Di dunia di mana kekuatan spiritual menentukan segalanya, Yu Chen, seorang pelayan muda dengan akar spiritual abu-abu, berjuang di dasar hierarki Sekte Awan Hening. Di balik kelemahannya tersembunyi rahasia kuno yang akan mengubah takdirnya. Dari langkah kecil menuju jalan kultivasi, ia memulai perjalanan yang perlahan menantang langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Morning Sunn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 28: Konsolidasi Hukum dan Jalan Menuju Dataran Beku
Langit di atas Kepulauan Void perlahan berubah warna dari ungu pekat menjadi abu-biru pucat. Energi Chaos yang biasa berputar tak menentu kini terasa lebih lembut, seolah lautan spiritual yang selama ini mengguncang mulai menenangkan diri setelah pertarungan besar yang mengguncang ruang.
Di atas tebing tertinggi pulau tengah, Yu Chen duduk bersila dengan tiga Pecahan Kunci Abadi melayang di depannya.
Ketiganya memancarkan aura berbeda:
yang pertama berkilau seperti air yang mengalir;
yang kedua memancarkan cahaya hijau dengan pola runik;
dan yang ketiga, berwarna keperakan, berputar dengan ritme yang menyerupai denyut ruang itu sendiri.
Ketika ketiga cahaya itu mulai beresonansi, tubuh Yu Chen diselimuti aura lembut. Bayangan Jiwanya perlahan muncul di belakangnya, setengah transparan, setengah bercahaya keemasan. Ia menutup mata dan menyalurkan napasnya perlahan, mengatur ritme hingga setiap hembusan menyatu dengan getaran ruang di sekitarnya.
Wuuuuuh...
Desiran halus seperti napas alam terdengar. Udara di sekitar Yu Chen bergetar lembut.
Setiap retakan ruang yang sebelumnya berputar liar di sekitar pulau kini tertarik ke arah tubuhnya.
Seolah Kunci Abadi Ketiga benar-benar menyatu dengan esensi dirinya.
Ruang di sekitarnya stabil — tenang, tapi sarat dengan potensi ledakan.
Ning Rou berdiri beberapa meter di belakangnya, memperhatikan dari kejauhan. Wajahnya memantulkan cahaya keperakan dari Kunci yang melayang di udara.
Ia bisa merasakan tekanan lembut namun tak tertahankan yang memancar dari tubuh Yu Chen.
“Dia sedang menggabungkan tiga Kunci…,” bisiknya. “Kekuatan Hukum Ruang benar-benar melekat pada jiwanya. Tapi… energi sebesar ini bisa menghancurkan siapa pun yang belum siap.”
Pada saat itu, Yu Chen membuka matanya. Cahaya keperakan melintas dalam pupilnya. Ia mengangkat tangannya perlahan — dan udara di depannya terbelah tanpa suara.
Bukan karena pedang.
Bukan karena Qi.
Tapi karena kehendaknya.
“Jadi begini rasanya mengendalikan ruang,” katanya pelan. “Aku bisa melihat garis-garis tak kasat mata yang membentuk dunia ini.”
Bayangan Jiwanya perlahan menunduk di belakang tubuhnya, kemudian menyatu kembali ke dalam dirinya, meninggalkan aura tenang dan jernih.
Namun, di tengah ketenangan itu, Yu Chen merasakan sesuatu yang kurang.
“Aku bisa memutus ruang,” gumamnya, “tapi Tubuh Jiwaku belum cukup kuat untuk menanggung tekanan Hukum Ruang sepenuhnya. Ia belum mencapai puncaknya.”
Ning Rou mendekat. “Kau butuh sesuatu untuk menstabilkannya?”
Yu Chen mengangguk. “Aku membutuhkan material dengan esensi murni tingkat tinggi—sesuatu yang bisa menyatukan tubuh fisik, Jiwa, dan ruang itu sendiri.”
“Jiwu Emas,” kata Ning Rou cepat. “Kristal Jiwa yang terbentuk di bawah tekanan Hukum Ruang dan waktu. Sangat langka… hanya bisa ditemukan di Kepulauan Void bagian dalam.”
Yu Chen menatap laut Chaos di kejauhan, di mana gelombang spiritual naik turun seperti napas raksasa. “Kalau begitu, itu tujuanku selanjutnya.”
