Sinopsis
Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.
Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.
Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.
Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.
Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.
Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Apa hubungannya?
Mentari mulai memunculkan tugasnya, sinar pagi yang hangat dan damai.
Nara sudah berkutat diantara alat-alat memasak di dapurnya, di tengah hobi yang memang suka berlama-lama mencoba rasa yang baru dalam setiap masakannya.
'semoga Mahesa suka.' bibirnya mengulas senyum memandang pada box nasi yang sudah berisi beberapa lauk di dalamnya.
Rasa ingin dibanggakan selalu Nara inginkan, meski perihal kecil, apapun itu yang terpenting ia merasa dianggap.
"Mbak, nanti kalo Aiden sudah bangun langsung di siapkan ya. Aku masih mau ke rumah Mahesa dulu." pamit Nara kearah pengasuh yang kini membantu Nara di rumahnya.
Mbak Mirna menghentikan aktivitasnya, "baik bu." balasnya mengangguk.
*
*
*
Nara mengetuk beberapa kali pintu bercat coklat di hadapannya, "Esa...." panggilnya pada sang pemilik rumah.
Begitu pintu terbuka, hal lucu menggelitik perutnya. Bagaimana tidak, rambutnya yang acak-acakan, wajahnya yang masih bermuka bantal dan pandangannya yang masih sayu.
Nara tertawa pelan melihat Mahesa, "sudah pagi loh ini." ucapnya mengejek.
Mahesa mempersilahkan Nara masuk, "tapi masih ganteng kan." balasnya, ia membuntuti kemana arah Nara.
Nara meletakkan box yang ia bawa tadi ke meja makan, menuang semua lauk ke dalam wadah, "ini aku bawa makanan, dari pagi masakin kamu." tangannya tetap fokus pada kerjaan.
Mahesa memeluk Nara dari belakang, menghirup aroma wangi yang menguar dari rambut Nara.
"sana mandi dulu Sa, kamu bau." Nara mendorong pelan tubuh Mahesa meninggalkan ruang makan.
Mahesa menghentak-hentakkan kakinya meninggalkan Nara, bibirnya maju cemberut, tapi tanpa banyak kata ia patuh apa yang Nara ucapkan.
'selesai, tinggal tunggu Mahesa siap-siap.' ucap Nara.
Nara yang biasa kesana tapi hanya tau ruang tamu, ruang makan dan dapur saja, kini ia mulai ingin tau bagaimana seluk beluk isi dari rumah mantan kekasihnya dan kekasih gelapnya itu sekarang.
Ia berhenti di depan pintu bercat hitam, 'ini kayaknya kamar Mahesa, tadi dia masuk kesini.' Nara berpindah ke sebelah pintu yang sedikit tertutup, bahkan jika di lihat dari depanpun nggak akan kelihatan karna tertutup rak yang lumayan tinggi.
'ini kamar apa ya?" tanyanya saat berada di depan pintu yang tertutup rapat itu.
Pelan Nara membuka, menongolkan sedikit kepalanya ke dalam, melihat seisi ruangan ternyata ruang kerja, seperti biasa ada meja dan berkas-berkas yang tertumpuk di atasnya.
Nara masuk ingin melihat apa yang tengah Mahesa kerjakan, sebab setiap ditanya kerjaan, dia selalu menjawab dengan jawaban yang kurang puas menurut Nara.
'PT..' ucap Nara tergantung, begitu fokusnya tertuju pada map merah yang tertindih kertas-kertas lain.
'loh kok...' wajahnya bingung, rasa heran dan bertanya-tanya seakan berputar-putar di dalam pikirannya.
'kalo emang Mahesa tempat kerjanya sama dengan Mas Rama, kenapa dia nggak cerita ya? Padahal aku pernah dengan jelas menyebut tempat kerja Mas Rama dan naungannya.' batinnya keheranan.
Mendengar pintu akan terbuka, lekas Nara mengembalikan berkas yang ia pegang tadi dan seolah dia tengah mengamati seisi ruangan tersebut.
"Nara kamu sedang apa disitu?" tanya Mahesa, wajahnya sedikit pias, ada raut kencang yang jarang Nara temukan pada kebiasaan Mahesa.
Nara berusaha bersikap biasa saja, seolah tak terjadi apa-apa, "nggak cuma pengen lihat ruang kerja mu aja Sa." balasnya semoga tidak mencurigakan.
