NovelToon NovelToon
VR Immortal: Sekteku Aturanku

VR Immortal: Sekteku Aturanku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Menjadi NPC / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dwalkii

Di dunia kultivasi Cangxuan, Han Wuqing bereinkarnasi dari bumi ke dunia kultivasi abadi yang penuh kekuatan dan ketidakadilan.

Setelah berkultivasi selama 10 tahun dengan susah payah, tanpa dukungan apapun. Akhirnya cheat system muncul mewajibkan dia membuat sektenya sendiri.

System aneh yang mengizinkannya memanggil kesadaran orang orang dari bumi, seolah dunia adalah game virtual reality.

Orang-orang dari bumi mengira ini hanya permainan. Mereka menyebutnya "VR immortal".

Mereka pikir Han Wuqing NPC...
Mereka pikir ini hanya ilusi...

Tapi didunia ini— Dialah pendirinya, dialah tuhan mereka. Sekteku Aturanku

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwalkii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Li Yan'er Api dalam Logam

Aula Tempa sunyi. Hanya ada gemuruh lembut dari tungku api yang baru menyala, menyinari ruangan batu dengan cahaya tembaga yang hangat namun sepi.

Han Wuqing berdiri diam di tengah aula itu. Pikirannya tidak hanya tertuju pada pekerjaan... tapi pada kesendirian yang menyelimuti tempat ini. Sekte itu tampak megah, tapi kosong. Semua bangunan berdiri gagah, namun tanpa kehidupan.

Ia menghela napas, pelan. “Tak cukup membangun dinding... dunia ini perlu jiwa.”

Ia memanggil panel sistem.

[Boneka Kustomisasi – 1.500 Poin Karma atau 30.000 batu qi]

Tangannya bergerak pelan, seperti seseorang yang tengah merangkai sesuatu yang berharga.

“Jenis kelamin: wanita. Umur tampak sekitar dua puluh. Tinggi sedang. Rambut panjang... ponytail. Warna rambut... api—seperti senja yang membakar. Mata... hijau terang. Seperti giok muda, tapi lebih hidup.”

Ia berhenti sebentar, lalu memilih pakaian: pakaian kerja penempa, dengan desain praktis, tahan panas, penuh kantong untuk alat.

“Kepribadian...”

Ia terdiam sejenak.

“…Seseorang yang tetap hangat meski hidup di antara logam dingin. Yang bisa bicara dengan senyum, tapi tak goyah dalam tekanan.”

Seketika, cahaya membentuk siluet. Lalu perlahan, sosok itu terbentuk di hadapannya: seorang wanita muda, tubuh tegap namun anggun, berdiri dengan wajah ramah tapi tegas.

Mata hijaunya menatap Han dengan lembut, seolah sudah mengenalnya lama.

Han mengucapkan perlahan, nyaris seperti bisikan,

“Namamu... Li Yan’er.”

Sosok itu mengangguk, lalu membungkuk hormat.

“Perintahmu?”

Han menatap wajahnya lama. Ada rasa... ganjil. Ia tahu ini hanya boneka sistem. Tapi ada sesuatu dalam tatapannya—entah karena desain, atau sekadar ilusi yang berhasil—yang membuatnya terasa seperti... manusia.

“Mulai sekarang, kau yang jaga tempat ini,” ujarnya perlahan. “Kau akan menjadi ahli tempa. Pemain dari Bumi akan datang membawa bahan, minta dibuatkan senjata, diperbaiki, ditingkatkan. Beri mereka pengalaman seperti yang mereka harapkan dari dunia ini…”

Li Yan’er menjawab dengan suara pelan, tapi penuh semangat halus.

“Dimengerti, Ketua.”

Han tertegun sesaat. “Kau tahu… aku tidak menginginkan pelayan. Aku hanya tak ingin dunia ini sunyi.”

Li Yan’er tersenyum kecil. “Maka izinkan aku mengisi sunyi itu.”

Langkah lembut terdengar. Yue berdiri di pintu aula, pandangannya tak lagi sinis seperti biasa.

“…Kau memberinya wajah. Suara. Keinginan. Bahkan nama,” gumamnya. “Padahal kau tahu dia tidak nyata.”

Han tidak menoleh. Ia hanya menatap nyala api di tungku tempa, lalu berkata pelan,

“Aku tahu. Tapi… bahkan dunia yang palsu pun butuh orang-orang yang bisa membuatnya terasa hidup.”

Yue tidak menjawab. Tapi pandangannya pada Han berubah—lebih dalam, lebih... paham.

Han bertanya pada Li Yan’er, masih lirih:

“Kau bisa makan? Tidur?”

Li Yan’er mengangguk. “Aku bisa, Ketua. Proses itu tidak mutlak diperlukan... tapi memberiku stabilitas. Seperti manusia—aku juga bisa lelah.”

Han menyipitkan mata.

“...Begitu ya.”

Ia berbalik, menatap bangku kayu di sisi tungku yang kosong.

“Kalau begitu... jaga tempat ini, Yan’er. Jadilah jiwa dari Aula Tempa ini.”

