Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Donat Ubi Ungu
Sekar memutar tubuhnya di depan cermin. Sejak setengah jam yang lalu, sibuk mencoba beberapa koleksi pakaian-nya dari dalam lemari. Dari mulai pakaian yang pendek, panjang, hingga pakaian yang terkesan santai. Setelah berpikir cukup lama, pilihan-nya jatuh pada rok pendek berwarna putih yang dipadukan dengan cardigan biru muda, dan kaus putih polos di dalamnya. Lalu ia menata rambutnya, memberi pita biru di kedua sisi rambutnya.
Saat Sekar bersiap dan mengecek penampilan-nya untuk terakhir kali, suara mesin motor terdengar. Ia mengintip dari balik jendela—Satya sudah menunggunya di depan rumah.
Dengan gerakan terburu, ia mengambil tas selempang dari atas kasurnya, menyemprot sedikit parfum, lalu berlari kecil menuruni anak tangga dan keluar rumah.
Satya berdiri di samping motornya, mengenakan jaket putih dengan lengan yang digulung sampai siku. Ia menyodorkan helm ditangan-nya saat Sekar mendatanginya.
Satya memperhatikan Sekar dari ujung rambut hingga kakinya. "Cantik."
Sekar menerima helm yang diberikan Satya dan memakainya. "Iya, gua tau. Gak usah diliatin terus," kata Sekar bercanda.
Satya refleks berhenti menatap Sekar. Mengalihkan pandangan-nya ke depan. "Naik! Takut kemaleman."
Di dalam toko, Sekar duduk di meja dekat jendela, menopang dagunya dengan kedua tangan. Wajahnya cemberut sejak beberapa menit yang lalu—sejak Satya mengajaknya ke toko dan menyuruhnya menunggu cukup lama.
Padahal ia berpikir jika Satya akan memberikan kejutan spesial. Nyatanya, Satya hanya mengajak Sekar ke toko donat seperti biasanya. Sia-sia saja Sekar menghabiskan waktunya untuk bersiap.
"Kirain mau kasih kejutan spesial," gumam Sekar pelan. "ternyata cuma disuruh duduk doang."
Tak lama kemudian, Satya datang membawa piring berisi beberapa potong donat yang baru matang. Aroma manis menguar bersama uap yang masih mengepul.
"Tada! Donat ubi ungu. Resep baru spesial," ucap Satya dengan senyum lebar.
Sekar melirik piring itu sekilas, kemudian menatap Satya dengan wajah sendu. "Gua pikir, lo mau kasih gua hadiah," katanya dengan nada kecewa.
Satya menarik satu kursi dan duduk berhadapan dengan Sekar. "Ini juga termasuk hadiah," katanya menunjuk donat di atas piring.
Sekar diam, menatap donat ungu bertabur gula halus yang disajikan, mengambilnya sepotong, dan mencicipinya. Beberapa saat terdiam, tapi senyumnya merekah. "Enak Bang."
Satya ikut menyambar sepotong donat dari atas piring. "Syukur deh, kalo lo suka."
"Kapan launching?" tanya Sekar penasaran.
"Mungkin gua tanya anak-anak dulu," jawab Satya santai, menyadarkan punggungnya. Menikmati donat buatan-nya sendiri.
Sekar yang sudah menghabiskan satu potong donat, menyomot donat lain dari atas piring. "Menurut gua rasanya udah pas, biar toko lo makin rame."
Satya menghela napas pelan, matanya menatap ke arah jendela. "Agak berisiko sih, soalnya gua agak susah nyari ubi yang bagus."
Sekar mengangguk meski tak begitu paham. "Terus gimana?"
Satya mengusap tengkuknya. "Ya mungkin gak bakal jadi menu tetap."
"Sayang banget. Padahal gua yakin banyak yang suka," ucapnya penuh kekecewaan.
Satya tersenyum melihat tingkah Sekar. "Seenak itu?"
Sekar menjilati ujung jarinya yang belepotan gula halus. "Nanti bawain gua donatnya ya ke sekolah, sekalian buat temen gua."
Satya mendesah pelan, lalu meraih selembar tisu. Dengan gerakan pelan, ia menarik jemari Sekar mendekat. "Jangan dijilat gitu," ucapnya sambil mengelap sisa gula di ujung jarinya. "Kaya bocah, tau gak!?"
Sekar refleks terdiam, menatap Satya yang sedang membersihkan jemarinya. Pipinya mendadak panas. Ia menarik jemarinya dari genggaman Satya. "Gua bisa sendiri."
"Nanti gua buatin agak banyak buat lo bawa ke sekolah."
Sekar merapikan rambutnya berulang kali, walaupun tak berantakan. Menarik napas dalam, menghilangkan rasa gugup, lalu menatap Satya seperti biasa. "Ayok! Kita makan sushi!" ajaknya menagih janji Satya.
Satya mengusap rambut Sekar lembut. "Iya, gua bersihin dapur dulu sebentar."
Satya bangkit dari duduk, mengambil piring, dan membawanya ke dapur. Merapikan sisa-sisa berantakan setelah membuat donat.
Sekar menghembuskan napas lega setelah kepergian Satya. Ia meraba dadanya dan merasakan degup jantungnya. *Duh, ko gua jadi gini sih* ujarnya dalam hati.
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