Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Jangan Meragu
"I love you, Kak Gy."
Ungkapan yang begitu tulus dengan mata yang sudah mengembun. Berharap mendapat sebuah jawaban atas ungkapan perasaan. Akan tetapi, lelaki itu masih bungkam.
Beberapa detik kemudian, tubuh Achel menegang tatkala keningnya merasakan kehangatan atas sebuah kecupan. Bibir Gyan menempel cukup lama hingga kenyamanan mulai menjalar. Matanya pun perlahan terpejam dan air mata menetes Karena tak tertahan. Tak ada kata, tapi rasanya sangat berbeda.
Senyum hangat yang baru pertama kali dilihat melengkung dari wajah tampan. Telapak tangan lebar sudah berada di pipi putih dengan ibu jari yang mengusap lembut air mata yang meninggalkan jejak.
"Tunggu gua setahun lagi."
Anggukan kecil diberikan. Dan kedua tangan gadis di depannya sudah digenggam dengan begitu erat.
"Jaga diri dan hati sampai gua kembali."
Lagi, Achel mengangguk. Tubuh lelaki tinggi itupun kini mendekap tubuh Achel dengan erat. Di mana Achel pun tak menyiakannya. Membalas pelukan itu lebih erat.
Pelukan mulai terurai. Manik mata Achel kembali menatap wajah Gyan dengan sangat dalam. Sedangkan tangan lelaki itu masih berada di pinggang Achel. Seakan enggan untuk melepaskan.
"Apa Kak Gy juga punya perasaan yang sama kepada Achel?" Gadis itu begitu menantikan sebuah kepastian dari Gyan.
Bukannya menjawab, Gyan malah menarik dagu Achel. Jantung gadis itupun mulai berdetak cukup kencang.
"Bukankah bibir ini sudah mendapat jawabannya?"
Achel terdiam. Bukan jawaban itu yang ingin dia dengar. Namun, lengkungan senyum yang menawan membuyarkan pikiran perihal jawaba. Kali ini, dia tak ingin melepaskan pandangan pada sosok yang begitu rupawan.
"Terus jaga perasaan lu itu. Jangan sampai berubah." Ibu jari Gyan pun mulai menyentuh bibir merah Achel.
"Gua harus pergi." Kalimat itu membuat mimik sendu muncul di wajah cantik Achel.
Sebuah senyuman dibalas dengan lambaian tangan perpisahan. Mata Achel terus mengikuti ke mana punggung itu pergi. Sampai benar-benar hilang dari pandangan. Hembusan napas kasar keluar. Matanya sedari tadi nanar. Tubuhnya mulai dia putar. Melangkah keluar dengan sebuah keraguan.
"Sebuah tindakan lebih penting dari ucapan." Langkah Achel terhenti ketika mendengar suara yang dia kenali. William sudah berdiri tak jauh dari dirinya.
"Jangan berekspektasi tinggi kepada Gyan. Dia bukan orang yang suka mengumbar. Tapi, lebih kepada membuktikan."
Lelaki itu mulai mengeluarkan ponsel. Menunjukkan sesuatu kepada Achel yang terlihat sendu.
"Pastikan Achel pulang dengan selamat. Jangan pergi sebelum dia benar-benar masuk ke unit. Tolong, jaga dia untuk saya."
Bibirnya melengkung. Juga air matanya menetes. Ada bahagia dan sedih yang hadir bersamaan.
"Jangan pernah meragu pada lelaki yang bertindak nyata. Bukan hanya sekedar memberi kata."
.
"Jangan meragu," gumam Achel ketika dia sudah berada di atas tempat tidur. Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya.
Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur. Mengetikkan sesuatu di sana.
"Achel akan terus bilang I love you sampai Kak Gy bosan membacanya," gumam Achel setelah mengirimkan pesan kepada lelaki yang masih berada di langit sana.
Senyum kecil terukir. Gadis itu menjelma menjadi cegil demi seorang lelaki yang dinginnya hampir menyamai gunung es.
