NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Idola sekolah
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

Percintaan anak sekolah dengan dibumbui masalah-masalah pribadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kunti bogel

Dara menggelengkan kepala, menyangkal tuduhan Sella. "Enggak, malah gue yang udah ditolong sama Andra." Kata-kata itu keluar dengan nada datar, namun sorot matanya menyimpan luka yang tak terungkap.

Dela dan Sella saling pandang, keterkejutan masih terpancar dari wajah mereka. "Maksud lo?" tanya Dela, penasaran dengan penjelasan Dara.

Kenangan pahit kemarin kembali menghantui Dara. Ia menceritakan kejadiannya dengan singkat, suaranya tak menunjukkan emosi berlebihan, hanya sebuah pernyataan fakta. Namun raut wajahnya menunjukkan sedikit sisa trauma.

Dara menghela napas panjang, suara helaan napas itu seakan membawa beban berat yang masih membebani hatinya. "Zian… kemarin dia nyakitin gue," ujarnya, suara datar namun matanya menunjukkan kesedihan yang masih membekas.

Sella, seolah tersambar petir, langsung mengingat sepenggal informasi yang didengarnya kemarin. "Ah iya, gue baru inget! Kemarin gue dengar Zian nyakitin lo ya, Ra? Mana yang sakit? Ada yang luka? Ada yang lecet?" Wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran, mengecek tubuh Dara.

Dara menggelengkan kepalanya. "Cuma tangan gue yang sakit, Sell. Sama mental gue juga. Intinya, gue nggak mau lihat muka dia lagi." ujarnya menunjukan pergelangan tangan yang masih memerah akibat perlakuan Zian. Kata-kata itu diiringi oleh tatapan kosong, menunjukkan betapa dalamnya rasa kesal dan marah pada Zian.

Dela dan Sella tangannya reflek memeriksa pergelangan tangan Dara dan memeluk Dara erat-erat. "Maafin kita yang waktu itu nggak ada sama lo," ucap Dela, suaranya tertahan haru, mengungkapkan penyesalan karena ketidakhadiran mereka saat Dara membutuhkan bantuan. Mereka mengakui kesibukan mereka dalam acara pelepasan jabatan OSIS yang membuat mereka tidak menyadari kejadian yang menimpa Dara.

Dara mengusap lengan kedua temannya, mencoba untuk meredakan kesedihan mereka. "Iya, lagian juga ada Andra yang udah bantuin gue kok, jadi kalian tenang aja." ucapnya berusaha untuk tetap tegar.

Sella, dengan gayanya yang selalu blak-blakan, menambahkan, "Emmm, syukur deh. Kalau memang Andra membawa pengaruh baik, gue nggak khawatir. Tapi kalau suatu saat Andra jahat sama lo, tendang aja bijinya biar kapok!" Ucapannya yang nyeleneh itu justru memicu tawa di antara mereka bertiga.

Dela dan Dara terkekeh mendengar ucapan Sella yang tanpa filter. "Mulut lo nggak ada filternya sama sekali, yah, Sell," ucap Dela.

Tawa mereka bertiga menggema, sebuah tawa yang mencoba untuk mengusir bayang-bayang kejadian buruk dan menggantinya dengan kegembiraan Persahabatan yang begitu kuat. Tawa itu adalah bukti bahwa mereka saling mendukung dan akan selalu ada satu sama lain, melewati suka dan duka bersama.

Mereka bertiga, berjalan bersama menuju kelas mereka. Namun, di tengah jalan mereka dihadang oleh perempuan yang berdandan menor dan pakaian sekolahnya pun sangat ketat.

Siapa lagi kalau bukan Viola, perempuan yang kemarin beradu mulut dengan Dara di tengah lapangan.

Viola bersedekap dada menatap Dara dengan tatapan sinisnya. "Heh! Jadi cewek jangan kecentilan deh! Tampang lo tuh nggak seberapa buat Zian, jadi jangan berharap lo bisa rebut Zian dari gue!" Suaranya lantang, penuh dengan arogansi.

Dara membalas tatapan Viola dengan tatapan yang sama tajamnya, bahkan dibumbui dengan sedikit ejekan. "Eh, Tante! Ini masih pagi jangan buat suasan hati gue suram karena lihat muka lo yang nggak seberapa itu!" Ia membalas sindiran Viola dengan sindiran yang lebih pedas.

Dela dan Sella saling pandang, bingung dengan situasi yang tiba-tiba terjadi. Mereka tidak mengenal perempuan itu, namun berani sekali perempuan itu berbicara kepada Dara dengan nada seperti itu.

Sella, yang terkenal dengan lidahnya yang ceplas-ceplos, ikut angkat bicara. "Ra, ini boneka santet siapa sih! Pagi-pagi kok mulutnya nggak bisa dijaga banget!" Timpal Sella yang merasa jengah dengan perempuan yang tidak ia kenal.

Dara melirik Sella sekilas, Kemudian kembali menatap Viola. "Katanya sih pacarnya Zian, tapi gue nggak tahu tuh urusannya sama gue apa," ujarnya menyindir Viola secara halus.

