NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:28.5k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Reno baru saja tiba di kantornya. Wajahnya terlihat tegang, langkahnya cepat. Di balik ketegasan itu, ia tengah menyusun rencana baru, bukan lagi untuk mempertahankan pernikahan, karena surat cerai sudah diproses, melainkan agar Shanaya kembali ke perusahaan. Setidaknya, sebagai sekretaris pribadinya seperti dulu.

"Aku nggak peduli caranya bagaimana. Shanaya harus kembali kerja di sini," perintah Reno pada Sonya, pengacara yang selama ini menangani urusan legal perusahaannya—termasuk masalah pribadinya.

Sonya tampak ragu. “Pak Reno... mungkin ini tidak semudah itu. Bu Shanaya tidak pernah melanggar kontrak. Justru keputusan sepihak Bapak saat itu sangat merugikan beliau. Tapi Bu Shanaya tidak menuntut apa pun.”

Reno mengernyit. “Apa maksudmu?”

“Bapak memecat beliau tanpa alasan, tanpa prosedur. Padahal, sesuai kontrak awal, Bu Shanaya berhak atas pesangon serta lima persen saham perusahaan. Tapi beliau memilih pergi tanpa menuntut satu rupiah pun. Termasuk soal harta gono-gini—padahal selama tujuh tahun pernikahan, seharusnya beliau mendapatkan lima puluh persen dari total aset bersama.”

Reno terdiam. Rasanya seperti ditampar kenyataan.

Shanaya benar-benar tidak menginginkan hartanya. Cinta wanita itu padanya... tulus. Tapi kenapa dulu ia begitu congkak, merasa paling benar, mempermainkan perasaan Shanaya seolah dia tidak layak dihargai?

“Aku harus dapatkan dia kembali, Sonya. Apa pun caranya. Temukan celah. Aku nggak bisa kehilangan dia sepenuhnya.”

Baru saja Sonya hendak menjawab, pintu ruangan terbuka tiba-tiba. Malika masuk begitu saja dengan wajah kesal setelah menguping pembicaraan dari balik pintu.

"Reno! Kamu nggak bisa balik lagi ke Shanaya!" teriak Malika tajam.

Reno menghela napas berat. “Ini bukan urusanmu, Malika.”

Malika merogoh tasnya, mengeluarkan selembar kertas kecil, lalu menyodorkannya ke Reno. “Aku hamil. Anakmu. Jadi kamu harus bertanggung jawab.”

Langkah Reno mundur tanpa sadar. Matanya terpaku pada hasil USG yang kini tergenggam di tangannya. Gambar hitam putih itu seolah berteriak lebih keras daripada kata-kata. Nafasnya tercekat.

Baru saja ia menyusun rencana untuk mengejar Shanaya—berharap masih ada secercah harapan, meski tipis. Tapi kini, kesalahan masa lalu datang mengetuk tanpa ampun.

Mengikatnya. Memaku langkahnya.

“Reno…” suara Malika terdengar lirih, tapi cukup menusuk. “Kamu gak bisa pura-pura ini gak ada. Kamu ayah dari anakku.”

Reno memejamkan mata sejenak, berusaha meredam kekacauan dalam kepalanya. Ia menengadah, menarik napas panjang, lalu menatap Malika dalam-dalam. Tatapannya kosong, tapi juga penuh tekanan.

“Kenapa baru sekarang?” tanyanya pelan, tapi terdengar getir.

“Aku takut kehilangan kamu,” jawab Malika cepat. “Aku tahu kamu masih cinta sama Shanaya... tapi sekarang kita punya anak. Kamu harus tanggung jawab.”

Reno mengalihkan pandangannya ke hasil USG itu lagi. Tangannya sedikit gemetar. Ia tak siap. Tidak untuk ini. Tidak saat hatinya baru menyadari betapa besar kesalahannya pada Shanaya.

“Anak ini... memang pantas hidup. Tapi jangan paksa aku mencintaimu, Malika.”

Wajah Malika menegang. “Jadi kamu tetap mau kembali ke Shanaya?!”

Reno menggeleng lemah. “Aku gak tahu. Tapi satu hal yang pasti... aku gak bisa abaikan anak ini.”