Ia berdiri, dan begitu melangkah, tanah di bawahnya bergetar lembut. Retakan ruang muncul sesaat, namun segera tertutup. Sekarang, setiap langkahnya benar-benar meninggalkan gema spasial — tanda bahwa ia telah sepenuhnya menyatu dengan Hukum Ruang.
---
Malam tiba lebih cepat di Kepulauan Void.
Langit menjadi seperti laut tinta, dengan bintang-bintang biru yang melayang dan berpindah tempat, seolah tak mengikuti hukum gravitasi mana pun.
Di dalam kapal spiritual mereka yang mengambang di atas laut Chaos, Yu Chen dan Ning Rou duduk di ruang meditasinya. Tiga Kunci Abadi kini terpasang di depan mereka dalam formasi segitiga yang berputar pelan.
“Setiap Kunci menyimpan fragmen Hukum,” kata Yu Chen pelan. “Kunci pertama—Qi Abadi. Kedua—Jiwa. Ketiga—Ruang.”
“Dan jika ketiganya digabungkan?” tanya Ning Rou, menatap kilau keperakan yang semakin intens.
Yu Chen tersenyum samar. “Mereka akan membentuk jejak arah.”
Ia menutup mata, lalu menyatukan kedua telapak tangannya. Bayangan Jiwanya muncul kembali, kali ini dengan lebih kuat. Ketiga Kunci bergetar serempak, memancarkan cahaya yang saling bertautan.
Dalam pandangannya, ruang di sekitarnya perlahan terbuka, menampilkan peta raksasa yang terbuat dari cahaya.
“Ini bukan sekadar peta,” bisik Yu Chen. “Ini jalur resonansi hukum.”
Cahaya keperakan membentuk garis melengkung yang mengarah ke utara jauh — melewati batas Kepulauan Void, menembus lautan spiritual, hingga mencapai daratan es yang berkilau dalam kabut biru.
Ning Rou menatapnya tak percaya. “Itu…”
“Dataran Beku Kehampaan,” kata Yu Chen perlahan. “Tempat di mana Hukum Ruang dan Waktu bersatu. Dan tempat di mana Kunci Keempat bersemayam.”
Ia membuka mata, menatap ke arah utara dengan tekad yang dalam. “Sepertinya perjalanan kita belum berakhir.”
---
Namun ketenangan mereka tidak bertahan lama.
Keesokan harinya, saat mereka bersiap meluncurkan kapal menuju rute utara, lonceng formasi berbunyi nyaring. Cahaya merah menyelimuti kabin.
Ning Rou memandang cepat ke arah formasi pelindung di dinding. “Seseorang menembus penghalang luar!”
Yu Chen segera keluar dek. Langit di atas Kepulauan Void berguncang. Dari balik kabut Chaos, belasan sosok muncul, diselimuti jubah hitam dengan simbol mata berwarna perak di dada mereka.
“Paviliun Langit Gelap…” desis Yu Chen.
Salah satu dari mereka melangkah maju, suara datarnya menggema seperti gema dari jurang. “Kau membawa sesuatu yang bukan milikmu, Yu Chen. Serahkan Kunci Abadi dan kami akan memberimu kematian yang tenang.”
Yu Chen mengangkat pedangnya. “Kau bisa mencoba mengambilnya.”
Serangan pertama datang dari langit — serangan spiritual murni. Bayangan hitam menembus udara, membentuk formasi penyegel yang menekan ruang di sekitarnya.
Namun Yu Chen hanya menggerakkan jarinya. Udara di sekitarnya bergetar, dan formasi itu terlipat sendiri, tertelan ke dalam celah ruang yang ia buat.
Tubuh Jiwa-nya keluar sepenuhnya. “Kalian ingin bermain dengan hukum di depan orang yang baru saja memecahnya?”
Ledakan energi menyapu langit. Tubuh Yu Chen melesat di antara serangan, pedangnya menebas garis ruang yang tak terlihat. Setiap tebasan menciptakan distorsi, membuat proyektil spiritual lawan terbelah dua tanpa suara.
Di dek bawah, Ning Rou membentuk Formasi Penyeimbang. Batu Chaos yang ia kumpulkan di Pulau Tianxu mulai bersinar, menstabilkan kapal agar tidak terhempas oleh tekanan ruang.
Namun jumlah musuh terlalu banyak. Dua kapal hitam muncul dari balik kabut, mengelilingi mereka dari dua sisi.
“Yu Chen!” teriak Ning Rou. “Kita tidak bisa menahan lama!”
Yu Chen menatap langit. Di atas sana, kilat kehitaman mulai berputar.
