Melihat seseorang yang tersenyum ke arah kamera dengan tangan sedikit terangkat menunjukan jam tangan mewah yang dia pakai.
"Bagaimana kabarmu? Apa sudah bahagia dengan pernikahan yang kamu jalani?"
Pertanyaan yang hanya akan melayang di udara, tidak ada yang bisa menjawabnya karena Regina tidak benar-benar tahu bagaimana keadaannya dengan pernikahannya sekarang.
"Semoga kamu tetap bahagia ya"
*
Seperti angin dan langit sedang menyatukan dua perasaan dari orang yang berpisah jauh. Di Kota yang berbeda, Arian juga sedang menatap sebuah foto yang dia simpan di laci meja kerjanya selama ini.
Hari sudah hampir larut, tapi dia masih berada di Perusahaan. Menatap foto perempuan yang masih menjadi pengisi kekosongan di hatinya.
"Bagaimana kabarmu sekarang? Kau pasti sudah bahagia dengan pria itu, karena dia bisa memberikan kamu kepastian. Tidak terikat perjodohan seperti aku. Maaf, karena aku tidak bisa benar-benar memperjuangkan cinta kita. Salah aku yang sudah terikat perjodohan dan tidak bisa memperjuangkan kita"
Air mata mengalir mengenai foto ditangannya. Sampai saat ini, dia hanya terus merasa bersalah karena hanya mengikat Regina tanpa status yang jelas. Hingga Arian selalu merasa gagal sebagai seorang pria. Dia gagal memperjuangkan cintanya.
Bersambung
terimakasih banyak thour,,akhir nya tamat dan happy ending🥰🥰🥰🥰🥰
BTW makasih author , di tunggu karya berikut nya 💪🏼💪🏼😍😍
Peluk sayang kakek nenek nya Arian 🤗🤗
Jadi tetap semangat
Menikah dulu lah baru na ni nu ne no 😂😂😂