NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 29 Dimitri dan Dzaka

"Nak Dimitri!" Panggilan Paman Adi membuat Dimitri menoleh dengan mata basahnya. Namun, ucapan selanjutnya dari Paman Adi benar-benar meruntuhkan tembok pertahanannya.

"Maaf ... sudah membiarkanmu berjuang sendiri dalam waktu yang lama."

Semua ingatan masa lalunya menghantam Dimitri tanpa ampun. Topeng yang dipasang Dimitri selama ini terlepas begitu saja. Tangisan pilu Dimitri sudah menjelaskan betapa berat hidup yang dia jalani.

Tubuh Dimitri luruh ke lantai. Tak lama sebuah pelukan hangat dia rasakan. Rasa sesak di hati Dimitri semakin membuncah. Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama ada yang mau memeluk dia yang penuh luka.

Dimitri seolah diberi waktu melepas semua beban berat yang selama ini dia tanggung sendiri. Beban yang sudah dia pendam sejak kecil hingga kini tumbuh dewasa, tanpa ada tempat berbagi untuk meringankan bebannya.

Sebelum bertemu Dzaka dan mengetahui siapa Dzaka, Dimitri merasa kesepian dan tak memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. Namun, setelah mengetahui bahwa dia tidak benar-benar sendirian di dunia ini, Dimitri merasa bahwa dia harus hidup dengan baik. Ada Dzaka yang harus dia lindungi.

Dzaka--adik kecilnya yang sudah terpisah selama belasan tahun--akhirnya berhasil dia temukan dua tahun yang lalu. Dimitri tak memiliki dendam apapun melihat Dzaka hidup dalam kemewahan. Hanya rasa syukur yang begitu besar dia ucapkan tulus dari hatinya.

Setelah cukup tenang, Dimitri mengingat sesuatu. Netranya menatap Paman Adi penuh tanya. "Paman ... sebenarnya Anda siapa?"

Paman Adi tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu. Sudah saatnya dia memperkenalkan dirinya dengan baik.

"Tuan Muda Dimitri, izinkan bawahan ini memperkenalkan diri dengan baik. Saya adalah orang kepercayaan Tuan Ivander, Adhyaksa."

Mata Dimitri membola. "Ivander? Itu ... itu keluarga mami, kan? Airin Ananda Ivander?" Suara Dimitri terdengar getir. Menyebut nama lengkap maminya setelah belasan tahun membuat hatinya memberat karena kerinduan.

Paman Adi mengangguk. "Saya adalah pengawal pribadi Nona Airin." Sebelum melanjutkan ucapannya, Paman Adi menghela napas dalam. Penyesalan belasan tahun lalu masih memenuhi sudut hatinya.

"Maaf ... karena ketidakhadiran saya pada saat kejadian itu. Andai saja ... andai saja saya memilih ikut bersama kalian." Suara Paman Adi bergetar karena rasa sesak dari penyesalan yang dia pendam.

Tuan Emir yang sejak tadi terdiam, memandang lekat wajah Dimitri, kemudian menggulirkan pandangannya ke wajah pucat Dzaka. Seketika dia terkejut. Wajah itu ... mirip. Kedua pemuda itu memiliki garis wajah yang mirip dengan anaknya--Aaron Emir.

"Kamu ..., apakah kamu cucuku?" tanya Tuan Emir dengan suara berat.

"Apakah butuh waktu selama itu untuk Anda mengenali cucu Anda sendiri, Tuan?" sarkas Dimitri seraya menatap tajam Tuan Emir.

Tuan Emir masih dalam keterkejutannya. Mata tajam yang penuh intimidasi itu kini menyorot kosong. Ini terlalu mengejutkan untuk hati dan pikirannya yang termakan usia.

"Sekalipun saya cucu Anda, Anda tidak berhak atas kehidupan dan kebebasan saya. Sedari awal, saya sudah tiada bagi Anda. Jadi, jangan berharap bisa mengendalikan saya, Tuan!" tegas Dimitri.

Ucapan Dimitri berhasil menarik atensi Tuan Emir. "Sebagai seorang cucu, ucapan itu benar-benar tidak sopan!" Tuan Emir yang selalu dihargai sangat tidak suka mendapat ucapan tidak sopan seperti itu. Apalagi dari seorang pemuda.

Dimitri menggulir matanya malas. "Saya sudah menyampaikan maksud saya dengan sopan, Tuan Emir. Itu hanya penegasan, bahwa sampai kapanpun saya tidak akan berada di bawah kendali Anda!"

"Tenang saja, Tuan Muda. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Paman Adi ikut menatap lekat Tuan Emir yang emosinya kembali mencuat ke permukaan.

Namun, suara monitor detak jantung Dzaka memutus ketegangan emosi di antara mereka menjadi ketegangan dalam kecemasan.

...----------------...

