Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membenci Dan Mencintai
Valeri mencebik saat keluar dari mobil ketika tiba di rumah. Di depan sana Mario sudah berjalan lebih dulu memasuki rumah diikuti Rey dengan membawa tas kerjanya.
Valeri melangkah cepat mensejajari Rey. "Rey, bisakah aku meminta bantuanmu?" tanya Valeri.
"Apa yang bisa aku bantu, Nona?"
Valeri melihat pada punggung Mario yang sudah memasuki rumah. "Bisakah aku mendapatkan sebuah kue dengan ini?" Valeri mengeluarkan uang 80 dolar dari sakunya, yang sebenarnya uang Mario.
"Anda ingin kue?" Rey menaikan alisnya. "Anda bisa memintanya pada koki."
Valeri mencebik. "Kau tahu aku bukan Nona yang sebenarnya. Aku menyadari diriku. Lagi pula aku hanya ingin kue yang ada di toko itu. Kau tahu saat kemari kita melewati toko kue. Aku melihatnya tadi. Tapi aku tidak berani memintanya berhenti." Valeri menatap ke dalam rumah dimana Mario berada.
"Aku tidak melihatnya saat kau keluar tanpa bilang, Nona," cibir Rey.
Valeri berdecak. "Sudahlah, kamu banyak bicara sekali. Kalau tidak mau ya, tidak usah." Valeri hendak pergi namun Rey mencegahnya.
"Baiklah, Nona aku akan belikan. Tapi aku harus meletakan ini dulu." Valeri mengangguk lalu masuk masih dengan langkah riangnya, hingga dia memasuki kamar dan melihat Mario duduk dengan menatap ke arahnya.
"Kemari!" Dan Valeri tahu sekarang adalah waktu hukumannya yang di katakan Mario tadi.
Valeri menghela nafasnya lalu berjalan ke arah Mario. Dia berusaha tenang meski jantungnya berdebar sangat kencang dan tidak karuan.
Valeri akan duduk, namun tangannya di tarik hingga duduk di pangkuan Mario.
"Kau tahu kesalahan apa yang sudah kau lakukan?" Mario menyampirkan rambut Valeri yang jatuh dari ikatannya.
Valeri diam dan hanya merasakan jantungnya berdebar tak karuan. Namun seberapapun takutnya dia, dia tak boleh menampakkannya di depan Mario.
Valeri menggeleng. "Yang mana? Saat aku tidak memakai gaunmu?Saat aku keluar kantor tanpa memberitahu? Atau saat aku berikan burger untuk Rey?" Valeri bahkan menatap Mario dengan berkedip.
Mario menyeringai. "Jadi kesalahanmu sudah banyak?"
Valeri mencebik. "Aku tidak merasa itu sebuah kesalahan." Valeri melingkarkan tangannya di bahu Mario. "Tapi kamu pasti akan tetap menghukumku?"
Mario diam dan menatap Valeri. "Jadi, kali ini apa?"
Mario menggerakkan tangannya ke arah pipi Valeri lalu melambatkannya ke sela rambut dan menariknya ke belakang untuk membuat Valeri mendongak dengan bibir yang meringis. "Jadi kamu tidak takut?"
Valeri memegang tangan Mario yang menjambak rambutnya. Matanya memerah ingin menangis namun sekuat tenaga dia menahannya.
"Sepertinya hilang ingatan membuatmu lupa atas kesakitanmu, huh?" Mario menyeringai lalu mendekatkan dirinya di leher Valeri yang mendongak dan memberikan kecupan disana. "Lupa posisimu?" Valeri bahkan bisa merasakan nafas panas Mario berhembus merambat di dadanya tepat saat pria itu menurunkan kecupannya dan berhenti diantara belahan dadanya yang sedikit terbuka.
"Jalang!" desis Mario dengan melemparkan Valeri hingga terbaring di sisi sofa yang lain.
Valeri menelan ludahnya kasar saat Mario menatapnya tajam. Tangannya tergerak membuka dasinya dengan kasar lalu melepas sabuk yang melilit di pinggangnya.
Valeri tak melepas tatapannya dari Mario. Tubuhnya bergetar, hanya saja tangannya mengepal erat menahan dirinya. Bibir Valeri tersenyum, lalu menegakkan tubuhnya untuk melepas satu persatu penghalang tubuhnya hingga tak menyisakan satu penghalang pun membuat kulit putihnya nampak.
Gerakan Mario terhenti melihat apa yang Valeri lakukan. Gadis itu bahkan berdiri dan menghampirinya. "Aku bilang jangan memaksa." Jessy menggerakkan tangannya untuk melepas satu persatu kancing kemeja Mario. "Aku akan melayanimu."