Li Yan’er menunduk lagi.

“Aku akan merawatnya… seolah ia rumahku sendiri.”

Han mengangguk pelan.

Di belakangnya, api tungku memantul di mata Li Yan’er yang masih berdiri diam. Tapi entah kenapa, di balik diam itu... ada kehidupan kecil yang baru saja diberi nafas.

Han Wuqing melangkah keluar dari Aula Tempa, diikuti oleh Yue yang menyusul dari sisi bangunan. Cahaya matahari menyinari wajah mereka, menciptakan bayangan panjang di jalan batu putih.

“Apa kau sempat memeriksa kamar barumu?” tanya Han pelan, tanpa menoleh.

Yue mendesah, menatap ke arah timur tempat perpustakaan berdiri seperti benteng sunyi.

“Yah… ukurannya dua kali lipat dari sebelumnya. Ada meja kayu sungguhan, jendela, bahkan formasi ilusi ringan di dinding. Mungkin sekarang aku bisa membaca tanpa merasa seperti hidup di dalam kotak nasi.”

Han tersenyum kecil.

Tapi Yue belum selesai. Ia menatap Han, matanya tajam seperti biasa—tapi kini ada sesuatu yang berbeda di balik sorot itu. Sebuah rasa ingin tahu yang tak bisa ia diamkan.

“Han.”

“Hm?”

“Boneka jiwa itu... Yan’er.”

Han menoleh perlahan. Yue melanjutkan, suaranya rendah.

“Aku tahu teknik seperti itu. Seni boneka. Biasanya... mereka menggunakan mayat. Atau roh hampa. Itu bukan sesuatu yang diajarkan di sekte manapun—kecuali yang dianggap sesat.”

“Yang kulihat hari ini... bukan hasil seni jahat. Dia... hidup. Dia menjawab. Dia tersenyum.”

Han terdiam. Pandangannya lurus, tapi pikirannya jauh.

Akhirnya ia berkata,

“Itu bukan teknik dunia ini. Bukan seni yang dikenal oleh para kultivator.”

Ia menghela napas pendek.

“Itu pemberian dari senior.”

Yue mengangkat alis. “Senior?”

“Dia tak bisa turun langsung,” lanjut Han. “Tapi untuk hal-hal seperti ini… katanya tidak apa.”

Yue tertawa pelan, bukan mencemooh—tapi tulus, seperti seseorang yang baru saja mengerti sesuatu.

“Jadi... dia tidak bisa muncul, tapi bisa memberimu boneka yang berpikir dan merasa seperti manusia.”

Ia menatap langit.

“Senior leluhurmu… lebih seperti dewa daripada guru.”

Han tak menjawab. Di antara mereka, udara mengalir tenang.

Sesampainya di persimpangan jalan, mereka berhenti. Jalan timur menuju perpustakaan, utara menuju paviliun ketua, barat mengarah ke asrama para pemain.

Han menatap Yue sejenak. “Aku ke paviliun. Masih banyak yang harus disiapkan.”

Yue mengangguk. “Baiklah.”

Langkah mereka berpisah tanpa kata lebih. Tapi saat Han sudah berbalik, Yue bersuara satu kali lagi.

“Han.”

Ia menoleh.

“Nama yang kau berikan padanya. Yan’er. Itu nama yang bagus.”

Han hanya tersenyum tipis. “Kupikir... itu cocok.”

Kemudian ia berjalan menjauh, punggungnya tegap dibingkai cahaya siang yang mulai pudar.

Menuju paviliun, dan takdir yang perlahan disusunnya sendiri.

1
JustError
keren Kakk, semangat
Dwalkii
Wkwkw bener juga ya, kelihatan banget kayak MC andalan sistem 😆 Tapi Han Wuqing kan belum mau nunjukin dia punya sistem, jadi dia cuma jawab tegas aja di luar, tapi dalam hati dia yakin karena sistem. Makasih sarannya! Mungkin nanti aku tambahkan narasi batin biar lebih nyambung 🙏
Bulanbintang
Tenang, Penatua. Kan ada sistem.
JustError
jir jadi vr☠️
JustError
ya masih untung dapet sistem☹️
𝓐𝓩𝓡𝓐
semangat 👍🏻
The first child
Semangat kak, lanjutkan..
The first child
Semangat kakak...
Drezzlle
hadiah dan like meluncur cepat
iqbal nasution
menarik
iqbal nasution
main catur
iqbal nasution
good
𝐒𝐄𝐑𝐀𝐏𝐇𝐈𝐂🪽
sera mampir nih thorr, jgn lupa like novel aku juga okeyy/Doge/
semangattt/Determined//Determined/
iqbal nasution
han wuqing
iqbal nasution
semangat
iqbal nasution
mantap
Dhika Dp
bintang lima
Sir Fitz
sekte?
Sir Fitz: enggak si, cuma ga biasa aja dengernya :v
Dwalkii: I-iya..? ada yang salah kah?
total 2 replies
iqbal nasution
oke thor
iqbal nasution
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!