Ivan hanyalah seorang remaja dari desa kecil yang jauh dari hiruk-pikuk stadion besar dan sorotan kamera. Namun, impiannya menjulang tinggi—ia ingin bermain di Eropa dan dikenal sebagai legenda sepak bola dunia.
Sayangnya, jalan itu tidak mulus. Ibunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki, menentang keras keinginannya. Bagi sang ibu, sepak bola hanyalah mimpi kosong yang tak bisa menjamin masa depan.
Namun Ivan tak menyerah.
Diam-diam ia berlatih siang dan malam, di lapangan berdebu, di bawah hujan deras, bahkan saat dunia terlelap. Hanya rumput, bola, dan keyakinan yang menemaninya.
Sampai akhirnya, takdir mulai berpihak. Sebuah klub kecil datang menawarkan kesempatan, dan ibunya pun perlahan luluh melihat kegigihan sang anak. Dari sinilah, langkah pertama Ivan menuju mimpi besarnya dimulai...
Namun, bisakah Ivan bertahan di dunia sepak bola yang kejam, penuh tekanan dan kompetisi? Akankah mimpinya tetap menyala ketika badai cobaan datang silih berganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MR. IRA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Sebelum Peluit Ditiup
"DUS!!" suara bola yang kutendang.
Aku melihat dengan jelas bola itu, bola itu melesat dengan cepat, dan terarah. Aku berdiri diam, sambil pasrah menunggu bolanya untuk masuk, dan akhirnya.
"Blos!!" suara bola masuk ke dalam tong.
Aku menatap kosong ke tongnya, wajahku gembira tak karuan. Aku lalu berteriak "Yes!!!" suaraku yang berteriak.
Pak Slamet juga terkejut, lalu dia bertepuk tangan ke padaku "Selamat, Ivan. Akhirnya kamu bisa melakukan latihan ini, walaupun harus melakukan 43 percobaan!!" seru Pak Slamet dengan bangga.
Andika yang melihat kejadian tadi, dia juga ikut bertepuk tangan. Lalu diikuti semuanya, kecuali Kak Egy.
"Prak... Prak... Prak!!" suara tepukan tangan mereka semua.
Aku lalu berlari ke tongnya, melihat lubang tong yang sudah diisi oleh bola yang kutendang. Aku lalu mengambil bolanya, dengan spontan. Aku menendang bola ke udara. Aku melepaskan bola, menganggap semua bebanku sudah hilang, kerja kerasku akhirnya terbayarkan dengan bolanya yang masuk ke dalam tong.
"Van, bagus. Di pertandingan Sabtu, kamu harus masukin ke gawang musuh ya!!" celetuk Kak Reno yang memberikan semangat.
"Prittt!!!" suara peluit Pak Slamet.
"Anak-anak, ayo kumpul sebentar!!" ujar Pak Slamet.
Kami lalu mendekat ke Pak Slamet.
"Anak-anak, latihan hari ini. Cukup sampai sini saja, karena bapakmu kalian istirahat yang cukup sebelum pertandingan di hari Sabtu nanti!!" perintah Pak Slamet.
"Baik, Pak!!" jawab kami semua.
Kami lalu pulang ke rumah masing-masing, aku pulang bersama Azzam. Di perjalanan, kami mengobrol lagi.
"Van, itu tadi keren banget!!" celetuk Azzam.
"Yang bener?!" tanyaku ke Azzam yang tidak percaya.
"Iya, kamu udah ngelakuin 42 percobaan gagal. Tapi, kamu nggak nyerah!!" ujar Azzam.
"Hehehehe, makasih deh!!" jawab sambil tertawa dan mengusap kepalaku.
"Oke, aku belok. Van!!" seru Azzam sebelum berbelok.
"Oke," sahutku.
Aku lalu melanjutkan perjalananku, kali ini seorang diri. Aku berjalan di langit jingga yang indah, dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus melewati tubuhku. Setibanya di rumah, aku mendapati jika ada kakek yang sudah ada di ruang tamu sembari makan-makanan yang sudah disediakan ibu.
"Ibu, aku pulang!!" ujarku sebelum masuk ke dalam rumah.
"Iya, masuk!!" suara kakek, terdengar berat dan bergetar.
"Kakek?!" batinku.
Aku kemudian masuk, lalu duduk di samping kakek "Ada apa, Kek?!" tanyaku.
Kakek lalu meletakkan makanannya, ia kemudian meminum segelas air putih sebelum menjawab pertanyaanku "Kakek dengar dari ibu kamu, kalau kamu itu pingsan di hari Selasa. Kenapa kamu bisa pingsan?!" tanya Kakek.
Aku berdiri, lalu berbisik ke telinga kakek "Latihan bola, kek!!" bisikku pelan.