Dzaka terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Namun, meski matanya terpejam erat, pikiran Dzaka tidak sepenuhnya diam. Dalam kegelapan pekat yang membungkusnya, ada suara-suara yang perlahan menembus.

Awalnya, hanya gumaman tak jelas, seperti dengungan lebah di kejauhan. Kemudian, sensasi aneh mulai menjalar. Seolah ada tekanan di telinganya yang mendorong Dzaka untuk mendengarkan.

Lambat laun, suara-suara itu semakin menguat. Namun, yang membuat Dzaka terkejut, dia mendengar suara lirih yang mirip dengan suaranya sendiri.

"Mami ... Papi ... jangan ... tinggalkan ... Dzaka ...."

Dada Dzaka terasa sesak. Dzaka merasa seperti berada di dalam sebuah terowongan panjang. Gelap, sunyi, namun suara-suara itu bergema, semakin jelas, semakin mendesak.

Dzaka bisa merasakan satu persatu ingatan masa lalu muncul memenuhi pikirannya. Mimpi buruk yang selama ini menghantuinya datang begitu jelas, seolah sengaja membiarkan Dzaka menyaksikan kembali hari itu. Hari dimana kebenaran masa lalu menjadi trauma terbesar di hidupnya.

“Bi! Bi Edah! Kenapa Bi Edah diam aja?” desak anak itu tak sabaran.

“Ta-tapi, Den.” Bi Edah terlihat gelisah.

“Dzaka udah gede, Bi Edah. Tahun ajaran baru Dzaka udah masuk SMP. Bi Edah nggak boleh gini terus.”

Anak itu merasa dia harus mendapatkan jawabannya saat ini. Sebab, sudah sejak lama dia menunggu dan terus menunggu.

Wanita paruh baya itu akhirnya menghela napas berat. Mungkin memang sudah waktunya majikan kecilnya itu tahu semuanya.

“Soal itu .... Sebenarnya, orang tua Den Dzaka ... orang tua Den Dzaka ... su-sudah ... meninggal ... karena kecelakaan tragis."

Dzaka bisa melihat dirinya meraung keras setelah mengetahui fakta itu. Hatinya kembali merasakan sesak dan sakit yang sama dengan beberapa tahun lalu. Bahkan dalam alam bawah sadarnya, Dzaka juga meraung kencang, tak kuasa menahan sesak dan sakit itu.

"Mami ... Papi ... kalian ... jahat ...."

Sebuah suara menginterupsi tangis Dzaka. Suara yang familiar di telinganya. Namun, Dzaka tidak bisa menebak siapa itu. Lalu kata yang diucapkannya membuat Dzaka bertanya-tanya, siapa yang dimaksud oleh pemilik suara itu. Mengapa Dzaka merasa mereka terhubung dengan luka yang sama?

"Maaf ... sudah membiarkanmu berjuang sendiri dalam waktu yang lama."

Dzaka mengenali suara ini. Suara seseorang yang selalu berada di pihaknya. Sosok yang selalu melindunginya. Paman Adi. Dzaka mengulang-ulang nama itu berharap uluran tangan Paman Adi bisa menariknya keluar dari kegelapan ini.

"Airin Ananda Ivander?"

Suara familiar itu kembali mengisi pendengaran Dzaka. Hatinya semakin berat. Kali ini ditambah beban rindu. Nama itu ... nama indah milik maminya. Mami yang tidak bisa dia ingat seberapa manis senyumnya dan seberapa hangat pelukannya.

Dzaka terlalu lelah dengan semua tekanan yang dia terima. Namun, suara seseorang membuatnya kembali teralih.

"Kamu ..., apakah kamu cucuku?"

Suara berat itu, suara yang selalu Dzaka dengar selama belasan tahun dia hidup. Kini, kepada siapa sosok itu bertanya?

Sebuah suara kembali terdengar menyahuti. Suara berat dan dingin yang terasa familiar, tapi tak kunjung berhasil Dzaka ingat.

"Apakah butuh waktu selama itu untuk Anda mengenali cucu Anda sendiri, Tuan?"

Pikiran Dzaka berputar, suara demi suara yang memasuki alam bawah sadarnya membuat Dzaka merasa sesak. Dia butuh bantuan. Dia ingin keluar dari kegelapan yang menyesakkan ini. Namun, Dzaka tidak tau bagaimana caranya.

Tanpa Dzaka sadari, tekanan yang dirasakannya dalam alam bawah sadar membuat tubuhnya bereaksi. Detak jantungnya meningkat membuat monitor detak jantung di samping ranjangnya berbunyi keras.

Bahkan tubuh Dzaka mengalami kejang. Semua yang berada di ruangan itu menjadi tegang. Namun, Dzaka masih berjuang untuk terlepas dari belenggu kegelapan.

"To ... tolong!"

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
Ceritanya seru yok di baca
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Makasih, Kak
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
lanjut dong /Scream/
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Stay tune, Kak. Terima kasih sudah mampir❤️
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
idih sirik bgt si/Cleaver/
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!