Alarm sudah berbunyi. Achel meraih ponselnya yang begitu berisik. Mata yang masih sulit untuk terbuka seketika melebar karena sebuah pesan masuk dari seseorang.
"Have a nice dream."
Walaupun bukan membalas kalimat yang dia ketikkan, Achel begitu bahagia tak terkira. Ada kemajuan dari seorang Gyan Abhiseva Wiguna mengetik kata manis seperti itu. Biasanya hanya dia huruf yang dia ketikkan.
Saling membalas pesan dengan lengkungan senyum yang terukir di bibir. Dan itu terus berlangsung sudah hampir sebulan. Saling membalas pesan, melakukan sambungan video maupun suara. Juga sleep call ketika salah satu dari mereka tak bisa memejamkan mata.
Tubuh Gyan memang berada jauh di benua Australia sana, tapi jiwanya seperti berada di samping Achel. Menemaninya di setiap saat.
"Besok gua ada full meeting. Hape kayaknya akan gua silent." Laporan dari manusia kutub kepada gadis tantrum.
"Achel juga banyak kegiatan besok. Palingan akan hubungi Kak Gy pas udah pulang."
Ketika mereka berada di negara yang sama, komunikasi mereka tak seperti ini. Sebaliknya, ketika mereka berjauhan mereka layaknya orang yang tak bisa dipisahkan.
Sesuai dengan ucapan mereka, tepat di hari itu keduanya sangat sibuk. Tak sempat memegang ponsel. Achel pun begitu serius ikut sera dalam sebuah event kampus. Di mana dia harus berbaur dengan mahasiswa lain.
"Minum dulu."
Sebotol air mineral diberikan oleh kakak angkatannya. Lelaki tampan dan menjadi banyak incaran para mahasiswi, Leo.
"Makasih."
Achel menerima air mineral tersebut. Leo ingin membantu Achel membuka tutup botol tersebut, tapi Achel menolak. Terlihat Achel sangat menjaga jarak.
Hari sudah gelap. Semuanya baru selesai dan Achel sudah berjalan menjauhi area kampus. Digerakkannya kepala ke kiri dan kanan karena betapa melelahkannya hari ini. Namun, dia dibuat terkejut oleh Leo yang tetiba sudah ada di sampingnya.
"Aku antar. Udah malam banget," ucapnya. Langkah Achel pun terhenti.
"Enggak baik kan perempuan--"
Deheman seseorang membuat kalimat Leo terjeda. Atensi Achel pun kini tertuju pada sosok yang sudah melipat kedua tangannya di depan dada.
"Wawa!"
Gadis itu berlari menghampiri sang paman dengan raut senang. Memeluk tubuh lelaki yang dia rindukan.
"He's boyfriend?" Achel menggeleng dengan cepat ketika sang paman berbisik.
"Kakak angkatan aja." Erzan pun mengangguk. Tapi, matanya terus menatap ke arah Leo yang mulai tak nyaman ditatap begitu tajam.
Tanpa sempat pamit, Achel dibawa pulang oleh Erzan. Lelaki itu tak membiarkan keponakannya menoleh ke belakang sedikit pun.
"Belajar yang benar. Jangan mengulang kesalahan lagi." Achel mengangguk.
"Kalau sampai kamu dirusak sebelum waktunya. Akan Wawa cari orang itu sampai ke lubang semut sekalipun. Dan enggak akan Wawa kasih ampun."
Deg.
Mendadak jantung Achel berhenti berdetak dengan wajah yang mulai memucat.
...**** BERSAMBUNG ****...
Udah double up nih. Boleh kan tinggalin komennya?
lanjut trus ya Thor
semangat
terlaluuuu...
liat aja dari perjuangan si kulkas, semoga dapat restu dari semua keluarga ya gyan dan achel
akan kudukung karena kalian bukan adik kakak se ayah atau se ibu