Kakek tersenyum tipis "Sudah kakek duga, pasti karena itu. Memangnya kamu disuruh apa?!" tanya kakek lagi.
"Memasukkan bola ke dalam tong, sudah 42 percobaan gagal. Beruntung di percobaan ke 43 aku berhasil," bisikku.
"Sulit, ya sudah. Kamu mandi, terus makan sana. Kakek mau pulang dulu," ujar Kakek sebelum pergi.
"Iya," sahutku.
"Indah, bapak pulang!!" seru kakek, yang menyebut nama ibu.
"Iya, hati-hati di jalan!!" seru ibu sembari membereskan piring dan gelas yang kakek pakai untuk makan tadi.
"Van, kamu cepet mandi. Badan kamu bau keringat, cepet!!" ujar ibu dengan nada agak tinggi.
"Iya, aku mandi sekarang!!" jawabku dengan lembut dan pelan.
Aku kemudian mandi. Seusai mandi, aku lalu makan malam. Laukku hanya sederhana, tempe, dan juga sayur. Aku ingin suatu hari, bisa membelikan ayam untuk ibu.
"Van, hari Sabtu nanti bantuin kakek bersih-bersih rumahnya ya!!" seru ibu sembari mengambilkanku piring.
"Hah? Sabtu?!" ujarku yang kaget.
"Aduh, hari Sabtu nanti kan aku bakal main di semi-final. Kalau aku nggak datang, pasti Pak Slamet dan yang lainnya kecewa!!" batinku yang bimbang.
"Mau kan?!" seru ibu.
"Emmm... I-iya!!" jawabku dengan pasrah.
"Ah... Ya sudah. Besok aku minta izin ke kakek, kalau Sabtu aku nggak bisa bantuin!!" batinku.
Seusai makan, aku lalu masuk ke dalam kamarku. Duduk di kasurku, memandangi poster-poster pemain sepak bola yang terpajang di dinding kamarku. Kemudian aku mengambil bolaku yang ada di kolom kasur, melihat, memandangi, lalu membaca tulisan di bola itu lagi.
"Bola adalah teman!!" ujarku yang membaca tulisan.
Aku lalu menyimpan bolaku lagi, lalu berbaring untuk tidur. Setelah beberapa menit memejamkan mata, akhirnya aku tertidur. Dan siap untuk menyambut hari baru di esok hari.
"Kukuruyuk!!!” suara ayam di pagi hari.
Matahari belum naik, tapi ayam sudah bersuara. Aku kemudian bangun sendiri tanpa dibangunkan ibu, aku lalu pergi untuk mencuci wajahku kemudian sarapan.
"Wah, tumben bangun sendiri!!" ujar ibu yang melihatku berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahku.
"Iya," jawabku pelan.
Seusai mencuci wajah, aku lalu sarapan. Aku sarapan, sembari memikirkan tentang perintah ibu kemarin dan pertandingan semi-final besok. Ini sebenarnya membuatku sangat bingung, semoga saja kakek mengizinkanku untuk nggak membantunya.
"Van, kalau makan jangan sambil melamun," seru ibu yang melihatku nasiku yang tak kunjung kumakan.
"Iyaa," sahutku.
Aku lalu fokus memakan makananku, seusai makan. Aku lalu mandi dan langsung bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Seusai mandi, aku langsung bersiap-siap. Sebelum berangkat, aku melihat poster-poster yang tertempel di dinding kamarku.
"Kuharap, aku bisa menjadi seperti kalian!!" ucapku pelan, seakan-akan mereka ikut mendengar apa yang kukatakan.
"Ibu, aku berangkat!!" ujarku sebelum berangkat ke sekolah.
"Iya, hati-hati di jalan!!" pesan dari ibu.
Sekarang masih pagi, mungkin masih sangat pagi. Hawa dingin masih menyelimuti, angin seakan-akan nggak berhembus, burung-burung berkicauan dengan indah.
"Tap... Tap... Tap..." suara langkah kakiku.
Kali ini aku berjalan sendirian, tidak berpapasan dengan Azzam, maupun siapapun. Kali ini terasa sunyi. Setibanya di sekolah, aku langsung ke kelasku.
"Van!!" teriak Michel, seperti biasa. Dia selalu mengenakan jas OSIS dengan bangga.
Aku lalu menoleh ke Michel "Apa?!" tanyaku.
"Nanti pulang sekolah, kita brifing buat pertandingan besok!!" seru Michel memberikan informasi.
"Oh, oke!!" jawab singkatku.
"Cuma itu aja, aku pergi dulu!!" ujar Michel sebelum pergi.
"Iya," sahutku.
Aku masih berdiri, mendongak ke langit. Lalu mengepalkan kedua tanganku, lalu memejamkan kedua mataku "Besok, pertandingan yang kutunggu!!" batinku.
Bersambung...