Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
Ketika Sean memeluk Intan dan tertidur, Intan membuka matanya. Dia ingin berbicara dengan Sean, tapi memutuskan untuk meringkuk dan tidur saja. Keesokan paginya mereka bangun pagi-pagi. Intan sedang mandi dan Sean masuk, mencium lehernya.
"Selamat pagi, Ratuku." Ucap Sean.
"Selamat pagi." Balas Intan.
"Bagaimana kalau kita makan siang bersama hari ini?" Ucap Sean.
"Baiklah, apakah kau pergi keluar tadi malam?" Tanya Intan.
"Ah... Aku... ya, aku harus mengurus beberapa urusan pekerjaan." Ucap Sean.
"Apa ada hali yang serius? Karena kau pulang terlambat semalam?" Ucap Intan.
"Tidak terlalu serius, hanya tidak sabar menunggu sampai hari ini." Jawab Sean.
"Aku mengerti. Kalau aku bisa membantu...
"Jangan khawatir, Ratuku. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu hari ini, jadi aku akan menjemputmu dan kita makan siang di luar, ya?" Ucap Sean memotong ucapan Intan.
"Aku akan menunggumu." Balas Intan.
Mereka selesai mandi dan Intan meninggalkan ruangan untuk sarapan, tapi Sean mengatakan dia harus segera pergi.
"Makanlah sesuatu sebelum kau pergi." Ucap Intan.
"Tidak apa-apa, aku makan nanti saja. Aku ingin menyelesaikan semuanya lebih awal agar bisa menjemputmu. Maukah kau menungguku?" Ucap Sean.
"Tentu saja." Balas Intan.
Sean mencium pucuk kepala Intan lalu pergi. Bi Lila datang membawa sebotol jus dan tersenyum setelah Sean pergi.
"Ada apa? Kenapa Bi Lila tersenyum?" Tanya Intan.
"Saya senang karena kalian berdua akrab sekali." Jawab Bi Lila.
"Aku juga bahagia. Setelah semua yang terjadi padaku, kupikir aku takkan pernah bisa bahagia lagi. Dan lihatlah aku sekarang. Sean begitu baik padaku." Ucap Intan.
"Sebentar lagi akan ada bayi yang menangis di rumah ini dan saya yang akan merawatnya dengan baik." Ucap Bi Lila.
"Ayolah Bi Lila, biarkan semuanya berjalan pelan-pelan. Sean dan aku bahkan belum membicarakannya. Kami baru menikah dan ada beberapa hal yang harus diselesaikan sebelum kami berpikir untuk punya keluarga yang sesungguhnya." Ucap Intan.
"Setiap pasangan selalu memiliki banyak hal yang harus diselesaikan, tapi itu tidak menghentikan mereka untuk bahagia dan memulai sebuah keluarga." Ucap Bi Lila.
"Kami akan lakukan pelan-pelan saja." Balas Intan.
Meskipun begitu, Intan tenggelam dalam pikirannya. Memiliki keluarga dengan Sean pasti menyenangkan. Sean merawatnya dan tampaknya benar-benar menyukainya. Sean bilang dia akan mengurus semuanya agar tidak kehilangan Intan. Memiliki anak akan menjadi langkah selanjutnya bagi mereka. Intan tersenyum memikirkan gagasan itu.
"Biar saya beritahu sebuah rahasia. Beberapa bulan yang lalu, saya tak sengaja mendengar Pak Sean bicara dengan sekretarisnya tentang menyelesaikan semuanya karena dia menginginkan seorang anak. Lalu saya tahu dia akan menikah, lalu Non Intan datang dan mengaku sebagai istri Pak Sean. Saya terkejut sekaligus bahagia karena dia memilih orang yang cantik dan baik hati seperti Non Intan untuk berada di sisinya." Ujar Bi Lila.
Kali ini, Intan tersenyum, tapi tidak dengan cara yang sama. Senyumnya agak canggung karena Intan tahu Bi Lila pernah mendengar tentang calon pengantin sebelumnya, dan ternyata bukan dirinya. Dirinya hanya terpilih sebagai pengganti, dan hal itu membuatnya agak sedih dan ragu. Namun, dia merasa perlu membicarakan hal ini dengan Sean, dan dia bisa melakukannya saat mereka makan siang nanti. Dia ingin memastikan bahwa Sean benar-benar menyukainya dan berencana untuk berkeluarga dengannya.
Disisi lain...
Sean sedang dalam perjalanan ke perusahaan Pak Purnomo dan setibanya di sana, dia diizinkan naik ke lantai atas. Saat memasuki ruangan Pak Purnomo, Pak Purnomo menatapnya dengan ketakutan. Sean bahkan tidak menunggu undangan untuk duduk.
