NovelToon NovelToon
Jadi Istri Om Duda!

Jadi Istri Om Duda!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Duda
Popularitas:471
Nilai: 5
Nama Author: Galuh Dwi Fatimah

"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memperjuangkan Restu

Pagi itu rumah keluarga Raden yang biasanya hangat dengan tawa dan obrolan ringan, terasa begitu sunyi. Hanya terdengar bunyi sendok yang beradu dengan piring, dan napas pelan yang teratur dari setiap penghuni rumah.

Riri menatap kedua orang tuanya bergantian, merasa ada sesuatu yang aneh sejak ia turun dari kamar. Mamanya, Rahayu, bahkan tidak menatapnya sama sekali.

“Mama kenapa? kok diem aja?” tanya Riri hati-hati, mencoba memecah suasana.

Rahayu menatapnya sekilas, lalu berkata dengan nada datar, “Riri, hari ini kamu gak usah masuk kantor.”

Riri spontan menatap sang mama dengan wajah bingung. “Lho... kenapa, Ma? Aku kan udah siap berangkat kerja dari tadi.”

“Sudah. Nurut aja.” suara Rahayu terdengar dingin, membuat udara di ruang makan terasa menyesakkan.

Riri meletakkan sendoknya, berusaha tersenyum meski hatinya mulai cemas. “Ya tapi kenapa, Ma? Masa tiba-tiba aku disuruh bolos kerja. Aku tuh anak baru, Ma. Gak enak banget kalau gak masuk gini.”

Rahayu menegakkan tubuhnya, menatap putrinya lekat-lekat. Tatapan yang biasanya penuh kasih kini terasa berbeda, tajam dan penuh beban. “Sudah. Biar nanti Papa kamu yang izin ke Pak Bastian,” ucapnya tegas, lalu berdiri meninggalkan meja tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Riri menatap kepergian mamanya dengan kebingungan yang semakin menjadi. Ia mengalihkan pandangan ke Papanya, Raden, yang sejak tadi hanya diam.

“Pa…” panggil Riri pelan. “Mama kenapa sih? Dari tadi aneh banget. Aku salah apa, Pa?”

Raden menarik napas panjang, menatap wajah putrinya yang polos itu. Ada rasa bersalah yang begitu besar di hatinya. “Sudah, Riri. Turuti saja ucapan Mama kamu, ya. Dibanding nanti dia makin marah.”

“Tapi, Pa—”

“Riri.” Suara Raden meninggi sedikit, tapi nadanya masih penuh kendali. “Papa minta kamu di rumah aja hari ini. Jangan ke mana-mana dulu.”

Riri terdiam. Ia tahu kalau ayahnya sudah bicara seperti itu, artinya memang ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi apa?

Ia menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ayahnya dalam-dalam. “Ini… ada hubungannya sama Om Bastian ya Pa?” tanyanya dengan suara nyaris berbisik.

Raden tidak menjawab. Ia hanya menunduk, mengusap wajahnya pelan.

Dan dari diam itulah Riri tahu—dugaannya benar.

Jantungnya seakan berhenti berdetak sejenak. Tiba-tiba roti panggang di depannya terasa hambar, dan udara pagi yang biasanya hangat kini seperti menekan dadanya.

“Ya Tuhan…” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. “Aku harus gimana, Pa …”

Namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Raden berdiri dan meninggalkan Riri, untuk menyusul istrinya..

Kini Riri hanya duduk sendiri di meja makan itu, menatap kosong ke arah pintu

___

Hari itu Riri hanya berdiam diri di dalam kamar. Tirai jendela belum juga dibuka sejak pagi. Ponselnya tergeletak di samping bantal, sementara ia hanya menatap langit-langit kamar dengan pandangan hampa.

Biasanya, jam segini ia sudah berada di kantor, sibuk membantu rekan satu divisinya ataupun membantu Bastian menyiapkan berkas atau menyalin laporan. Tapi hari itu, semua terasa berbeda.

Ia tidak mengerti kenapa Mama dan Papa tiba-tiba bersikap aneh sejak pagi. Tidak ada penjelasan, tidak ada alasan. Hanya perintah untuk tetap di rumah.

Riri menghela napas berat, menggulung tubuhnya di balik selimut.

“Aku harus gimana, Mama tiba-tiba diminta aku begini…” gumamnya pelan.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Riri sempat menatap malas, tapi nama pengirim pesan di layar membuat matanya langsung membulat.

Pesan itu dari, Bastian.

Tangannya refleks meraih ponsel dan membuka pesan itu cepat-cepat.

