Dikhianati dan dijebak oleh suami dan kekasih gelapnya, seorang wanita polos bernama Megan secara tak terduga menghabiskan malam dengan Vega Xylos, bos mafia paling berkuasa di dunia malam. Hingga akhirnya, dari hubungan mereka malam itu, menghasilkan seorang putra jenius, Axel. Tujuh tahun kemudian, Vega yang terus mencari pewarisnya, tapi harus berhadapan dengan Rommy Ivanov, musuh lamanya, baru mengetahui, ternyata wanita yang dia cari, kini telah dinikahi musuh besarnya dan berniat menggunakan kejeniusan Axel untuk menjatuhkan Kekaisaran Xylos. Bagaimana Vega akan menghadapi musuh besarnya dan apakah Megan dan putranya bisa dia rebut kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Jaringan Laba-laba Sang Hacker
Kamar itu sunyi. Keheningan Eropa Timur yang dingin menelan suara napas Megan. Ia duduk di tepi ranjang sutra, berlian di jari manisnya terasa membakar kulit, sebuah pemberat yang mengikatnya pada takdir baru. Rommy Ivanov tidak meninggalkan luka fisik, tetapi klaim posesifnya jauh lebih dalam, meninggalkan jejak yang terasa seperti kotoran yang tidak bisa dicuci bersih.
Megan bangkit, langkahnya tertatih menuju kamar mandi marmer. Ia berdiri di bawah pancuran air panas yang deras, mencoba menghapus bukan hanya sentuhan Rommy, tetapi juga bayangan malam traumatis bertahun-tahun lalu dengan Vega. Ironisnya, Rommy, dengan semua kekejaman dan kemewahannya, kini menjadi satu-satunya penghalang antara dirinya dan dunia yang mengancamnya.
“Aku harus bertahan,” bisiknya pada ubin dingin. “Demi Axel. Aku akan memainkan perannya. Aku akan menjadi Ratu-nya Rommy Ivanov, sampai aku menemukan celah untuk keluar. Rommy, kau lebih gila dari Vega!" air mata dan rasa penuh kejijikan pada dirinya sendiri, sangat mengganggu Megan.
"Apa gunanya aku kini...aku telah kotor,aku kotor... aku benci... aku benci tubuhku sendiri..." teriak Megan frustasi dan terluka....
Sementara Megan mencoba menyusun kembali kewarasannya, Axel berada tiga lantai di atas, di ruang kerja barunya yang dipenuhi monitor melengkung dan CPU bertenaga tinggi. Dia tidak sedang bermain. Jari-jari mungilnya menari di atas keyboard, mata tajamnya yang persis seperti mata seorang elang menelusuri data yang telah ia tarik dari server tersembunyi Rommy.
File yang paling menarik perhatiannya adalah arsip komunikasi internal yang diberi label 'Proyek Xylos: Retasan 8 Tahun Lalu'.
Axel mengklik arsip itu. Data yang disajikan sangat teknis, namun bagi otaknya yang genius, itu semudah membaca buku bergambar. Itu adalah log detail tentang serangan terkoordinasi terhadap markas mafia utama di Mediterania, tepat delapan tahun lalu.
“Markas utama ditembus di Sektor Gamma. Target utama, Vega Xylos, berhasil melarikan diri, namun fokusnya terpecah karena keberadaan subjek wanita tak teridentifikasi di sayap timur,” Axel membaca laporan yang terenkripsi.
Dia mengerutkan kening. Mengapa Rommy sangat tertarik dengan serangan itu? Dan mengapa ada subjek wanita tak teridentifikasi? Axel melanjutkan membaca, membandingkan data ini dengan foto buram pria bertato naga hitam yang ia temukan sebelumnya.
Pria itu adalah komandan lapangan Rommy.
Tiba-tiba, sebuah koneksi mengerikan terjalin. Rommy bukan hanya musuh Vega; Rommy adalah dalang di balik kekacauan yang terjadi pada malam itu. Malam ketika ibunya… diculik dan berakhir di klub Heaven.
Axel bergidik, bukan karena takut, tetapi karena pemahaman yang dingin. Perlindungan Rommy adalah kebohongan. Rommy telah menyembunyikan mereka di sarangnya sendiri, menggunakan mereka sebagai alat, bukan sebagai keluarga.
