NovelToon NovelToon
Rainy Couple SEASON TWO

Rainy Couple SEASON TWO

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: IG @nuellubis

"Ivy nggak sengaja ketemu sama kamu dan Nabilah. Kamu--sabtu kemarin itu--ketemuan kan sama Nabilah di Rainbow Caffee?!"

Sempet ada jeda sebentar, yang akhirnya Matias berbicara juga. "I-iya, t-tapi a-aku ng-nggak ka-kayak yang kamu pikirin. Aku sama Nabilah pun nggak ada hubungan apa-apa. Murni ketemuan sebagai temen. Aku cuman cinta sama kamu, Ke."

Ternyata Kezia masih mau memaafkan Matias. Berlanjutlah kisah cinta mereka. Hanya saja, jalan di hadapan mereka berdua semakin terjal.

Berikutnya, tidak hanya tentang Matias dan Kezia. Ada juga kisah Martin Winter dan Vanessa Rondonuwu. Pun, kisah-kisah lainnya. Kisah yang sama manisnya.

Terima kasih banyak yang sudah menyimak season one RAINY COUPLE di tahun 2020 silam. Kali pertama aku menulis novel di platform.

NOVEL INI PERNAH MELEDAK DI NOVELTOON DI TAHUN 2020 SILAM!

Season 1 Rainy Couple
(https://noveltoon.mobi/id/share/102447)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IG @nuellubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Martin Mulai Bekerja di Tombeng Restaurant

"Kepada Yth. Ibu Carissa Tombeng

di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Martin Winter, ingin mengajukan lamaran pekerjaan di Tombeng Restaurant sebagai staf dapur atau kurir pengantar makanan."

Surat lamaran itu sudah dimasukkan ke dalam amplop coklat. Martin sudah berada di depan Tombeng Restaurant. Kali ini Ibu Nona Carissa Tombeng sedang tidak ada di tempat. Yang melayani kembali ke sahabatnya, Rio.

"Ibu Nona sedang ada urusan di kantor pajak," ujar Rio. "Oh, jadi ngana mau lamar kerja di sini? Eh, sebentar, torang ingat, ngana memang hobi dan lumayan bisa masak."

"Ngana masih ingat saja," balas Martin terkekeh, menggaruk-garuk rambutnya.

Rio tertawa lebar sambil menerima amplop dari tangan Martin. Ia menaruhnya di bawah meja kasir, tepat di atas map berisi catatan stok bahan masakan.

“Waktu masih SMP, torang pernah lomba masak di komplek, e. Ngana yang bikin tumis bunga pepaya campur cakalang. Masih ingat?”

Martin terkekeh malu. “Masih. Tapi sudah lupa rasanya macam apa.”

“Yang penting bukan orang yang cuma makan, tapi juga bisa bikin orang lain kenyang.” Rio menepuk pundaknya, ramah. “Torang butuh anak muda yang bisa kerja cepat. Jadi staf dapur atau bantu antar pesanan. Yang penting rajin dan jujur.”

Martin mengangguk cepat. “Itu yang saya cari, Rio. Pekerjaan tetap. Biar tidak terus-terusan nganggur dan dituduh benalu sama keluarga sendiri.”

Rio memandangnya lebih dalam, lalu mengangguk dengan nada serius. “Ngana datang waktu yang tepat. Minggu depan ada staf dapur yang cuti panjang karena istri melahirkan. Jadi pasti ada slot kosong.”

Martin nyaris tidak bisa menyembunyikan senyumnya. “Puji Tuhan.”

“Kalau ngana serius, Senin pagi jam tujuh sudah datang bantu bersih-bersih dulu. Kita lihat bagaimana ngana kerja.”

“Siap!”

Rio tertawa lagi, lalu menyodorkan dua botol teh dingin. “Satu buat ngana, satu buat bawa pulang. Jangan lupa kasi kabar Kezia. Torang rindu juga sama dia.”

*****

Sepulang dari Tombeng Restaurant, Martin menyusuri jalanan dengan langkah lebih ringan dari biasanya. Ia melewati trotoar penuh pepohonan yang rimbun di tepi jalan, sambil memandangi mobil dan motor berlalu-lalang. Sinar matahari sore menembus celah daun, membuat suasana Jakarta sedikit lebih lembut dari biasanya.

Ia ingin langsung kabari Vanessa, tapi sesuatu menahannya. Bukan karena ragu, melainkan ia ingin bukti dulu, bukan janji.

Di tengah lamunan itu, Martin mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri foto. Ia menemukan satu potret. Ia dan Vanessa di kafe itu, dengan rambut Vanessa digerai. Ia ingat senyuman gadis itu, yang selalu tampak percaya padanya, bahkan saat Martin tidak yakin pada dirinya sendiri.

*****

Di rumah, Kezia sedang menyiram tanaman di balkon atas saat Martin datang. Di dekat kamarnya yang memang terletak di lantai dua.

“Eh, Martin! Ngana ke mana tadi?” tanya Kezia sambil menaruh semprotan tanaman.