Om Bastian : Riri, saya ada di rumah kamu sekarang.

Jantung Riri langsung berdegup kencang.

“Om Bastian ada disini?” bisiknya panik tapi senang. Ia segera bangkit, merapikan rambut dan bajunya seadanya, lalu menatap cermin.

“Ya Tuhan… Om Bastian beneran ke sini?” gumamnya sambil menepuk pipinya pelan, memastikan ia tidak sedang bermimpi.

Ponselnya kembali bergetar.

Om Bastian: Saya di ruang tamu. Bisa turun sebentar?

Riri menggigit bibir bawahnya. “Aduh, gimana ini? Mama sama Papa pasti di bawah juga…”

Namun rasa rindu mengalahkan rasa takut. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah pelan ke arah pintu.

Begitu menuruni tangga, suara berat dan tenang yang sangat ia kenal terdengar dari ruang tamu.

“Terima kasih Raden, Rahayu, kalian sudah mau menemui saya.”

Langkah Riri terhenti di anak tangga terakhir. Ia bisa melihat Bastian duduk tegak, dengan wajah serius. Papa duduk di hadapannya, dan Mama duduk di sisi sofa lainnya, kedua tangannya terlipat di dada.

"Ya Tuhan… Om Bastian mau ngapain ke sini?" pikirnya panik.

Riri menelan ludah, tapi belum sempat ia bergerak, Bastian sudah menoleh dan melihatnya. Tatapan mereka bertemu.

“Riri.” Suara Bastian lembut tapi tegas.

Riri spontan menghentikan langkah, jantungnya berdetak kencang. “O-om Bastian…” ucapnya gugup.

Rahayu langsung menatap tajam. “Riri, Mama bilang apa pagi tadi? Kenapa kamu keluar dari kamar?”

Riri menunduk, suaranya kecil. “Aku… aku cuma mau lihat siapa yang datang, Ma.”

“Sudah tahu, kan? Sekarang masuk lagi ke kamar kamu,” ujar Rahayu dingin.

Namun Bastian menatap Rahayu dengan tenang. “Rahayu, biarkan Riri di sini sebentar. Saya ke sini juga karena ingin bicara tentang dia.”

Raden menatap Bastian tajam. “Bastian, kamu yakin mau teruskan masalah ini?”

Bastian mengangguk mantap. “Saya sudah memikirkannya baik-baik, Den. Saya tahu hubungan kami salah di mata banyak orang, tapi saya ingin meluruskannya. Saya datang ke sini untuk meminta restu kalian sebagai orangtua Riri.”

Riri terbelalak. “Om… maksudnya?”

Bastian berdiri, menatapnya dalam. “Riri, saya gak mau hubungan kita sembunyi-sembunyi lagi. Saya serius sama kamu. Saya ingin bertanggung jawab dengan hubungan kita.”

Udara di ruang tamu seketika membeku.

Rahayu menatap keduanya dengan mata memerah menahan emosi. “Bastian, kamu sadar apa yang kamu ucapkan? Kamu itu sahabat suami saya! Kamu sudah seperti keluarga di rumah ini. Sekarang kamu malah datang bilang jatuh cinta pada anak saya?”

Bastian menunduk hormat. “Saya sadar, Rahayu. Dan justru karena itu saya datang dengan niat baik. Saya ingin semuanya tahu dari saya, bukan dari orang lain.”

Riri hanya bisa menatap Bastian dengan mata berkaca-kaca. Antara takut, haru, dan bahagia bercampur jadi satu.

“Om…” ucapnya pelan.

Bastian menoleh, memberikan senyum tipis. “Tenang, Riri. Saya gak akan biarkan kamu sendirian hadapi masalah ini.”

Raden berdiri perlahan, napasnya berat. “Bastian… kamu tahu, saya sangat menghargai kejujuran kamu. Tapi saya butuh waktu. Ini bukan hal kecil.”

Bastian mengangguk dengan penuh hormat. “Saya mengerti, Den. Saya akan menunggu. Berapa pun lama waktu yang kalian butuhkan, saya tetap akan menunggu.”

Riri menatap pria itu dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Saat dunia terasa menentang mereka, hanya satu yang ia tahu pasti—Bastian datang bukan untuk mengakhiri, tapi untuk memperjuangkan Riri.

1
Grindelwald1
Wah, mantap!
Galuh Dwi Fatimah: terimakasih!!
total 1 replies
Niki Fujoshi
Capek tapi puas baca cerita ini, thor! Terima kasih sudah membuatku senang.
Galuh Dwi Fatimah: Terimakasih kak, semoga harimu selalu menyenangkan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!