"Baiklah, aku tidak punya waktu seharian, jadi langsung saja ke intinya. Tapi pertama-tama..."
Sean mengeluarkan perangkat kecil dari sakunya dan menyalakannya. Lampu merah menyala.
"Apa ini?" Tanya Pak Purnomo.
"Tindakan pencegahan apabila kau mencoba merekam percakapan kita." Jawab Sean.
Pak Purnomo berdeham dan membetulkan posisi duduknya.
"Apa yang Anda butuhkan, Pak Sean?" Tanya Pak Purnomo.
"Aku akan memberimu dua pilihan. Aku punya jejak bank yang mengarah padamu dan bisa membuatmu dipenjara untuk waktu yang lama." Ucap Sean.
"Apa maksud Anda?" Tanya Pak Purnomo bingung.
"Jujur saja, aku ingin sekali melihatmu menderita di penjara, tapi istriku tidak suka itu. Jadi, inilah kesempatanmu dan pilihan keduamu, kau bisa menyalahkan calon menantumu." Ucap Sean.
"Apa? Anda mau memenjarakan calon suami Hilda? Saya tidak bisa. Putri saya pasti akan sangat menderita!" Ucap Pak Purnomo.
"Hilda, maaf, bagaimana kabarnya? Aku tidak menyadari penderitaannya jika itu terjadi karena kemarin dia bahkan menawarkan dirinya kepadaku di depan tunangannya yang idiot itu, dan dia juga tidak peduli dengan penderitaan Intan ketika mereka berdua menusuknya dari belakang." Ujar Sean.
"Keduanya jatuh cinta, Anda tidak bisa menyalahkan Hilda untuk itu." Balas Pak Purnomo.
"Aku tidak akan berdebat tentang pilihan buruk yang kau dan putrimu buat karena kau tidak akan menyalahkannya. Kalau begitu kau lah yang akan masuk penjara, senang berbisnis denganmu." Ucap Sean.
Sean lalu berdiri, membetulkan jaketnya, dan hendak menyentuh kenop pintu ketika Pak Purnomo berbicara lagi.
"Ini bukan kesepakatan, Pak Sean, Anda memeras saya. Saya tidak tahu dendam apa yang Anda miliki terhadap keluarga saya dan mengapa Anda begitu kejam." Ucap Pak Purnomo.
"Jangan begitu sinis, Pak Purnomo, itu tidak cocok untukmu. Semua yang mereka lakukan pada Intan pantas mendapatkan lebih banyak penderitaan." Balas Sean.
"Saya selalu menyayangi Intan, dia selalu menjadi bintang keluarga kami. Bisa dibilang Hilda sangat iri pada kakaknya. Intan selalu mendapat nilai bagus di universitas, punya tunangan tampan dari keluarga baik-baik, dan bahkan les piano setiap malam sepulang kuliah. Hilda tidak pernah bisa seperti itu, dan sebagai seorang ayah, saya gagal karena terlalu memanjakan yang satu dan melupakan yang lain. Saya tidak tahu bahwa di balik wajahnya yang bak malaikat itu tersembunyi seseorang yang begitu egois dan penuh nafsu. Jangan biarkan wajah dan sikap manisnya menipu Anda. Saya kehilangan istri saya karena dia." Ujar Pak Purnomo.
"Kau harus menjaga mulutmu jika berbicara tentang Intan. Apa kau tahu betapa menderitanya dia? Dia kehilangan Mamanya di malam kecelakaan itu dan bahkan kehilangan penglihatannya saat melindungi adiknya sendiri." Ucap Sean.
"Benarkah? Itukah yang dia katakan pada Anda?" Tanya Pak Purnomo.
Sean diam dan menatap Pak Purnomo seolah-olah dia tidak mengerti.
"Seperti yang sudah saya katakan, dia pembohong. Kecelakaan itu sepenuhnya salahnya. Intan menelepon Mamanya larut malam karena dia tidak mau naik taksi selarut itu, dan istriku, sebagai ibu yang baik seperti biasa, pergi dan mengajak Hilda untuk menemaninya. Dia membelikan es krim untuk Hilda, dan ketika Intan melihatnya, dia mencoba merebut es krim itu dari adiknya. Istriku yang mencoba melerai pertengkaran antara kedua saudari itu, sempat menoleh sebentar untuk menyuruh Intan berhenti bertengkar dengan adiknya...."
Pak Purnomo berhenti sejenak seolah menahan air mata, lalu melanjutkan bicaranya.
"Itu salahnya, dia yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi. Dia membunuh Mama mereka dan hampir membunuh adiknya juga." Ucap Pak Purnomo.
Sean menatap Pak Purnomo dengan tegas tapi tetap diam selama beberapa detik.
Bersambung...