Mahesa menggeret tangan Nara keluar, "jangan masuk kesana lagi, aku takut berkas-berkas disana berantakan." perintahnya tegas tanpa basa-basi.
Nara hanya menganggukkan kepalanya pelan seolah menyetujui apapun perintah Mahesa. Tetapi, didalam otaknya masih berputar pertanyaan, rasa penasarannya masih besar.
Ingin bertanya, tapi lebih baik Nara melihat dulu isi dari berkas tadi.
"aku pulang ya Sa, tadi Aiden belum bangun soalnya." pamit Nara.
"ya sudah, nanti aku ajak jalan-jalan ya, sekarang aku masih lumayan sibuk sama kerjaan belum bisa di tinggal." balasnya berasalan.
*
*
*
Bunga yang mulai bermekaran, bergerak ke kanan-ke kiri melambai-lambai karna terpaan angin. Cuacanya terik tanpa awan mendung sedikit pun.
Nara duduk di bangku panjang depan teras yang sudah di siapkan untuk bersantai, pandangannya ke depan tapi kosong, pikirannya masih berkelana dengan perusahaan yang ia baca tadi, ada hubungan apa Mahesa dengan tempat kerja Suaminya itu.
'aku harus bisa kesana lagi, terus baca apa isi dari berkas itu. Penasaran banget sama isinya, tapi gimana caranya ya?' batin Nara mulai ramai dengan isi otaknya.
Melihat Aiden yang tengah bermain riang bersama Mbak Mirna hati Nara menghangat, rumahnya tak begitu sepi dan Aiden sepenuhnya ada teman bermain, selagipun Suaminya tak tau menau dengan adanya pengasuh disini.
Nara tersenyum, di dalam otaknya terselip sedikit cara agar bisa kembali masuk ke ruang kerja milik Mahesa.
"Mbak aku ke sebalah dulu ya, ada urusan penting, titip Aiden." Nara beranjak dari duduknya.
"baik Bu." lekas Mbak Mirna langsung membawa Aiden ke delam sebentar agar tak melihat jika Ibunya pergi keluar.
*
*
*
Beberapa kali Nara mengetuk pintu rumah Mahesa, "Sa..." panggilnya.
Begitu pintu terbuka, Nara langsung nyelonong masuk ke dalam, "kangen, kamu sibuk terus." ucapnya manja.
Nara memeluk tubuh Mahesa kuat, menyalurkan rasa yang tak sebenarnya niat Nara.
Mahesa membelai halus rambut panjang Nara, "aku masih ada kerjaan Sayang." ujarnya pelan.
Nara melepas tangannya, wajahnya cemberut, "nanti malam istri mu akan datang, kita akan susah berduaan." ia melipat tangannya ke depan seolah tengah marah.
Mahesa yang melihat wajah cemberut Nara bukan beriba, melainkan tambah gemes menurutnya. Mahesa langsung mengecup sebentar bibir Nara.
"Sini duduk dulu." tuntun Mahesa ke arah sofa di ruang tamunya.
"tumben banget kangen, manja-manja, biasanya aku yang begitu sama kamu Ra." heran Mahesa begitu mereka duduk berdekatan tanpa sekat.
Nara menoleh, wajahnya ia imut-imutkan, "emang nggak boleh?" tanyanya sendu.
Mahesa mengembangkan senyumnya, "boleh lah, malah aku bahagia banget." balasnya.
Nara memeluk tubuh kekar milik Mahesa, ingin memancing agar usahanya dengan mudah berjalan.
"tapi aku masih sibuk Nara." ucapnya tenang, seoalah tak peka dengan kemauan Nara.
Tanpa babibu dan malu-malu, Nara berpindah posisi, duduk di pangkuan Mahesa, "Sa..." ucapnya, jari tangannya yang lentik membelai dada Mahesa pelan.
Mahesa masih tetap dengan pendiriannya, sebab kerjaannya memang tengah melambai-lambai di depan matanya.
Melihat Mahesa yang tak berpengaruh dengan usahanya, Nara semakin liar, ia menggerak-gerakkan tubuhnya di atas pangkuan Mahesa.
"nanti kalo istri mu datang, kita gimana ketemunya ya Sa?" Nara memusatkan pandangan pada wajah Mahesa, melihat bagaimana reaksi karna ulahnya.
Lenguhan mulai keluar pelan dari mulut Mahesa, "Nara... Kenapa kamu nakal sekali." racaunya.
~