Viola, dengan rasa percaya dirinya yang tinggi, mendekati Dara, menoyor bahu Dara dengan kasar. "Heh, kunti bogel kaya lo mana pantes buat bersanding sama Zian yang sama sekali nggak setara sama lo!" ejek Viola dengan tawa remehnya.

Dara memejamkan mata sejenak, menahan amarah yang mulai membuncah. Saat membuka mata, tatapannya tajam menusuk Viola. "Kalau gue kunti bogel terus lo apa? Kuntilanak? Gundurwo? Jelangkung?" Dara membalas sindiran Viola dengan sindiran yang lebih menohok, mengejek penampilan Viola yang berlebihan.

Dara terdiam sesaat, kemudian melanjutkan kata-katanya, "Gue juga nggak mau sama sekali bersanding sama Zian yang kegantengannya nggak seberapa itu! Dan gue juga muak lihat muka Zian apalagi muka lo yang.." ucapnya terhenti memandangi Viola dari atas sampai bawah, menutup mulutnya menahan tawa. Lebih tepatnya mengejek penampilan Viola.

Dara tersenyum miring, tatapannya masih tertuju pada Viola dari atas sampai bawah. Senyumnya semakin mengembang, mengungkapkan ejekan yang tersirat di baliknya. Keheningan singkat terjadi, hanya suara detak jantung mereka yang terdengar di tengah hiruk pikuk sekolah. Viola tampak tergagap, percaya diri yang tadinya membuncah kini sirna ditelan oleh tatapan tajam Dara.

"Lo… lo ngapain ngeliatin gue gitu?" Viola akhirnya bersuara, suaranya terdengar sedikit gemetar. Ia merasa tidak nyaman di bawah tatapan Dara yang begitu tajam dan menusuk.

"Nggak ngapa-ngapain," jawab Dara santai, matanya masih menyapu penampilan Viola. "Cuma mengagumi karya seni yang luar biasa. Muka lo warnanya berani banget, yah. Cocok sih sama penampilan lo yang pantesnya bawa gelas kosong terus berdiri di lampu merah," Nada bicaranya terdengar manis, namun di balik kemanisan itu tersimpan ejekan yang begitu halus namun menusuk.

Viola tersentak. Ia tidak menyangka Dara akan membalas sindirannya dengan begitu tajam dan menohok. Pipinya memerah menahan malu, namun ia masih berusaha untuk membalas. "Lo… lo… ngatain gue?" suaranya terdengar gemetar, kepercayaan dirinya yang tadinya membuncah kini mulai runtuh.

Dara tersenyum kecut. "Gue cuma ngomong fakta," jawabnya santai, tatapan matanya tetap tajam. "Muka lo… emang berani banget warnanya. Pas banget sama dandanan lo yang norak. Bener-bener unik. Kayak lukisan abstrak yang dipajang di tempat sampah." Sindirannya semakin pedas, menggerus habis sisa-sisa kepercayaan diri Viola.

Viola terdiam, kata-kata Dara benar-benar menusuk hatinya. Ia tak mampu membalas, lidahnya kelu. Ia menyadari bahwa ia telah salah memperlakukan Dara, dan Dara jauh lebih pintar dan berani darinya. Untuk pertama kalinya, Viola merasa malu dan kecil di hadapan Dara.

Melihat Viola yang terdiam, Dara mengalihkan pandangannya. "Udah ah, nggak usah banyak omong," ujarnya datar, kemudian ia berlalu begitu saja meninggalkan Viola yang terpaku di tempat sambil meremat kedua tangannya. Dela dan Sella mengikuti Dara, dengan perasaan puas melihat Viola yang tertunduk lesu.

Sesampainya di kelas, Dela dan Sella masih saja membahas kejadian tadi. "Gimana tuh, Ra?" tanya Sella dengan wajah sumringah. "Kalah telak kan dia?"

Dara tersenyum tipis, "Dia cuma cari perhatian. Nggak perlu ditanggapi serius." Ia meletakkan tas di tempat duduknya.

Kejadian tadi seakan telah terlupakan, diabaikannya sebagai bumbu penyedap kehidupan sekolah yang selalu penuh drama. Namun, di balik sikap tenangnya, Dara menyimpan rasa puas karena telah berhasil membungkam Viola dengan cara yang elegan dan cerdas. Ia membuktikan bahwa kecerdasan dan keberanian jauh lebih ampuh daripada kekerasan dan arogansi.

Dara menghela napas pelan, pandangannya kembali tertuju pada bangku kosong di sampingnya. Bangku itu selalu menjadi tempat Andra duduk, teman yang selalu membantunya. Namun, hari ini bangku itu masih kosong. Andra belum juga datang ke sekolah. Detik-detik berlalu begitu lambat, seolah meregangkan rasa cemas yang mulai tumbuh di hatinya. Pandangan Dara terpaku pada pintu kelas, menunggu kedatangan Andra yang tak kunjung tiba.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!