Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 27 SARAPAN.
Pagi mulai menyapa kota dengan sinar matahari yang lembut menembus tirai hotel. Di restoran tempat sarapan buffet, Ammar sudah duduk dengan secangkir kopi di tangannya. Ia mengenakan kaus polos dan jaket tipis, tampak segar meski sorot matanya masih menyiratkan sisa kelelahan dari hari sebelumnya.
Ammar tidak pulang, Ammar memutuskan menginap di hotel. Ammar tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Sofia.
Beberapa menit kemudian, Bang Dafi datang menyusul, membawa sepiring nasi goreng dan telur mata sapi.
“Pagi, Mar,” sapa Dafi sambil duduk di seberangnya.
“Udah bangun dari kapan?”
“Baru aja. Tapi kopi di sini lumayan menyelamatkan hidup,” jawab Ammar sambil tersenyum. “Kalian tidur nyenyak?”
“Lumayan. Dela sempat ngobrol agak lama sama Sofia tadi malam,” ujar Dafi sambil menyendok nasi gorengnya. “Kelihatannya Sofia mulai bisa rileks sedikit.”
Ammar mengangguk pelan. “Aku senang denger itu.”
Setelah beberapa saat dalam hening, Dafi melirik Ammar. “Ngomong-ngomong… hari ini rencananya kita ke mana aja?”
Ammar meletakkan cangkirnya. “Tadinya aku pikir kita bisa santai di hotel. Tapi aku siap ikut kemana pun kalian mau. Ada agenda khusus?”
Dafi mengangguk sambil mengunyah. “Dela pengen cari oleh-oleh di Pasar Baru. Katanya pengen beli kain buat ibunya. Habis itu, mungkin kita bisa makan siang di tempat yang adem. Sofia suka tempat yang tenang.”
Ammar menyeringai. “Kedengarannya kayak itinerary semi healing.”
“Emang itu niatnya,” jawab Dafi sambil tersenyum. “Sofia masih perlu suasana yang jauh dari rumah. Jauh dari gosip, jauh dari Ilham.”
Ammar mengangguk pelan. “Kalau gitu... biar aku yang cari tempat makan siang yang cocok. Yang tenang, tapi suasananya tetap hangat.”
Ciee sekarang udah aku kamu, nanti panggilannya ganti jadi kakak ipar dan adik ipar 🤭
Bang Dafi menatapnya sebentar. “kamu tahu ya, Mar... dari dulu kamu paling ngerti cara bikin orang nyaman tanpa banyak omong.”
Ammar tersenyum kecil. “ Aku cuma belajar dari pengalaman... kadang diam itu lebih didengar daripada ribuan kata.”
Dafi mengangguk setuju. Lalu, setelah menghabiskan sesuap nasi lagi, ia berkata, “Oke, jadi fix ya. Kita ke Pasar Baru, habis itu makan siang, terus kalau sempat bisa nongkrong santai sore-sore sebelum balik.”
“Siap. Nanti aku kabarin tempatnya, biar bisa langsung jalan habis belanja.”
Dan pagi itu, di tengah aroma kopi dan sarapan hangat, dua sahabat merancang hari mereka. bukan sekadar untuk jalan-jalan, tapi untuk perlahan membangun kembali senyum seorang perempuan yang nyaris kehilangan arah.
Restoran hotel pagi itu mulai ramai oleh tamu-tamu yang hendak sarapan. Cahaya matahari masuk lembut lewat jendela kaca besar, menyinari meja tempat Bang Dafi dan Ammar duduk. Percakapan ringan mereka tentang rencana hari ini terhenti ketika dua sosok yang familiar muncul dari arah lift.
“Pagi,” sapa Dela ceria sambil menarik kursi dan duduk di samping Bang Dafi.
Sofia menyusul dan duduk di seberang Ammar, senyum tipis menghiasi wajahnya yang tampak lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya.
“Pagi juga,” jawab Ammar ramah. “Kalian tidur nyenyak?”
Sofia mengangguk sambil menuangkan teh ke cangkirnya. “Lumayan. Obrolan sebelum tidur semalam bikin aku lebih ringan.”
Dela tersenyum sambil mencubit pelan lengan Sofia.
“Aku bilang apa? Curhat itu kadang lebih manjur dari obat tidur.”
Bang Dafi menimpali sambil menyendokkan potongan buah. “Dan sekarang waktunya isi energi, karena agenda hari ini padat, Bu Sofia.”
Sofia tertawa pelan. “Agenda apa, emangnya? Aku belum dikasih briefing.”
Ammar menoleh ke arah Sofia sambil menyilangkan tangan di atas meja. “Pertama, Dela mau cari oleh-oleh di Pasar Baru. Kedua, kita makan siang di tempat yang... katanya sih tenang dan adem. Aku yang cari.”
“Wah, lengkap,” komentar Dela senang.
“Aku pengen cari kain batik buat Ibu, dan mungkin beberapa suvenir kecil buat acara nikahan nanti. "
Sofia mencelupkan teh celupnya sambil tersenyum.
“Kedengarannya menyenangkan. Aku ikut aja deh, kemana pun. Yang penting bisa jalan bareng.”
Ammar menatap Sofia sesaat, matanya hangat.
“Hari ini gak usah mikirin yang berat-berat. Cukup nikmati hari. Kita semua di sini buat kamu.”
Sofia menatapnya sebentar, lalu menunduk sebentar sambil mengaduk tehnya. “Terima kasih… kalian bikin aku nggak merasa patah terus.”
Bang Dafi tertawa ringan, memecah kesunyian yang sempat muncul. “Patah itu biasa. Yang penting, jangan lupa tumbuh lagi. Dan jangan lupa sarapan.”
Dela mengangkat garpunya tinggi-tinggi. “Untuk hari yang lebih ringan dan senyum yang lebih tulus!”
Sofia ikut tersenyum dan mengangkat cangkir tehnya.
Ammar mengangkat gelas kopinya, dan Dafi mengangkat sendok penuh nasi goreng.
Empat orang dengan luka, harapan, dan cerita masing-masing, duduk di meja yang makna. menyiapkan hari yang sederhana, namun penuh makna.
Karena kadang, yang dibutuhkan untuk bangkit bukan keajaiban besar, melainkan kebersamaan yang hangat… dan secangkir teh yang menenangkan.
Sofia menikmati sarapannya yang ia ambil, sesekali menimbali percakapan di antara mereka.
up yg banyak donk, ceritanya bagus bgt nih,,,🙏🙏🙏🥰
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