NovelToon NovelToon
Sabda Buana

Sabda Buana

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ilham Persyada

Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sukma Buana

Keesokan harinya, Wira terbangun saat matahari sudah cukup tinggi. Menyadari dirinya kesiangan, Wira buru-buru mandi, berpakaian, dan bergegas ke dapur. Sesampainya di sana, Wira telah melihat makanan dan minuman untuk sarapan para anggota perguruan telah siap dan bahkan sudah terdistribusikan. 

“Lho he, kenapa kamu Wira?” tanya Kang Mardi yang sedang membawa sebuah kuali. 

“Eh, ndak apa-apa Kang,” Wira menggaruk kepalanya, “apa masih ada kerjaan yang bisa kubantu, Kang?”

Melihat Wira yang sepertinya merasa bersalah, Kang Mardi menghela napas lalu tersenyum sambil meletakkan kuali besar yang dibawanya di atas sebuah tungku, “Oalah Wira … Wira …., sudah ndak usah kuatir soal pekerjaan di dapur. Lagi pula, ini kam sudah jadi kerjaanku sama Mbok Narti, iya kan Mbok?” 

“Iyaa ….,” sosok Mbok Narti memasuki dapur dengan sebuah ember berisi air. Mbok Narti meletakkan ember itu di sudut dapur sebelum duduk di dekat tungku sambil menyeka keringatnya, “benar kata si Mardi, Wira. Kamu itu kan dasarnya murid perguruan, jadi seharusnya ndak perlu ngurusin pekerjaan dapur.” 

“Tapi Mbok …,”

“Eh, jangan salah sangka, selama ini kami senang karena kamu selalu membantu kami, tapi kami juga kuatir kalau latihanmu jadi terganggu, Wira.” 

“Nah kan,” sahut Kang Mardi sambil merangkul Wira, “aku bilang juga apa … Wira, aku sama Mbok Narti seneng banget waktu denger banyak orang ngomongin pencapaianmu akhir-akhir ini. Artinya –,”

“Artinya sekarang udah waktunya api di tungku itu kamu besarkan lagi Mardiiiii!” sergah Mbok Narti sambil melemparkan sebuah kipas anyaman kepada Kang Mardi.” 

*Eit-eit …,” Kang Mardi menangkap kipas itu dengan gerakan seperti pendekar yang dibuat-buat, “Njenengan iki mesti kok Mbok, padahal aku kan lagi ngasihin si Wira ini wejangan?” 

“Wejangan gundulmu …, lha wong Wira itu sudah jelas lebih pinter dari kamu,” kata Mbok Narti sambil mendengus. 

“Ya tapi kan tetep aku lebih senior, Mbok …,” bantah Kang Mardi. 

Wira tidak bisa tidak tersenyum melihat tingkah sepasang punggawa dapur perguruan tersebut. Sebenarnya, apa yang baru saja kedua orang itu sampaikan menunjukkan rasa pengertian mereka, dan itu justru membuat Wira semakin merasa bersalah karena sudah lama ia tidak membantu pekerjaan keduanya seperti biasa. Namun, hal itu juga semakin menguatkan tekatnya untuk berlatih lebih giat lagi. 

...***...

Sejak diumumkannya ujian kenaikan tingkat, pola kesibukan di Perguruan Rantai Emas menjadi berbeda. Hari-hari yang biasanya diisi dengan sesi pelatihan yang rutin dan terjadwal kini tampak lebih lengang seolah tidak teratur sebab setiap orang yang masih menyandang status murid biasanya telah memulai agenda pelatihan mandirinya, baik secara berkelompok maupun individual. 

Wira sendiri tengah menyibukkan dirinya dengan membaca banyak buku di perpustakaan sejak ia meninggalkan dapur pagi itu. Ia memusatkan perhatiannya untuk mencari tahu mengenai kondisi tubuhnya sebagai langkah awal pelatihan mandirinya. Wira telah mengetahui beberapa kondisi tubuh yang dapat dimiliki seseorang. Sebagian di antaranya diperoleh melalui latihan khusus sejak usia dini, sebagian lagi merupakan kondisi bawaan sejak seseorang itu dilahirkan. 

