SEAN DAN SAFIRA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tujuh
happy reading genks!!!
****
Sean butuh pelepasan.
Sean butuh sentuhan.
Sialan, hanya karena Safira gairahnya bisa segila ini.
Kemana lagi ia bisa melepaskan semuanya kalau bukan menemui sang wanita.
Menuju apartemen Bella di saat dirinya sudah mulai tidak fokus pada pekerjaan hari ini. Waktu makan siang yang seharusnya ia habiskan untuk menyantap segala macam masakan, tapi Sean gunakan untuk memakan sang kekasih.
Bodolah ia tidak peduli tetang meeting siang ini, ia hanya ingin pelepasan. Sialan sekali memang. Brengsek. Setelah berhasil membangunkan gairahnya, Safira malah menjatuhkan harga dirinya dengan sangat dramatis.
Perempuan itu mengatakan terima kasih dan memeluk tubuhnya erat-erat, lalu meninggalkan dirinya begitu saja di dalam kamar, padahal rangkaian di dalam kepala Sean sudah menyuruhnya untuk menarik perempuan itu ke atas ranjang, menelanjanginya, dan saling bergerak hingga peluh membasahi.
Shit! Kepala Sean pening rasanya setiap mengingat itu
Begitu pun saat ia sarapan bersama ayah mertuanya, adalah bagian paling menyiksa karena Sean harus menahan hasrat setan yang menggebu di dalam dirinya.
Pertanyaan-pertanyaan ayah Adrian yang dilemparkan untuknya dijawab oleh Sean dengan penuh kewibawaan, semata-mata demi menahan kejantanannya yang sudah bergerak gelisah di balik resleting celananya—seperti melesak meminta untuk segera di bebaskan.
"Kamu kenapa sih, sayang?" Begitulah pertanyaan Bella setelah mereka selesai bergumul dengan peluh membanjiri sekujur tubuh.
Iya. Yang Sean mau hanya ini. Seandainya Safira tidak melemparkan poin perjanjian keparat itu—yang melarang mereka untuk melakukan kontak fisik, mungkin Sean tidak akan segan-segan membawa Safira terbang menuju nirwana.
"Se ... hm, ada apa?" Tatapan mata Bella terlihat curiga.
Wajar saja curiga, jika biasanya Sean akan menyebut namanya begitu mereka sama-sama mencapai puncak, kali ini yang ia dengar hanya geraman dari lelakinya.
Tentu pikiran buruk di dalam kepalanya membuat hatinya menjadi tidak tenang. Ingatkan kalau lelakinya itu baru saja menginap di dalam rumah sang mertua bersama dengan istri pura-puranya.
"Gak apa-apa kok, aku cuma rada capek. Kerjaan aku banyak. Papa juga lagi seneng banget nugasin aku kerjaan yang berat-berat," elak Sean, tidak ingin kekasihnya berpikiran yang buruk tentang dirinya.
Selimut putih itu ia naikan hingga sebatas dada, lalu memeluk lengan Sean dengan erat. "Aku kangen sama kamu."
"Aku juga," Sean mengelus kepala Bella, meletakan dagunya di atas helaian lembut berwarna hitan itu. "aku juga kangen kamu." kalimat itu terasa tidak tulus saat ia keluarkan.
Astaga, sebenarnya apa yang salah dengan dirinya. Meski tubuh Sean berada di dalam Bella, tapi hatinya melalang jauh entah kemana.
Apa ini efek berciuman dengan Safira? separah ini?
"Bohong," Bella mulai merajuk, dan itu berhasil membuat Sean mengalihkan pikirannya yang sedang memikirkan sang istri.
Apa? Istrinya? Ya Tuhan, apa ini bisa di sebut selingkuh?
"Kemarin kamu gak ada hubungin aku. Kamu seneng ya ada di rumah mertua kamu. Seneng bisa tidur sama istri kamu?"
"Apa sih, Bel ... gak gitu lah, aku cuma gak mau Safira salah paham."
Salah paham? Mengerjap bodoh, Sean merasa ada yang aneh dari kalimatnya.
"Loh, kamu bilang dia udah tahu tentang hubungan kita. Gak ada yang salah dong kalo kamu hubungin aku?" Bella mencibir kesal. Lihatkan, belum apa-apa ia sudah terlupakan. "Aku jadi benci sama sikap kamu yang kayak gini."
Ia lepas lilitan tangannya di lengan Sean, terduduk seraya menarik selimut agar menutupi tubuh telanjangnya.
Mendengus resah, karena nyatanya, ciuman bersama Safira bisa berpengaruh separah ini. Sean lantas ikut beranjak, duduk di sebelah tubuh Bella. "Maaf, bukan aku mau mengabaikan kamu. Tapi situasinya juga lagi gak baik. Aku takut obrolan kita nanti di denger sama ayah mertua aku."
