Kalian pernah nggak sih suka sama sahabat kalian? Yah kali ini aku sadar kalau aku suka sama sahabat dari kecil ku. Dari umur 3 tahun hingga sekarang aku umur 23 tahun baru sadar kalau aku suka bahkan cinta sama dia. Namun bagaimana mungkin aku menyatakan perasaan ini? Kami itu sahabatan. Bagaimana aku menaruh hati dengannya/ bahkan dia juga sudah punya pacar. Pacar yang selalu dia bangga-banggakan. Aku bingung bagaimana harus mengungkapkannya!
Hai namaku Dion! Umur ku saat ini 23 tahun, aku baru saja lulus kuliah. Aku suka banget dengan kedisiplinan namun aku mendapatkan sahabat yang selalu lalai terhadap waktu dan bahkan tugasnya. Bagaimana cerita kami? Lest go
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 22
Adik Dion, Valeri, akhirnya tiba di rumah. Gadis itu ternyata sedang menikmati libur semester. Dengan langkah ringan dan semangat yang terpancar dari wajahnya, Valeri memasuki rumah yang sudah lama tak ia kunjungi. Sesampainya di ruang tamu, ia langsung melihat ibunya—Mama Dion—yang sedang asyik menonton televisi.
“Mama,” ucap Valeri dengan suara lembut dan penuh kerinduan.
Mama Dion, seorang wanita paruh baya, langsung menoleh ke arah suara yang begitu ia kenal. Begitu melihat putrinya berdiri di ambang pintu, matanya berbinar-binar penuh kebahagiaan.
“Ya ampun, Sayang! Kenapa kamu tidak mengabari Mama sebelumnya?” seru Mama Dion dengan suara gemetar karena haru.
“Kalau Valeri pulang dan minta dijemput Mama, di mana dong titik kemandirian Valeri? Kan Valeri diasramakan supaya belajar mandiri,” jawab Valeri dengan nada sedikit bercanda namun tetap bangga.
Mendengar jawaban itu, Mama Dion tersenyum bangga. Ia bangkit dari sofa dan langsung memeluk putrinya yang sudah lama tidak ia lihat. Pelukan itu terasa begitu hangat, erat, dan penuh cinta. Seolah-olah Mama Dion tidak ingin melepaskan pelukan itu sama sekali.
“Hmm... sepertinya Mama sudah sangat lama tidak memeluk Valeri,” ujar Valeri dengan lembut, menyadarkan ibunya dari lamunan penuh rasa rindu.
“Oh, iya ya,” ujar Mama Dion sembari tersenyum malu dan melepaskan pelukannya perlahan.
“Oke, kalau begitu, kamu ke kamar dan bereskan barang-barangmu, ya. Kamar kamu selalu Mama bersihkan dan rapikan, kok,” ucapnya.
“Makasih, Ma,” jawab Valeri sambil tersenyum. Ia lalu mengangkat koper dan tasnya yang sempat diletakkan di lantai. Namun, langkahnya sempat terhenti saat menyadari bahwa sosok Dion tidak ada di ruang tamu.
“Kak Dion mana, Ma?” tanyanya penasaran.
“Oh, Dion kayaknya masih mandi. Dia bilang mau ke rumah pacarnya,” jawab sang ibu santai.
“Pacar?” tanya Valeri kaget.
“Iya,” jawab Mama Dion sambil mengangguk dengan tenang.
Pacar? Sejak kapan Kak Dion berani mengungkapkan perasaannya ke Kak Voni? batin Valeri dalam hati.
Valeri kemudian menuju kamarnya. Ia membuka pintu dan menghirup dalam-dalam aroma kamar yang selama ini ia rindukan. Tanpa menunda-nunda, ia langsung membereskan barang-barangnya. Baju-bajunya ia susun dengan sangat rapi di lemari. Sprei kasurnya yang sudah rapi pun kembali ia buka dan pasang ulang sesuai standar kerapiannya yang kini lebih tinggi. Ya, Valeri kini jauh lebih disiplin, teratur, dan dewasa.