Misalnya, tubuh dengan akar cakra yang mengandung elemen tertentu, seperti air, api, es, dan sebagainya. Pemilik tubuh seperti ini biasanya akan memiliki bakat dalam pengendalian unsur-unsur tersebut. Di samping itu, ada juga yang memiliki tubuh dengan kualitas tulang yang sangat tinggi yang dalam dunia persilatan disebut sebagai tulang harimau atau tulang naga.

Namun, meskipun telah seharian berjibaku dengan puluhan buku, Wira hampir tak menemukan bacaan tentang kondisi tubuh seperti yang ia miliki. Dalam beberapa kitab dan catatan, Wira mendapati satu keadaan tubuh yang paling mirip dengannya adalah raga pancasona, yaitu sebuah kondisi di mana setiap luka yang ada pada pemilik tubuh tersebut akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa waktu. 

Sayangnya, raga pancasona hanya mungkin dimiliki dengan berlatih ajian tertentu atau memegang sebuah pusaka dan memanfaatkan kekuatan roh atau energi spiritual yang terdapat di dalamnya. Tentunya, hal itu berbeda dengan kondisi tubuh Wira saat ini yang mampu menyembuhkan lukanya secara instan hingga sesakit apa pun rasa yang ditimbulkan oleh luka tersebut pun seolah berlalu begitu saja bagi Wira. 

Setelah tiga hari melakukan pencarian dengan hasil yang sangat minim, Wira menghela napas panjang dan bersandar pada kursi di perpustakaan. Ia memandangi puluhan buku yang tertumpuk di atas meja baca di depannya lalu menggelengkan kepalanya dengan lesu. ‘’Sepertinya aku memang harus bertanya …,’’

Wira kemudian teringat ia hendak menanyakan hal itu jika masih kebingungan kepada beberapa orang yang dinilainya memiliki wawasan yang luas dan dalam serta pengalaman yang panjang dengan dunia persilatan. Nama pendekar-pendekar tingkat tinggi yang ada di perguruan mulai terlintas dalam benak Wira, termasuk di antaranya adalah Ki Damar dan Ketua Raksala. 

Seolah keberuntungannya sedang sangat bagus hari itu, Wira tanpa sengaja melihat Ki Damar dan Ketua Raksala sedang mengobrol di sebuah pendopo yang ada di tengah-tengah area taman perguruan. Sempat ragu untuk beberapa saat, Wira akhirnya memberanikan diri untuk menyapa dan menanyakan perihal kondisi tubuhnya pada dua sosok terkuat di Perguruan Rantai Emas itu. 

Berbeda dengan Ketua Raksala yang tetap terlihat tenang, mata Ki Damar membelalak setelah memeriksa kondisi Wira dengan memegang pergelangan tangannya, ‘’I - ini …,’’ wajah Ki Damar menjadi serius saat bertanya kepada Wira, ‘’berapa lama kau menyadari hal ini, Wira?’’

''Murid mohon maaf, Ketua dan Wakil Ketua, sudah hampir satu tahun yang lalu murid mengetahui hal ini. Tetapi, murid takut untuk memberitahukan ini kepada siapa pun,’’ Wira menunduk dan memejamkan matanya. 

Entah karena mendengar jawaban Wira atau disebabkan oleh hal lain, Ki Damar dan Ketua Raksala terdiam cukup lama. Keduanya kemudian berpandangan untuk sesaat sementara Wira sendiri tak tahu harus merasa bagaimana selain bergantian menatap dua sesepuh perguruan tersebut. 

''Ehem …, Wira, mengenai kondisi tubuhmu ini, akan lebih baik jika Ketua Raksala yang menjelaskannya.’’ kata Ki Damar yang tiba-tiba berdiri, ‘’aku akan pergi sebentar untuk mengambil sesuatu.

Seakan menyetujui hal itu, Ketua Raksala mengangguk kepada Ki Damar dan Ki Damar yang menangkap anggukan tersebut seperti sebuah isyarat persetujuan bergegas meninggalkan Wira berdua saja dengan Ketua Raksala. 

‘’Ketua …,’’ Wira hendak menanyakan ada apa sebenarnya, tetapi Ketua Raksala lebih dulu memintanya untuk duduk di salah satu kursi dalam padepokan itu. 

‘’Tenanglah Wira …,’’ Ketua Raksala mulai berbicara, ‘’dari sudut pandangku, kondisi tubuhmu ini adalah sebuah berkah,’’ Ketua Raksala menghela napas sebelum melanjutkan perkataannya. 

