NovelToon NovelToon
Shadow Of The Seven Sins

Shadow Of The Seven Sins

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Anak Yatim Piatu / Epik Petualangan / Dunia Lain
Popularitas:159
Nilai: 5
Nama Author: Bisquit D Kairifz

Hanashiro Anzu, Seorang pria Yatim piatu yang menemukan sebuah portal di dalam hutan.

suara misterius menyuruhnya untuk masuk kedalam portal itu.

apa yang menanti anzu didalam portal?

ini cerita tentang petualangan Anzu dalam mencari 7 senjata dari seven deadly sins.

ini adalah akun kedua dari akun HDRstudio.Di karna kan beberapa kendala,akun HDRstudio harus dihapus dan novelnya dialihkan ke akun ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bisquit D Kairifz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

makhluk aneh

Kabut di luar rumah bergolak seperti lautan yang diaduk tangan raksasa.

Anzu berdiri di tepi jendela, matanya tajam menembus tirai kelabu.

Suara aneh itu — denting logam dan langkah berat — kini telah lenyap.

Namun hawa yang tertinggal terasa tidak wajar; dingin yang menempel di kulit seperti tatapan dari sesuatu yang belum pergi.

Anzu memicingkan mata. “Suara itu... bukan hewan,” gumamnya.

Pemimpin Velmari berdiri di belakangnya, wajahnya tampak tegang untuk pertama kalinya. “Aku juga merasakannya. Itu bukan gema dari lembah.”

Ia menoleh pada Anzu dan Alfred. “Kita harus pastikan tidak ada yang menembus kabut.”

Mereka bertiga segera melangkah keluar.

Udara di luar terasa tebal — setiap tarikan napas seperti melewati kabut hidup yang menolak kehadiran mereka.

Rumput bercahaya di tanah bergoyang lembut, namun langit biru lembah kini tampak retak oleh garis-garis gelap tipis, seolah ada sesuatu yang mengintip dari baliknya.

“Tidak ada apa pun,” kata Alfred perlahan, menatap sekeliling.

Hening. Hanya suara desau kabut yang bergerak.

Namun dalam sepersekian detik, sesuatu muncul dari sisi kanan.

sosok itu, Makhluk yang menyerupai manusia, tapi terlalu diam, terlalu kaku.

Kulitnya abu-abu pucat, matanya kosong seperti kaca beku. Tubuhnya berlumuran tanah dan darah kering, dan di tangannya, sebuah pedang panjang terseret di tanah, menimbulkan bunyi seret yang tajam memecah keheningan.

“Astaga...” bisik Alfred. “Itu manusia... atau... bukan?”

Anzu belum sempat menjawab. Makhluk itu menerjang.

Suara benturan logam menggema keras — Anzu berhasil menangkis serangan pertamanya dengan refleks.

Getarannya begitu kuat hingga tanah di bawah kaki mereka pecah. Makhluk itu menekan tanpa ekspresi, seperti boneka hidup yang digerakkan oleh kehendak tak terlihat.

Anzu mendorong pedangnya dan berbalik cepat, menebas balik dengan ayunan kuat.

Tapi makhluk itu tidak menghindar, tubuhnya terbelah sebagian, namun tidak roboh.

Darah hitam menetes dari luka itu, namun tubuhnya tetap bergerak.

“Dia... tidak merasakan sakit!” Alfred berteriak sambil menarik tombaknya dan ikut melompat ke depan.

Mereka bertarung dalam irama cepat dan brutal.

Aura Anzu mulai menyala di sekujur tubuhnya.

Setiap tebasan pedangnya meninggalkan jejak cahaya — memotong udara dan menciptakan riak energi yang menghancurkan bebatuan kecil di sekitarnya.

Namun makhluk itu... terus bangkit.

Bahkan ketika kepalanya terhantam, tubuhnya merangkak lagi seperti tak mengenal kematian.

“Dia bukan hidup... dia dikendalikan,” desis pemimpin Velmari yang mengamati dari jauh, matanya bergetar.