“Kalau begitu, kita tak perlu menahan,” katanya datar. “Kita menembus.”
Ia berdiri di ujung dek, kedua tangannya mengangkat ke depan. Tubuh Jiwanya bergetar kuat, menyalurkan seluruh kekuatan Hukum Ruang yang telah ia pahami.
Sebuah retakan besar muncul di udara — bukan sekadar portal, tapi celah spasial murni yang terhubung ke koordinat jauh di utara.
“Kau gila!” seru Ning Rou. “Celah sebesar itu tidak stabil!”
Yu Chen menoleh, tersenyum samar. “Itulah sebabnya aku akan menahannya dengan jiwaku.”
Dengan satu dorongan, kapal spiritual berlapis formasi itu melesat masuk ke dalam retakan. Suara gemuruh besar mengguncang udara, lalu semuanya menjadi putih.
---
Ketika cahaya kembali, mereka telah meninggalkan Kepulauan Void.
Kapal spiritual bergetar hebat, formasi pelindung memercikkan api biru. Ning Rou berlari menstabilkan pengendali, sementara Yu Chen berdiri di dek depan, menatap horizon baru di hadapan mereka.
Laut spiritual kini menghilang, digantikan oleh hamparan langit kelabu dan kabut dingin yang membeku di udara. Di kejauhan, daratan luas terlihat berkilau seperti kristal es — Dataran Beku Kehampaan.
Ning Rou menatap peta di depan layar kapal. “Kita selamat… tapi aku kehilangan dua batu formasi utama. Kalau retakan tadi sedikit lebih lebar, kapal akan hancur.”
Yu Chen menarik napas panjang, menatap daratan es itu. “Kau sudah melakukan cukup banyak. Sekarang… istirahatlah sebentar.”
Ia melangkah ke tepi kapal, membiarkan angin dingin menyapu wajahnya.
Udara di sini sangat berbeda. Tidak ada bau Qi, tidak ada getaran Chaos. Yang tersisa hanyalah keheningan murni — keheningan yang terasa seperti ruang kosong di antara bintang.
“Jadi ini Dataran Beku Kehampaan…” gumamnya.
Di dalam pikirannya, suara berat dan kuno bergema — suara Roh Naga Purba yang telah lama diam.
“Di tempat ini, hukum tidak hanya mengekang ruang, tapi juga waktu.
Jika kau ingin menguasainya, kau harus memahami… makna dari diam.”
Yu Chen menutup matanya.
“Diam… bukan berarti berhenti. Diam adalah awal dari segala gerak.”
Ketika ia membuka matanya kembali, cahaya ungu samar muncul di pupilnya. Ia tahu, di dataran beku itu, bukan hanya Kunci Abadi yang menunggunya.
Ada sesuatu yang lebih tua — sesuatu yang bahkan para Dewa pun takut menyentuh.
Ning Rou berjalan ke sampingnya, wajahnya pucat karena hawa dingin. “Kau benar-benar akan melanjutkan ke daratan itu? Energinya terasa… kosong, tapi berbahaya.”
Yu Chen mengangguk pelan. “Roh Naga mengatakan, di sanalah aku akan menemukan seseorang yang bisa mengajarkan makna sejati Hukum Ruang dan Waktu.”
“Seorang guru?” tanya Ning Rou.
“Bukan guru biasa.” Yu Chen menatap jauh ke utara, di mana kabut biru tampak berputar seperti pusaran. “Mereka menyebutnya He Feng — Master Formasi Kehampaan.”
Ning Rou terdiam.
Nama itu, bahkan dalam arsip tertua Aliansi Alkimia, hanya disebut dalam legenda.
Yu Chen berbalik, menatap kabin kapal yang mulai diselimuti lapisan es tipis.
“Persiapkan kapal. Kita akan berlabuh di perbatasan Dataran Beku sebelum senja. Setelah itu, jalan kita akan menjadi lebih berbahaya dari apa pun yang pernah kita hadapi.”
Ning Rou mengangguk perlahan. “Seperti biasa.”
Yu Chen tersenyum tipis. “Seperti biasa.”
Kapal spiritual bergetar pelan, lalu melesat ke utara. Kabut dingin menyelimuti mereka sepenuhnya, meninggalkan Kepulauan Void di belakang.
Dan di tengah lautan beku yang membentang tanpa ujung, gema samar terdengar — suara ruang yang retak, tanda bahwa perjalanan menuju Hukum Kehampaan telah dimulai.