Axel mem-backup semua data itu ke dalam flash drive kecil yang disembunyikan di balik bingkai foto. Dia tahu, jika Rommy menyadari betapa jauh ia telah masuk ke dalam servernya, nyawa mereka berdua akan terancam. Dia harus bertindak sebagai mata-mata, seorang anak yang polos, sementara di balik layar, ia adalah jenderal kecil yang sedang mempersiapkan pertempuran. Matanya berkilat sedingin kutub utara, seringai bagaikan serigala di Kutub Selatan, dan ketenangan yang sangat waspada bagi usia seperti dia itu sangat langka. Sebaris gigi kelincinya kini nampak bagaikan seringai iblis pencabut nyawa.
*****
Makan malam disajikan di ruang makan utama, sebuah ruangan panjang dengan jendela setinggi langit-langit yang menawarkan pemandangan kota di bawah. Megan mengenakan gaun sutra yang disiapkan oleh pelayan, cincin Rommy berkilauan di bawah cahaya lampu kristal.
Rommy duduk di ujung meja, menyajikan wine merah dengan gerakan anggun. Axel duduk di antara mereka, tampak menikmati steak-nya yang dimasak sempurna.
“Axel bercerita padaku tentang kecanggihan ruang kerjanya,” kata Rommy, tersenyum bangga. “Anakmu luar biasa, Megan. Dia akan menjadi aset yang tak ternilai.”
Megan menatap putranya, mencoba mengirimkan pesan peringatan melalui tatapan mata, tetapi Axel terlalu sibuk memasukkan data teknis ke Rommy tentang peningkatan keamanan digital.
“Aku senang kau menyukai villa ini, Axel,” lanjut Rommy, tatapannya beralih pada Megan. Tatapan itu terasa seperti sentuhan, sebuah pengingat yang konstan tentang kepemilikan yang baru saja ia klaim.
“Ini jauh dari rumah,” jawab Megan datar. “Dan aku masih terkejut kau bisa menemukan kami, setelah bertahun-tahun.”
Rommy meletakkan gelasnya. “Tidak ada yang tersembunyi dari mataku, Ratu. Apalagi permata sepertimu dan calon pewaris yang genius. Aku memiliki mata-mata di mana-mana. Bahkan di masa lalumu.”
Jantung Megan berdetak kencang. “Masa laluku?”
“Ya,” Rommy bersandar santai. “Aku tahu tentang Jose, pengkhianatan Wina, dan tentu saja… malam yang kau habiskan di klub Heaven.”
Megan menelan ludah. Rasa panik mulai muncul. “Apa yang kau tahu tentang malam itu?”
“Aku tahu semuanya,” bisik Rommy, nadanya berubah mengancam. “Aku tahu siapa yang menjualmu. Aku tahu siapa yang membeli kamar VIP itu. Dan aku tahu siapa yang akhirnya mengambilmu. Tapi kau jangan khawatir. Cerita itu akan terkubur, dan sekarang, kau adalah istriku. Itu adalah sejarah yang tidak perlu diulang. Terutama jika kita ingin menjaga Axel dengan aman.”
Ancaman itu jelas: jika Megan mencoba melarikan diri, Rommy akan menggunakan informasi itu untuk menghancurkannya, dan mungkin membahayakan Axel. Atau Megan tidak akan bisa bertemu dengan Axel lagi untuk selamanya. Megan bergidik ngeri. Bulu kuduknya meremang.
Megan memaksa dirinya untuk tersenyum. “Aku mengerti. Kami berhutang padamu, Rommy.”
“Bagus. Besok, aku akan memperkenalkanmu pada beberapa rekan bisnis. Mereka perlu tahu bahwa kau adalah Ratu yang layak berdiri di sampingku,” Rommy mengumumkan. “Pernikahan kita adalah pernyataan—pernyataan kekuasaan. Ini adalah undangan terbuka bagi Vega Xylos untuk melihat apa yang dia lewatkan, apa yang sekarang menjadi milikku.”