"Tapi seengganya kamu bisa balas pesan aku, Sean." Mata Bella sudah berkaca-kaca, bagaimana pun, sebelum Sean menikah, dialah wanita satu-satunya untuk lelaki itu. "Semalaman aku gak bisa tidur hanya karena aku nungguin pesan kamu. aku gak tahu apa yang pacar aku lakuin sama perempuan lain di sana."
"Bel."
"Sean, kamu gak macem-macem kan?"
"nggak," jawabnya cepat.
nggak, jujur ia tidak macem-macem, tapi hanya semacam. mencium Safira, misalnya?
"Maaf, sayang." Sean berujar seraya mengambil telapak tangan Bella, menggenggamnya erat. Saat ia mengatakan maaf, itu benar-benar dari lubuk hatinya yang sangat dalam.
Mungkin juga ia meminta maaf karena telah mencumbu wanita lain tanpa mengingat nama sang kekasih yang telah ada di dalam hatinya. Tapi ... yang ia sebut wanita lain adalah perempuan yang sudah berstatus sebagai istrinya.
Demi apa pun, Sean galau sekali. Harusnya ia bisa menahan diri untuk mencium Safira, seharusnya ia bisa menahan segala hasrat di dalam dirinya kalau yang terjadi malah kegilaan ini semakin membesar.
"Maafin aku sayang."
"Atau jangan-jangan kamu cuma nganggep aku sebagai pelampiasan? Iya? Karena aku ngerasa kamu nemuin aku cuma untuk nidurin aku, Sean." tuding perempuan itu tidak suka.
"kamu bilang apa sih?" Sontak Sean menggeram bersama usapan kasar di wajahnya. "Astaga, Bel ... kamu punya pikiran kayak gitu dari mana? Gak sama sekali aku punya pikiran kayak gitu."
Meskipun sudut hatinya membenarkan ucapan Bella.
"Aku sayang kamu."
"Iya aku percaya." Satu tetes cairan bening itu jatuh membasahi pipi mulus Bella. tidak memungkiri kalau Sean merasa sakit melihat Bella menangis. "Aku percaya kamu sayang sama aku. Tapi aku masih sulit percaya kalau kamu sama perempuan itu gak akan ngelakuin apapun di dalam satu kamar yang sama."
"Bel!"
"Sean," Bella menoleh dan mempertemukan pandangan mereka. "Kalian dua orang dewasa dengan jenis kelamin berbeda. Apapun bisa terjadi. apapun, meski rasanya aku enggan untuk memikirkannya."
brengsek! Sean benar-benar merasa brengsek saat ini.
"Tapi aku gak mungkin khianatin kamu, Bella."
"Apa yang gak mungkin?" Masih dengan pikiran buruk yang bersarang di kepalanya, Bella terus menuding Sean. memuntahkan rasa sakit di dadanya. "Salah kalau aku punya pikiran kayak gitu? Salah kalau aku takut pacar aku bakalan ninggalin aku?"
Menggelengkan kepalanya frustrasi, Sean memutus pandangan mereka, lalu menunduk dalam. Benaknya menyelam pada kejadian semalam. Benar apa yang Bella katakan, bahkan ia hampir melewati batasan itu saat menyentuh tubuh Safira.
Sean tidak ingin mengkhianati Bella. Wanita yang ada di dalam hatinya cuma perempuan itu. Sumpah demi apapun ia mencintai Bella, tapi kini hatinya seolah sedang diuji dengan kehadiran Safira.
"Kamu ingat janji kamu sama aku?"
Kepala Sean terangkat, lalu mengangguk sekilas. "Aku gak akan ninggalin kamu, Bel. Aku gak akan lepasin tangan kamu sebelum kamu sendiri yang ngelepasin aku." jelasnya dengan senyum yang terpatri di wajah gundahnya. "Aku sayang kamu, Bella."
Namun jauh dari itu, ada perasaan tidak enak yang mencokol di hatinya.
Mungkin Sean bisa berkata seperti ini sekarang, tapi takdir tidak ada yang pernah tahu, bagaimana perasaan yang mereka miliki ke depannya. Tuhan memiliki banyak skenario untuk umatnya.
****
terima kasih untuk yang baca cerita ini, terima kasih sudah menyukai. terima kasih untuk poin nya.
udah dihapus ya thor?
dimana kalau mau baca kisah mereka lagi...🥺
tp masih ada yg belum diubah itu thor.
hmmm fir fir.. mending kamu biarin jona sm diana. Klo sama medusa, Ga berasa canggung apa ya jdi satu keluarga sm mantan tmn tidur suami? 🙄
lagian knp jd ngurusin dia
otak dipke dong
Ga ada alesan bantuin atau apapun itu. Ingat sdh berumah tangga.
Lemah bgt jd cow, gmn mau ngelindungin anak istri
Bukan kyk sean yg plin plan
Dia begitu krn obsesinya sendiri.