Ia melangkah perlahan ke kursi kerjanya dan duduk dengan tubuh limbung. Seakan seluruh beban dunia jatuh menimpa pundaknya. Rencana-rencananya tentang Shanaya hancur perlahan, digantikan oleh kenyataan pahit yang datang tanpa ia minta.

Namun, dalam keputusasaan itu, muncul ide gila.

“Kamu boleh pertahankan anak itu,” ucap Reno pelan, tapi tajam. “Tapi setelah lahir... dia akan jadi anakku dan Shanaya.”

Malika menatapnya tak percaya. Napasnya tercekat sejenak, lalu dadanya naik turun oleh amarah yang meledak.

Apa-apaan ini? Dari segala kemungkinan, ia tidak pernah membayangkan dijadikan sekadar "wadah"—ibu pengganti bagi anak yang bahkan belum pernah dicintai ayahnya. Shanaya, wanita yang sudah ia kalahkan, menurutnya—justru kembali menjadi bayangan yang menguasai segalanya.

“Reno!” Malika menjerit. “Sepertinya pelajaran yang dulu kuberikan belum cukup, ya? Kalau begitu, kali ini aku akan hancurkan Shanaya. Tanpa ampun. Dan tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya!”

Reno bangkit, matanya menyipit. “Kamu berani?”

Malika tersenyum miring, tatapannya penuh racun. “Kenapa tidak? Semua kesalahan yang dibebankan pada Shanaya... bersumber dari kamu. Jadi jangan salahkan aku kalau dia harus menanggung akibatnya.”

Diam. Tegang.

Keduanya saling menatap seperti dua kutub yang siap meledak dalam peperangan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Dan jauh di lubuk hati Reno, satu perasaan muncul dengan jelas—penyesalan yang telat... dan ketakutan bahwa Shanaya akan menjadi korban lagi, kali ini karena pilihan yang ia buat sendiri.

***

Pukul sembilan lewat lima menit. Seisi ruangan sudah terisi suara keyboard, dering telepon, dan yang paling kentara, desas-desus tak mengenakkan. Semua berawal dari meja Shanaya. Meja kerja yang terlalu "mewah" untuk seorang sekretaris baru.

“Dekat jendela, laptop baru, ada pot bunga pula, warnanya pink semua. Dia kerja atau healing, sih?” bisik Rani sambil menahan tawa yang sengaja dikeraskan.

Winda menimpali cepat, “Pantes aja. Jangan-jangan dia manjat ranjang bos besar. Ingat gak, kemarin dia satu-satunya yang berani naik lift CEO? Hampir jadi asisten pribadi, eh ujung-ujungnya tetap sekretaris juga. Mungkin dia tipe ‘dibuang sayang, dipelihara dulu’.”

Tawa kecil pun terdengar, meskipun tak semua ikut tertawa. Beberapa hanya melirik Shanaya, menunggu reaksinya.

Shanaya yang sedari tadi diam, perlahan berdiri. Ia tak meninggikan suara, hanya melangkah ringan menghampiri Rani dan Winda yang duduk berdampingan. Senyumnya tipis, tapi pandangannya tenang dan tajam.

“Bu Rani, Bu Winda,” ucapnya dengan nada sopan. “Saya baru tahu meja kerja bisa menentukan nilai kerja seseorang. Tapi kalau memang ada ketidaknyamanan, saya bisa ajukan pindah ke meja mana pun, asal tidak mengganggu performa saya.”

Rani mengerjap. Tidak menyangka Shanaya akan menanggapi. Apalagi dengan nada seanggun itu.

Shanaya menambahkan, masih tersenyum. “Soal posisi dan fasilitas, itu semua wewenang atasan. Tapi kalau keberatan, saya yakin kita cukup profesional untuk menyampaikannya langsung ke Pak Sadewa... bukan lewat gosip.”

Ruangan mendadak senyap. Tawa padam. Beberapa orang mulai kembali menunduk ke layar komputer masing-masing.

Shanaya memandangi mereka sebentar, lalu kembali ke tempat duduknya dan mulai bekerja seolah tak ada yang terjadi.

Namun Rani belum selesai. Ia melirik Winda, memberi isyarat halus. Tanpa suara, Winda mengambil segelas air di mejanya—rencana kotor itu sederhana berpura-pura terpeleset dan menyiram Shanaya.