Martin mengangkat kedua botol teh yang ia bawa. “Tadi ke Tombeng Restaurant. Antar lamaran kerja.”

“Serius?”

Martin mengangguk. “Mulai Senin saya bantu dapur. Kalau cocok, diterima jadi staf tetap.”

Kezia terdiam, memandangi Martin beberapa detik. Lalu senyumnya muncul, perlahan. “Akhirnya! Bagus skali. Nanti Kak Thalia nda bisa banyak omong.”

Martin hanya nyengir, lalu duduk di kursi rotan balkon. “Saya juga capek terus-terusan jadi bahan omongan. Mau juga punya penghasilan sendiri.”

“Eh, tapi ngana masih ingat bikin woku?” tanya Kezia sambil terkekeh.

“Waktu SMP, iya. Sekarang? Masih ngira kemangi sama daun jeruk itu sama.”

Mereka berdua tertawa keras.

*****

Malam itu, Martin duduk di depan laptop tuanya. Bukan untuk melamun, kali ini untuk membuat daftar target:

Belajar ulang masakan khas Menado.

Kerja rajin mulai Senin.

Nabung setidaknya Rp 500.000 per bulan.

Belikan Vanessa hadiah kecil buat ulang tahunnya bulan depan.

Beranikan diri ngobrol sama Kak Thalia soal masa depan sama Kezia.

Ia menatap daftar itu dan menarik napas panjang.

Masa depan masih jauh, tapi setidaknya hari ini ia mulai melangkah. Dengan pelan, tapi pasti.

*****

Hari Senin datang. Pagi-pagi benar, Martin sudah bangun, mandi, dan mengenakan kaus putih bersih dengan celana panjang gelap. Ia mengenakan sepatu olahraga yang mulai pudar warnanya, tapi masih cukup layak.

Pukul 06.45 ia sudah tiba di depan Tombeng Restaurant. Belum ada pelanggan, tapi Rio sudah membuka pintu.

“Eh, Martin. Rajin skali ngana. Belum jam tujuh sudah datang.”

Martin tersenyum kaku. “Takut kena telat hari pertama.”

Rio mengangguk puas. “Bagus. Mari, kita mulai dari dapur.”

Martin langsung digiring ke belakang. Dapur restoran ramai meskipun belum buka. Ada yang mengiris bawang, mengaduk panci besar berisi bubur Manado, dan ada juga yang bersiap menyusun lauk di etalase.

Rio memperkenalkan Martin ke beberapa staf. Ada Om Richard, kepala dapur. Lalu, ada Thania, spesialis sambal dan sayur. Terakhir, Andreas, kurir yang biasa antar ke pelanggan sekitar Gading Serpong.

Martin mulai bekerja. Mulai dari mencuci sayur, mengupas bawang, dan bantu mengantarkan bahan ke meja utama. Kadang disuruh untuk memotong tomat, kadang bantu untuk membersihkan loyang bekas rica-rica.

Siang harinya, setelah pelanggan mulai berdatangan, Martin menyelinap sebentar keluar dan menelepon seseorang.

“Vanessa,” ucapnya, ketika telepon terangkat.

“Iya?”

“Aku mau ketemu. Habis jam kerja nanti. Ada yang mau aku tunjukin.”

“Hah? Apa?” tanya Vanessa penuh penasaran.

“Kejutan. Tapi intinya, aku sudah kerja sekarang.”

Vanessa terdiam. Lalu terdengar suara napas lega di seberang.

“Akhirnya,” katanya lembut.

*****

Jam empat sore, Martin keluar restoran dengan seragam apron penuh noda woku, sambil membawa satu kotak makanan berisi sisa lauk makan staf. Di luar, Vanessa sudah menunggu, berdiri di bawah pohon berkanopi, rambutnya dikuncir kuda dan memakai celana bahan satin yang agak longgar serta blus biru.

Martin berjalan mendekat, lalu memberikan kotak makanan.

“Woku pertama hasil kerja pertamaku.”

Vanessa menatapnya, lalu menerima kotak itu dengan senyum lebar.

“Martin,” katanya pelan. “Aku bangga.”

Martin tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk, lalu menunduk sedikit.

“Ngana yakin bisa terus kerja di situ?” tanya Vanessa, kali ini dalam bahasa Menado.

Martin membalas dalam dialek yang sama. “Ngana percaya sama torang, jadi torang harus buktikan. Ini awal.”

Vanessa tertawa kecil. “Makin hari makin mirip orang-orang di restoran itu. Hati-hati malah jatuh cinta sama woku, bukan sama aku.”

“Kalau dua-dua?” balas Martin sambil tersenyum nakal.

Sore itu, Tangerang tak lagi serasa padat. Martin, akhirnya, menemukan rasa percaya diri yang dulu sempat hilang. Dari dapur kecil, dari apron kotor, dari aroma bumbu yang menempel di kulit, ia mulai membangun masa depan yang ia sendiri tak lagi ragu untuk perjuangkan.

Semuanya dimulai dari satu surat lamaran. Juga, satu langkah kecil menuju dapur.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!