“Sihir tua... yang seharusnya tak mungkin muncul lagi di dunia ini.”

Anzu tak punya waktu untuk bertanya.

Ia menggertakkan gigi, lalu memusatkan aura ke pedangnya. Cahaya di sekelilingnya berdenyut keras, seolah udara ikut terbakar.

“Rasakan ini, AETHER STRIKE!!!” serunya.

Ia menebas — kali ini bukan sembarang serangan.

Gelombang aura padat keluar dari pedangnya, membelah kabut dan menghantam makhluk itu dengan kekuatan brutal.

Ledakan cahaya biru menyilaukan melanda area itu, menumbangkan rumput dan membuat batu beterbangan.

Namun serangan itu membuat tubuh Anzu bergetar hebat.

Darah menetes dari ujung bibirnya, auranya tersedot terlalu cepat.

Makhluk itu terhuyung... lalu berlutut.

Kesempatan terbuka.

“Sekarang!” teriak Anzu.

Alfred langsung melompat ke depan, memutar tubuhnya dan melempar tombak dengan kekuatan penuh.

Tombak itu menembus udara dan tertancap tepat di kepala makhluk itu.

Suara dentingan logam terakhir terdengar... sebelum tubuh makhluk itu jatuh dan diam, tak bergerak.

Hening kembali turun.

Kabut perlahan mereda, tapi hawa aneh itu tetap menggantung, seperti sesuatu yang belum selesai.

Pemimpin ras mendekat perlahan, menatap tubuh makhluk itu dengan ekspresi suram.

“Ini... bukan manusia,” katanya pelan. “Ini... wadah kosong. Jiwa dan kesadarannya telah direnggut.”

Anzu yang kelelahan menurunkan pedangnya, tubuhnya hampir jatuh.

Pemimpin itu cepat menahannya. “Istirahatlah. Pertarungan ini bukan hal sepele.”

Beberapa jam kemudian.

Api kecil menyala di tengah rumah pemimpin ras, memberi kehangatan lembut pada ruangan yang sunyi.

Anzu terbaring di ranjang batu lembut, napasnya pelan tapi berat. Luka aura membuat tubuhnya seolah terbakar dari dalam.

Pemimpin Velmari duduk di sisinya, memandangi wajah muda itu — lalu melirik pada pedang di sudut ruangan.

Pedang itu... bergetar samar, seperti bernafas.

Aura gelap mengalir pelan dari bilahnya, lalu menghilang lagi.

“…kenapa rasanya begitu familiar,” bisik sang pemimpin.

Ia berdiri, perlahan mendekati pedang itu.

Tangannya terulur, hampir menyentuh gagang yang hitam berkilau itu.

Tapi sebelum jarinya menyentuh —

Anzu terbangun tiba-tiba, menahan rasa nyeri di tubuhnya.

“Jangan,” katanya lirih, menatap tajam meski lemah. “Pedang itu... bukan untuk disentuh.”

Pemimpin itu menatapnya, lalu menarik tangannya kembali.

“Maafkan aku,” ujarnya. “Tapi aku harus tahu... aura apa yang bersemayam di dalamnya.”

Anzu terdiam beberapa saat sebelum menjawab.

“Sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia ini.”

Mereka saling menatap, keheningan menelan waktu.

Akhirnya, Anzu berkata dengan nada berat, seolah tiap kata menambah beban di dadanya.

“Yang bersemayam di dalam pedang itu... adalah Satan.”

Ruangan mendadak terasa dingin.

Pemimpin ras itu terdiam, wajahnya memucat, lalu terjatuh dari kursinya karena kaget.

“A... apa katamu...?”

suaranya bergetar. “Satan... sang dosa amarah?”

Alfred yang baru masuk sambil membawa keranjang penuh makanan tertegun sejenak... lalu tak tahan tertawa keras karna melihat pemimpin ras itu terjatuh dari kursi.