Mario masih diam saat kemejanya terjatuh di lantai. Tangan Valeri mulai merambat menyusuri dada dan perut Mario lalu bergerak untuk melepas celana pria itu.
"Mau apa kau?" Gerakan Valeri terhenti saat tangan Mario mencekalnya.
Valeri tersenyum. "Melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang istri." Valeri bahkan menatap mata Mario. Valeri menekankan kata 'Istri' seolah menolak perkataan Mario tentang dirinya yang hanya seorang jalang.
Mario masih terdiam saat celananya berhasil melorot lalu Valeri membuka satu lagi penghalang di tubuh Mario hingga benda itu terpampang sepenuhnya.
Mata Valeri masih menatap Mario saat tangannya bergerak menyentuh benda yang mulai kokoh itu. Bergerak naik turun dengan pelan dan merapatkan tubuhnya dengan dada bidang Mario. Tubuh mereka bersentuhan tanpa penghalang membuat kulit Valeri mulai berdesir. Matanya menatap Mario yang bergeming seolah membiarkan Valeri melakukan apa saja sesukanya, hingga Valeri berjinjit untuk meraih bibir Mario.
Tak mendapat balasan Valeri tak menyerah, tangannya masih bergerak pelan menekan Mario agar memenuhi hasratnya. Namun Mario tetap bergeming. Valeri yang merasa ini tidak mudah hampir menyerah, hingga Valeri melepaskan diri dia merasakan tubuhnya melayang. Mario mengangkat pinggangnya dan membawanya ke ranjang, lalu melemparnya.
"Suka dengan permainanmu? Ayo lakukan dengan cepat." Valeri merasa tubuhnya bergetar dengan jantung yang siap melompat saking takutnya. Tatapan Mario menghunusnya dengan kebencian membuat Valeri semakin ingin menangis.
Mario menindihnya dan lansung menciumnya dengan rakus dan kasar.
Valeri sempat terkejut, namun dia mencoba mengimbangi ciuman Mario. Membalasnya dengan lembut berbanding terbalik dengan apa yang pria itu lakukan.
"Sial!" Mario mengumpat saat mendengar ketukan pintu, dia menghiraukan dan kembali melanjutkan aksinya. Namun saat baru akan kembali mencium Valeri suara ketukan kembali terdengar, hingga Mario bangkit dengan berjalan kearah pakaiannya.
Valeri memejamkan matanya saat tubuhnya terlepas, lalu melihat ke arah langit- langit dengan menghela nafasnya.
Mario berjalan ke arah pintu dengan mengenakan pakaiannya. Begitu pintu terbuka Mario melihat Rey dengan sebuah kotak di tangannya.
"Sebaiknya ini hal penting Rey."
Menyadari jika keadaan tak baik- baik saja, Rey melongokkan wajahnya ke dalam, namun tubuh besar Mario menghalangi pandangannya.
"Maafkan aku Tuan, aku membawakan pesanan, Nona." Mario menoleh pada Valeri yang menutupi tubuhnya dengan handuk kimono.
Mario berdecak lalu pergi begitu saja meninggalkan Rey yang nampak bingung.
"Terimakasih Rey." Valeri tersenyum dan meraih kue di tangan Rey.
Rey tertegun setelah pintu kembali tertutup, entah untuk apa Valeri mengucapkan terimakasih. Untuk kue, atau untuk dirinya yang sudah menyelamatkannya.
Valeri terduduk di lantai dengan mata yang menatap ke arah kue di depannya. Dia sengaja meminta Rey membelikan kue untuknya, sebab tahu jika Mario tidak akan membiarkannya untuk kesalahan yang dia buat sebelumnya. Dan seperti katanya kesalahannya sudah banyak. Jadi dengan mengandalkan keberuntungannya Valeri berharap apa yang dia lakukan bisa membuat Mario menghentikannya. Dan beruntung Rey tiba di waktu yang tepat.
Valeri memeluk dirinya, dia akan biarkan Mario menyentuhnya, tapi tidak dengan paksaan, bahkan saat pria itu menguasai dirinya dengan rasa marah.
Tentu saja seperti katanya, Valeri akan melakukannya sebagai seorang istri. Valeri terkekeh namun matanya meneteskan bulir bening.
"Bagaimana menghilangkannya. Aku membencinya, tapi juga mencintainya."
semoga bisa bersatu kembali
cinta bilang cinta rindu bilang rindu 🤭
seperti perasaan valeri yg selalu mencintaimu meskipun kau terlalu jahat padanya
yg Mario face to face sama musuhnya.
jgn sampai tersiksa lagi 🙏🙏🙏
👍❤🌹
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