''Apa kau masih ingat bagaimana ceritaku pada saat menemukanmu?’’

Wira mengangguk sebab memang Ketua Raksala telah menceritakan bagaimana awalnya beliau menemukan Wira yang tersembunyi di balik sebuah reruntuhan dalam satu desa yang telah hancur. 

‘’Kalau kau ingat cerita itu kembali, bagaimana bisa sesosok bayi yang tertimbun reruntuhan dinding bata bisa begitu tenang?’’

Wira mengangkat alisnya yang menandakan bahwa dirinya sungguh terkejut. Lagi-lagi Ketua Raksala memang benar. Dalam kisah beliau yang diingat oleh Wira, Ketua Raksala baru mendengar suara tangisan bayi setelah menggunakan kekuatannya untuk mendeteksi apakah masih ada sisa-sisa daya kehidupan di seluruh area desa yang telah hancur itu. Kini, barulah Wira menyadari anehnya keadaan itu. 

‘’Benar …,’’ seolah menangkap isi pikiran Wira, Ketua Raksala mengangguk, ‘’alasan yang paling masuk akal adalah energi yang kulepaskan telah memicu sebuah energi lain yang menyelimuti keberadaanmu, melindungimu, menjagamu dalam keadaan aman, tetap nyaman dalam tidur yang lelap …, dan tetap hidup. ….’’

Ketika Wira berpikir bahwa tak ada lagi yang bisa mengejutkan dirinya dari cerita itu, perkataan Ketua Raksala kemudian justru membuatnya lebih terkejut lagi. Ketua Raksala menyampaikan adanya energi yang tak pernah ia kenali samar-samar beliau rasakan dari tubuh Wira.

''Aku terus mencari tahu tentang energi itu dan semakin penasaran saat energi yang sejak awal keberadaannya terasa samar itu semakin menipis meskipun tidak pernah hilang sama sekali. Namun, kurang lebih, setahun yang lalu.’’

‘’Itu …,’’ Wira berusaha menghubungkan setiap kisah yang seperti kepingan itu dengan apa beberapa kejadian yang pernah ia alami.

‘’Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu, Wira, tetapi sepertinya ada sebuah peristiwa yang kau alami dan memicu kebangkitan energi itu pada dirimu.’’ 

''Maksud ketua, energi itulah yang membuat kondisi tubuh saya seperti ini?’’

Ketua Raksala tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Beliau bangkit dari duduknya, berjalan ke tepi pendopo, dan menatap ke arah langit sore yang telah berwarna jingga.

“Dahulu, terjadi peperangan antara bangsa manusia dan bangsa Danawa yang membuat Negeri Nuswapada berada di ambang kehancuran. Banyak korban berjatuhan, terutama dari golongan rakyat dan orang biasa …,” 

Perang itu terus berlanjut sampai pada suatu ketika, muncul seseorang yang mampu mengendalikan kekuatan alam. Tak hanya berhasil menghentikan peperangan, orang itu bahkan dapat membuat bangsa manusia dan kaum Danawa hidup dalam saling pengertian. 

Melihat Negeri Nuswapada telah kembali memasuki masa-masa yang damai, orang itu menghilang tanpa jejak dan hingga saat ini tak ada seorang pun  yang mengetahui  keberadaannya. Dan sebagaimana tak ada yang mengetahui asal-usul maupun namanya, tak ada pula yang mengetahui apakah orang itu masih hidup atau telah tiada.

“.... Namun, di dunia persilatan ini, ada segelintir pendekar pilih tanding yang pernah bersinggungan dengannya setelah perang besar dan hanya merekalah yang pernah merasakan seberapa dahsyat kekuatan orang itu yang sebenarnya. Mereka mengatakan bahwa tak ada luka yang sanggup membunuh orang itu. Mereka juga mengatakan bahwa setiap  luka yang ia dapatkan akan sembuh seketika tanpa meninggalkan bekas sedikit pun …,” 

Ketua Raksala berhenti sejenak sementara Wira begitu terkesiap akan kisah yang diceritakannya. 

“Sampai hari ini, hampir tak ada yang pernah mengetahui kalau sebenarnya orang luar biasa itu tak pernah meninggalkan Nuswapada. Sampai hari ini, kecuali aku, Ki Damar, dan para pendahulu kami, tak ada yang mengetahui bahwa orang itu adalah pendiri Perguruan Rantai Emas, yang bernama Begawan Antaboga.” 