“Ahahah—kau serius? Reaksi wajahmu barusan ahahahaha......!”

Tapi tawa itu berhenti seketika ketika Anzu menatapnya tajam,tatapan yang cukup untuk membuat darahnya beku.

Alfred tertegun dengan tatapan Anzu"ehehehehe......"

Pemimpin itu menatap ke arah pedang lagi, wajahnya kini penuh ketakutan sekaligus kesedihan.

“Jika itu benar... maka dunia luar telah mulai bergetar kembali.”

Anzu menatapnya dalam diam. “Kau tahu sesuatu, bukan?”

Velmari tua itu menghela napas panjang, suaranya bergetar seperti bisikan yang keluar dari masa lalu.

“Aku... mengenal Satan. Dulu, sebelum dunia terpecah oleh dosa dan kebajikan.”

Anzu dan Alfred menatapnya tak percaya.

Senyum getir melintas di wajah tua itu.

“Dan jika dia kini terbangun kembali di dalam pedangmu... maka bukan hanya dunia ini akan mengalami perubahan.”

Ia menatap ke luar jendela, ke arah kabut yang kembali berputar lembut.

“...tapi juga dosa-dosa lama yang seharusnya telah terkubur bersama kami mungkin akan bangkit lagi.”

"kau....ada hubungan apa dengan satan"

pemimpin ras itu hanya menggeleng kan kepala lalu berkata.

"saat itu....lembah ini kedatangan pengungsi perang dari kerajaan yang cukup jauh dari sini"

"ras kami membantu dan mengizinkan para pengungsi itu untuk tinggal dan memulihkan diri disini"

"aku tidak tahu dari kerajaan mana mereka. Namun yang pasti mereka melawan Iblis!!"

"aku mendengar kalau kerajaan itu lenyap dalam semalam!"

Anzu terkejut mendengar cerita itu.

"dan aku mendengar dari para pengungsi itu bahwa yang menyerang kerajaan mereka adalah iblis satan"

"apakah ini adalah masa lalu satan?" ujar Anzu didalam hati.

Melihat raut wajah Anzu yang sulit dibaca, pemimpin ras itu pun menghentikan ceritanya.

"yah! lagipula itu hanya masalalu, aku yakin kau bisa menaklukkan iblis itu"

sambil menepuk pundak Anzu "dan jika itu terjadi maka kau akan menjadi sangat kuat hahahaha!"

"sudah sudah, ayo kita makan"

"baik!"

Anzu mengikuti pemimpin ras itu pergi ke meja makan, disitu Alfred sudah lebih dulu makan dengan sangat lahap.

"ternyata begini kelakuan mu saat aku tidak sadarkan diri?"

Mendengar suara Anzu, Alfred tersedak lalu perlahan berbalik dengan raut muka canggung.

"...eheheheh...ma-maaf hehehe...."

Anzu hanya menggeleng kan kepala nya dan pemimpin ras itu tertawa.

mereka makan bersama sambil bercerita tentang pengalaman masing masing, suasana terasa hangat kembali setelah sekian lama tidak Anzu rasakan.

mungkin, Anzu bisa menikmati kehidupan sementara di lembah ini sambil meningkatkan kekuatan.

"oh iya aku lupa menyebutkan namaku pada kalian, aku lupa sekali hahaha maklum aku sudah tua"

"tidak apa apa"Anzu mengangguk paham.

" Namaku Vel'desh pemimpin ras Velmari, salam kenal Anzu dan Alfred"

...****************...

1
Nagisa Furukawa
Aku jadi bisa melupakan masalah sehari-hari setelah baca cerita ini, terima kasih author!
Bisquit D Kairifz: Semangat bree, walau masalah terus berdatangan tanpa memberi kita nafas sedikit pun
total 1 replies
Rabil 2022
lebih teliti lagi yah buatnya sebabnya ada kata memeluk jadi meneluk
tapi gpp aku suka kok sama alur kisahnya semangat yahh💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!