Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Wisnu banyak diam sejak pertengkarannya dengan nara tempo hari dan belum pernah sekalipun wisnu pulang kerumahnya bersama nara. Dirumah utama keluarga wijaya semuanya masih seperti biasa. Febri menyiapkan sarapan juga sesekali memasak untuk makan malam tapi sudah tiga hari ini febri tak bersemangat. Tubuhnya sering lelah napsu makan berkurang dan kepalanya kerap terasa berat.
"Hari ini ada kegiatan nak?" Tanya dewi saat mereka sedang sarapan bersama dimeja makan.
"Aki free ma hari ini, kenapa? Mama mau ditemani ke suatu tempat?"
Dewi menggeleng.
"Mama hari ini juga ga ada kegiatan kok. Cuma ..." Dewi menjeda ucapannya.
Matanya melirik kearah suami dan putranya, terlihat sekali dewi tak yakin untuk melanjutkan apa yang tadi ingin ia sampaikan.
"Kenapa ma?" Tanya febri yang tau ibu mertuanya sedang bimbang.
"Kemarin, tante juga sepupu sepupu nya wisnu bilang pengen main. Pengen ketenu kamu, pada msu kesini makan siang sambil rujakan."
Mendengar kata rujakan wajah febri seketika berbinar dan itu tertangkap oleh wisnu yang saat itu sedang menoleh kesamping kanan dimana istrinya duduk.
Susah payah febri menelan liurnya yang memenuhi rongga mulut.
"Ma, mau ya. Biar mereka makan siang disini. Tapi, makanannya beli aja, pesan dsri restoran. Aku tau restoran yang enak, mereka suka makanan nusantara atau ......"
"Sayang" Wisnu menggenggam tangan istrinya dibawah meja.
Wisnu ingin menghentikan febri yang terlihat terlalu bersemangat sekali sampai sampai saat berbicata seolah lupa cara bernapas.
Melihat bagaimana semangatnya sang menantu membuat dewi tersenyum geli.
"Ga boleh ya mas?"
Febri langsung berkaca-kaca, ia mengira wisnu tak mengijinkan acara rujakan itu terjadi.
"Boleh, boleh kok. Tapi kamu ngomongnya pelan pelan aja. Kamu sadar ga sih, kamu ngomong kayak orang yang lupa cara napas."
Febri menunduk wajahnya merona karena malu tapi senyum dibibirnya merekah karena setiap saat wisnu menunjukkan perhatian lebih untuknya.
Makan pagi itu berlanjut dan setelahnya masih dimeja makan dewi dan febri merencanakan acara makan siang sekaligus rujakan yang tadi membuat febri semangat 45.
"Pesan makanan nusantara aja, kayaknya cocok buat cuaca yang sekarang sering panas."
"Mau menu sunda atau padang ma?" Tanya febri sambil sibuk dengan ponselnya.
"Sunda aja kali ya, kan ada sayur asemnya. Cocok tuh diseruput panas panas."
Febri mengangguk setuju. Masakan sunda sudah dipilih tinggal cari penjual rujak buah yang enak batinnya.
.
.
.
"Kenapa?" Tanya wisnu saat mereka sudah didalam kamar untuk istirahat.
Abaikan nara karena wanita itu hanya menelpon saat butuh uang dan kalau uang sudah di transfer maka ponsel wisnu akan senyap seketika. Tak perduli karena wisnu tak mau pusing dan memilih menikmati harinya bersama orangtua juga istri keduanya. Terkesan egois, tapi wisnu tak perduli lagi toh nara saja mencari dirinya hanya untuj urusan uang saja.
Kembali pada febri yang tadi ditanya karena wisnu melihat istrinya lesu tidak bersemangat padahal siang tadi menikmati acara rujakan dan banyak berbincang dengan para sepupunya.
"Aku lemes aja mas, kepala juga rada berat."
"Mau ke dokter?"
Cepat febri menggeleng.
"Aku tidur aja mas."
"Tapi kamu pucet banget loh."
Febri hanya mengulas senyum singkat sambil merebah disisi ranjang. Menarik selimut dan memejam mata tapi tidak tidur. Wisnu diam, sengaja membiarkan istrinya untuk istirahat tapi saat wisnu tengah fokus pada angka angka ditabletnya terdengar suara isakan lihir. Sempat tegang karena wisnu berpikir hal hal seram tapi saat menoleh kesamping dimana febri berbaring mata wisnu langsung membola.
Febri terisak, menangis sedih dengan wajah memelas.
"Hei, kenapa?"
Tak ada ungkapan cinta tapi perhatian itu terlihat nyata dan mereka seperti dua hati yang sudah jadi satu atas nama cinta yang tak pernah terucap.