“Informasi ini hanya diberikan dan diwariskan pada ketua dan wakil ketua perguruan,” sahut Ki Damar yang telah kembali ke tempat itu tanpa Wira sadari. 

Ki Damar terlihat membawa sebuah bungkusan kain berwarna biru gelap. Beliau lalu menyerahkannya kepada Ketua Raksala.  

“Wira …,” Ketua Raksala menatap Wira dengan sungguh-sungguh, “hanya ada dua hal yang bisa kusampaikan padamu saat ini. Pertama, aku telah memastikan bahwa kau memiliki kondisi tubuh yang sama dengan Begawan Antaboga. Tubuh yang beliau sebut sebagai Sukma Buana.’’

''Sukma Buana …,’’ Wira bergumam sambil mengamati kedua tangan dan sekujur tubuhnya. 

''Mengenai apa dan bagaimana kondisi tubuh Sukma Buana ini, kau sendirilah yang harus mencari tahu dan untuk itu …,’’ Ketua Raksala mengamati sejenak gulungan yang tadi dibawa oleh Ki Damar, ‘’Begawan Antaboga menyerahkan ini kepadamu.’’ Ketua Raksala menyodorkan gulungan tersebut kepada Wira. 

Wira kembali terdiam. Belum usai ia mencerna segala hal yang berkaitan dengan kondisi tubuhnya, kini ia pun harus menerima sesuatu yang sepertinya adalah sebuah pusaka atau semacamnya. 

''Sebelum moksa, Begawan Antaboga telah menitipkan benda ini kepada Ketua dan Wakil Ketua Perguruan Rantai Emas yang pertama untuk dijaga. Beliau juga berpesan bahwa suatu hari akan ada seseorang di perguruan ini dengan kondisi tubuh yang sama dengannya dan kami harus menyerahkan ini pada orang itu sebab hanya pemilik tubuh Sukma Buanalah yang layak dan sanggup untuk menerima benda ini.’’ 

''Sampai detik ini, kami pun tak tahu benda apa yang berada dalam bungkusan ini, Wira.’’ Ki Damar menambahkan, ‘’Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ketua Raksala, kami hanya mengemban amanah dari para pendahulu kami.’’ 

Perlahan, Wira menerima bungkusan itu dengan perasaan yang campur aduk. Ia merasa lega walaupun sungguh tak menyangka karena telah mengetahui kebenaran tentang kondisi tubuhnya selama ini. Namun, di saat yang sama, ia harus menerima sesuatu yang menurutnya sangat bernilai sebab memiliki sejarah yang berhubungan dengan sosok yang luar biasa. 

Sesaat setelah bungkusan itu berada di tangannya, Wira merasakan energi dalam tubuhnya terpicu dan membuatnya secara refleks memejamkan kedua matanya. Sekilas ia teringat perasaannya saat pertama kali memegang pedang pusaka tingkat dua yang kini telah menjadi miliknya, tetapi resonansi energi yang kini ia rasakan seolah ratusan atau mungkin ribuan kali lebih kuat dari saat itu. 

Tanpa Wira sadari, sekujur tubuhnya kini dipenuhi dengan pendaran cahaya berwarna putih. Warna yang seolah menunjukkan kemurnian dari cahaya itu. Wira pun tak mengetahui bahwa hal itu membuat Ki Damar sampai menahan napas sementara Ketua Raksala tersenyum dan menganggukkan kepala sambil menghela napas panjang. 

1
anggita
like, iklan utk novel fantasi timur lokal, moga lancar👌
anggita
Wira...,,, Ratnasari😘
Mythril Solace
Seru banget ceritanya, thor! Alurnya ngalir dan gaya penulisannya hidup banget—bikin aku kebawa suasana waktu baca. Aku juga lagi belajar nulis, dan karya-karya kayak gini tuh bikin makin semangat. Ditunggu update selanjutnya ya! 👍🔥
Ilham Persyada: siyap kak ..🫡
total 1 replies
Hillary Silva
Gak kebayang ada cerita sebagus ini!
Kaede Fuyou
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
Ilham Persyada: terima kasih Kak ... mohon dukungannya 🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!