Setelah selesai menata kamar, Valeri segera mandi. Usai berpakaian dan mengeringkan tubuh, ia berjalan menuju kamar kakaknya dengan handuk pengering rambut masih melilit di lehernya.
“Permisi, Kak,” ucapnya pelan sambil membuka pintu kamar Dion.
Dion yang sedang menata rambutnya di depan cermin sontak kaget saat melihat adiknya berdiri di ambang pintu.
“Sejak kapan kamu pulang? Kapan Mama menjemput kamu?” tanya Dion dengan bingung.
“Yah, aku pulang sendiri dong, Kak. Kalau aku minta dijemput, itu artinya aku gagal jadi anak mandiri,” jawab Valeri dengan bangga. Dion tersenyum melihat tingkah adiknya yang kini terlihat semakin dewasa dan mandiri. Ia pun kembali melanjutkan menata rambutnya.
“Padahal ketemu Kak Voni itu udah lama, deh. Tapi kenapa baru sekarang berani pacaran sama dia? Kapan Kakak nembak Kak Voni?” tanya Valeri polos, membuat Dion terkejut mendengarnya.
“Pacaran sama Voni?” tanya Dion heran, menatap adiknya dengan dahi mengernyit.
“Iya, kan kata Mama Kakak mau ke rumah pacar Kakak. Yah, siapa lagi kalau bukan Kak Voni?” ujar Valeri semakin yakin dengan dugaannya.
“Hei, aku sama Voni cuma sahabatan. Dan memang benar kata Mama, aku mau ke rumah pacarku. Tapi pacarku itu Reta,” jelas Dion sambil tersenyum tenang.
Valeri sontak kaget. Wajahnya berubah menjadi penuh tanda tanya. Terakhir kali yang ia ingat, kakaknya itu sempat dijodohkan dengan Voni dan mereka bahkan sempat bertengkar karena hal itu. Selain itu, setahu Valeri, Dion pernah bilang bahwa ia trauma terhadap perempuan dan hanya peduli pada Voni. Lalu, bagaimana bisa sekarang dia malah pacaran dengan orang lain?
“Kok bisa, Kak? Bukannya Kakak trauma sama cewek? Dan setahu aku, Kakak cuma peduli tentang Kak Voni,” tanya Valeri dengan nada penuh keheranan.
“Sssttt... pertanyaan kamu banyak banget. Waktu Kakak sedikit lagi. Jadi Kakak nggak bisa jawab semuanya sekarang. Kakak mau pergi dulu, ya. Dadah!” ujar Dion cepat sambil bergegas mengambil tasnya dan melambaikan tangan pada adiknya.
Valeri hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan kakaknya berlalu pergi. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan dan butuh penjelasan. Perasaannya tidak tenang. Ia merasa ada yang aneh dan tidak sesuai dengan apa yang selama ini ia pikirkan.
Tanpa menunggu lebih lama, Valeri segera mengeringkan rambutnya dengan handuk, mengenakan sepatu, dan bersiap keluar rumah. Tujuannya hanya satu: rumah Kak Voni. Ia harus berbicara langsung dengan Voni. Bukan hanya ingin mencari tahu soal hubungan Dion dan Reta, tapi ia juga ingin mengajak Voni untuk menemaninya lari sore.
Apa? Mengajak Voni lari sore? pikir Valeri sambil tertawa kecil dalam hati.
Ya, mengajak Voni lari sore memang seperti mimpi di siang bolong. Semua orang tahu, Voni adalah tipe gadis yang malas, apalagi jika berhubungan dengan aktivitas fisik. Namun entah mengapa, Valeri tetap ingin mencobanya. Mungkin saja kali ini Voni akan luluh dan bersedia. Atau... minimal bisa diajak duduk di taman sambil mengobrol panjang lebar.
Dengan semangat membuncah, Valeri keluar dari rumah, menyusuri jalan setapak menuju rumah Voni. Petualangan dan jawaban baru tampaknya menantinya di sana.
#Sayamaudibintangi#