"Mas" Lihir febri dengan wajah basah penuh air mata.
"Ayo bangun, kenapa nangis. Ayo sini"
Wisnu sigap, menarik tubuh lemas febri dan membawanya dalam pelukan. Ditenangkan dengan mengusap sepanjang punggung itu sampai febri reda tangisnya. Masih basah wajah itu tapi febri mendongak untuk melohat suaminya yang sejak tadi hanya diam sambil terus mengusap punggungnya.
Sorot mata wisnu seolah bertanya kenapa dan febri langsung saja buka suara.
"Aku sedih, tadi itu ada anggur tapi udah habis dan sekarang aku pengen makan anggurnya lagi."
Wisnu yang tadi sempat khawatir langsung terkejut saat mendengar penuturan wanita dalam pelukannya ini. Perkara anggut menangis sedih begini batin wisnu setengah tak percaya.
Karena kasihan tapi tetap bingung, wisnu akhirnya turun kebawah. Kakinya melangkah menuju dapur dimana lemari pendingin berada. Dibuka oleh wisnu dan dicari apa yang tadi jadi keinginan istrinya. Semua diperiksa tapi memang anggur itu sudah tidak ada disana.
"Nu"
Suara itu, suara sang ibu yang ternyata belum tidur. Wisnu menoleh kesumber suara dengan posisi tetap jongkok didepan kulkas.
"Cari apa?" Tanya dewi sambil berjalan mendekat.
"Mama belum tidur?" Bukannya menjawab wisnu malah balik bertanya.
"Air dikamar habis, mama mau isi lagi. Kamu cari apa?"
Dewi kembali mengulang pertanyaannya setelah tadi sempat mengangkat botol air minum yang memang sudah habis isinya.
"Cari anggur, febri nangis pengen makan anggur tapi dia bilang anggurnya udah habis. Aku mau mastiin aja beneran habis apa ga." Jawab wisnu sambil berdiri dan menutup kembali kulkas dua pintu dihadapannya.
"Biar mama suruh sopir sama bibi beli kesupermarket 24 jam."
Tanpa tunggu lama, dewi langsung kebelakang. Kepaviliun tempat para art tinggal. Wisnu merasa heran diam diam mengikuti langkah ibunya dan wisnu sempat terkejut saat sang ibu menyebut satu nama benda yang langsung membuat perut wisnu mulas bahkan tubuhnya jadi kaku seketika. Dewi berbalik setelah memberi perintah pada sopir dan dua asisten rumah tangganya.
Wisnu diam terpaku bahkan sampai ibunya sudah berdiri dihadapannya pun wisnu masih tetap diam, bengong.
"Ayo kedalam. Temui istrimu, bilang anggurnya lagi dibeli."
Wisnu diam tak bergeming. Sampai tangannya ditarik lembut oleh sang ibu barulah wisnu tersadar.
"Ma" lihir wisnu.
"Ayo masuk. Kasihan febri lama nunggu."
Ceklek
Wisnu masuk kedalam kamar yang lampunya masih temaram. Disisi ranjang, febri bersandar dikepala ranjang dengan selimut menutup sebatas pinggang. Wisnu bisa melihat wajah gelisah istrinya bahkan dikedua pipi mulus itu ada bekas air yang itu artinya febri kembali menangis selama dirinya tinggal tadi.
"Anggurnya habis, tapi mama udah nyuruh mba buat berangkat beli ke supermarket 24jam. Tunggu ya" Lembut wisnu sambil mengelap pelan pipi basah istrinya menggunakan jari.
Febri langsung berbinar saat tau ada yang akan membawakannya anggur. Anggukan kepala itu telihat bersemangat sampai sampai febri langsung menegakkan duduknya.
"Sabar ya." Ucap wisnu lagi dan sekarang diraih dua tangan istrinya untuk ia genggam.
Tapi tak disangka, febri malah maju. Memeluk pinggang wisnu erat dan menenggelamkan wajahnya didada bidang wisnu yang selalu hangat dan membuat nyaman.
#Happyreading
nara dan org tuanya tak benar" menganggpmu sbg bagian dri keluarga.... mereka hnya mnjadiknmu mesin uang.....
miara ular ber bisa kok betah amat wisnu....
jgn nnti bilang nyesel klo febri prgi dri hidupmu krna kmunya menye" g jelas... & msih sja mmberi nara ksempatan brbuat ulah untuk yg ksekian kalinya...
km permpuan egois... punya kekirangan tpi ttp sja g berubah tetap aja miara pola hidup buruk....
jgn salahkn suamimu bila kelak mmbuangmu nara.... suamimu jga makin lama bkalan muak dgn sikapmu yg semakin g karuan... ap lgi madumu perempuan idaman suami dan mertua...