Tangan Winda baru saja terangkat saat pintu utama terbuka.

Langkah tegap dan dentingan sepatu kulit pria menyapu lantai marmer, menghentikan waktu. Semua kepala menoleh serempak.

Sosok Sadewa muncul. Ia tak banyak bicara, hanya berjalan cepat dan berdiri tepat di depan Shanaya, menghadang gelas air yang hampir mengenai Shanaya dan kini kemejanya yang mahal justru basah karena air itu.

“Berani sekali kalian,” suaranya dalam, rendah, dan menggetarkan ruangan lebih dari teriakan mana pun. Tatapannya menusuk tajam ke arah Winda dan Rani.

Winda membeku. Rani pucat. Tak ada yang berani bergerak, bahkan menarik napas pun terasa berisiko.

Sementara itu, Shanaya masih duduk terpaku. Matanya membulat, napasnya tertahan.

“Pak... Dewa...” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Sadewa tak langsung menjawab. Ia perlahan menoleh padanya.

Dan untuk sesaat, dunia seperti ikut diam.

Mata mereka bertemu. Lama. Dalam. Seolah hanya mereka berdua yang tersisa di ruangan itu.

1
Chacha
wahhh...reno msih blum kapok" nichh
Uthie
Wahh.. seru tuhhh kalau cowok dingin datar macam itu jadi bucin diem-diem 😆
Uthie
bawa aja Dewa 😡👍
Uthie
Wahhhh.. itu pasti karena si Malika 😡
Diyah Pamungkas Sari
lemah tolol goblok jangkrikk wanita nih modelan sok kuat tp menye bgt hiihh!!!
Uthie
Waahhh... keren Wina 👍🤩😏
Uthie
Asliii.... cerita ini saya sukkkaaaa bangetttttt 👍👍👍👍😍😍😍😍😍😍😍😍
Ciput_imut🤩: terimakasih kakak, maaf update untuk naskah ini sedikit lama, karena autornya bingung mau ke arah mana /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Bunda HB
shanaya wanita buta cinta bahkan reno laki2 gk baik,tpi mati2an di bela ,akhirnya km di buang,dan laki2 yg tulus mencintai km abai Kan. terserah km shanaya mau pilih yg mana.kesel aku lihat km keras kepala..
Ciput_imut🤩: enggak kak, terlalu muter-muter nanti jadi bosan. ditunggu yo. nanti ngumpul di cerita yang baru.
Bunda HB: ko cepat ini kak thor ini baru bab 47 gk smpai 100 up to kak...
total 5 replies
Uthie
ceritanya bikin tegang tapi seru disimaknya 👍🤩
Uthie
sukaaaa ❤️
Uthie
Wahhh... awal mampir langsung sukkkaaa niiii 🤩🤩🤩
Shinta Malik Syahn
bagus
Shinta Malik Syahn
bagus kak ceritanya
Ciput_imut🤩: terimakasih kakak
total 1 replies
Chacha
ya ampunnn dewa...ternyata kamu bisa so sweet jg yachhh...aq bacanya ikut senyum" sendiri...ayooo semangat dewa buat menaklukkan hati sang pujaan hati mu ❤❤🌹
Chacha: iyappp benar bgt itu kak
Ciput_imut🤩: laki mah gitu kan kak, awalnya dingin setelah mengikuti, mengamati lalu jadi mengagumi
total 2 replies
Diyah Pamungkas Sari
pepept terus Wa!!! tp jangan bablas an yaa..!! 😂😂
Ciput_imut🤩: sah kan dulu ya
total 1 replies
Sri
Bukan terlalu "BAIK" tapi "BODOH"
Sri
karakter utama sangat mengecewakan, lemah & membiarkan terus diselingkuhin hanya krn "KARTU"
Sri
cewek terbodoh, kartu dipentingin
Sri
karakter cewek BEGO GAK KETULUNGAN, selingkuh dikasih kesempatan terus dgn alasan kartu
Ciput_imut🤩: sabar kak
total 1 replies
Alfatihah
pasti lemes habis baca up nya Thor..... bikin klepek-klepek Sadewa 🥰🥰 semangat semangat
Ciput_imut🤩: 𝚍𝚒𝚊𝚖2 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚑𝚊𝚗𝚢𝚞𝚝𝚔𝚊𝚗 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚔
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!