Rommy kembali fokus pada Axel, yang kini dengan antusias mendiskusikan firewall. Megan melihat senyum palsu Rommy, dan menyadari bahwa Rommy tidak hanya ingin memiliki Megan; dia ingin mempermalukan Vega. Pernikahan ini adalah bagian dari perang yang lebih besar. Ada rasa sesal yang setipis benang sutra di hati Megan yang berdegup kencang. Gelisah hebat.
Setelah makan malam, Megan kembali ke kamar. Ia tidak bisa tidur. Ia berjalan ke jendela, menatap lautan yang gelap. Ia harus menemukan cara untuk menghubungi dunia luar, cara untuk memastikan apakah ancaman Rommy benar-benar mutlak, atau apakah ia hanya menggunakan ketakutan Megan.
...****************...
Sementara Megan tenggelam dalam rencana pelarian yang mustahil, Axel kembali ke ruang kerjanya. Dia tidak bisa tidur. Rasa bersalah karena berinteraksi dengan Rommy, ditambah dengan kengerian atas kebenaran yang ia temukan, membuatnya gelisah. Dia harus menemukan kelemahan Rommy, dengan cepat.
Axel kembali meretas server Rommy, kali ini mencari komunikasi eksternal. Dia ingin tahu siapa lagi yang dihubungi Rommy terkait 'Proyek Xylos'.
Dalam log komunikasi yang sangat terenkripsi, Axel menemukan serangkaian koordinat yang dikirim ke sebuah nomor anonim yang terdaftar di Indonesia. Koordinat itu ternyata adalah alamat kantor lama Jose, dan… alamat sebuah markas militer terpencil yang digunakan oleh kelompok teroris yang pernah bentrok dengan Vega Xylos.
Axel menghela napas. Rommy bukan hanya mencuri Megan sebagai trofi; Rommy masih aktif berusaha menghancurkan Vega, menggunakan Megan sebagai umpan dan Axel sebagai alat. Rommy adalah monster menakutkan, yang jauh lebih terencana, daripada yang diperkirakan siapa pun.
Saat Axel hendak menutup programnya, matanya menangkap satu file lagi, tersimpan jauh di dalam sub-direktori yang terlindungi oleh enkripsi level-9. Itu adalah log video pendek, hanya berdurasi tiga detik.
Axel membuka video itu. Kualitasnya buram, diambil dari kamera tersembunyi. Di sana, di dalam ruang VIP sebuah klub malam yang gelap, terlihat Megan yang sayu, sedang didorong ke dalam sebuah kamar. Dan sosok yang mendorongnya, tersenyum licik, adalah Wina.
Tepat di belakang Wina, berdiri seorang pria tegap yang memegang ponsel, seolah sedang merekam. Pria itu adalah Jose.
Dan di log yang sama, Axel menemukan nama yang tertera sebagai penerima pembayaran untuk transfer Megan: **Wina Adelia dan Jose Hartono.**
Kemarahan dingin memenuhi hati Axel kecil. Ini bukan hanya tentang Vega. Ini adalah tentang ibunya yang dijebak dan dijual oleh orang-orang terdekatnya. Rommy hanyalah pemangsa terakhir. Axel mengepalkan tangan kecilnya. Dia tidak bisa lagi menunggu. Dia harus melakukan sesuatu yang drastis, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh seorang hacker cilik genius.
Axel mulai mengetik, jarinya yang lincah menargetkan sistem keamanan yang paling rentan: saluran komunikasi Rommy. Dia tidak akan menghubungi polisi. Dia tahu hanya satu orang di dunia ini yang bisa melawan Rommy di arena kekuasaan ini. Axel mengabaikan ketakutannya dan mulai merumuskan pesan yang sangat singkat dan terenkripsi, sebuah umpan digital yang ditujukan kepada Bos Mafia Internasional: **Vega Xylos.**
Pesan itu hanya berisi dua kata dan satu koordinat. Dua kata yang akan menyalakan kembali api perang terpendam.
“Dia Disini.”
Dan koordinat markas Rommy Ivanov.
Axel menekan 'Kirim' dan mematikan semua jejak digitalnya. Permainan telah dimulai. Tapi dengan tak tik kritis seorang anak kecil yang biasa kebanyakan suka main mobil mobilan, Axel sudah ada di pusat badai itu sendiri.