NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25

"mana om? Katanya ayah lagi kerja dikantor, tapi kok gak keliatan sama sekali? Aku udah cari kemana-mana juga gak Nemu! Dimana sih om! Yang bener dong kalo ngomong!" Ucap Adel yang kini sudah ada dikantor bima, tepatnya diruangan bima. seragam sekolah masih melekat ditubuhnya, wajar baru pulang sekolah langsung meliripir kesini. Tujuannya ingin mencari bima.

Bastian yang sedang sibuk menyusun berkas ditangannya seketika terhenti, mendongakkan kepalanya, pria itu berdehem, matanya menggerling mencari alasan.

"Om! Kok diem aja sih!" Kesal Adel bersedekap dada dengan wajah memberengut.

"Gak tau del! Om juga gak tau ayah kamu kemana! Dari tadi pagi om gak Nemu ayah kamu, dia gak masuk kerja!" Kata Bastian pura-pura tidak tahu, wajahnya tenang, menutupi kegugupannya.

Adel tak langsung percaya, matanya memicing, menelisik wajah Bastian, mencari sesuatu disana.

"Kamu kenapa natap om sampe segitunya del? Ada yang salah sama wajah om?" Tanya Bastian, menyeka keringat dingin yang mengucur di dahinya. Tangannya menyeka bagian lain diwajahnya, siapa tau ada kotoran diwajahnya, pikir Bastian.

Adel menghela nafas panjang, "om gak lagi ngebohongin Adel kan? Jujur om! Adel gak suka dibohongin! Om nyembunyiin sesuatu ya?" Tuduhnya yakin.

"Serius del! Om gak tau apa-apa!" Bastian mengangkat kedua jarinya, "gak percayaan amat sih, kamu ragu gitu sama om? Nggangep om lagi ngebohongin kamu? Buat apa del ngebohong! Kalo om tau juga, om bakalan kasih tau. Lagian buat apa juga nyembunyiin ayah kamu, gak ada gunanya! Kurang kerjaan!" Kata Bastian panjang lebar dengan raut wajah serius, berusaha menyakinkan Adel. Berbeda dengan hatinya yang kini dihantui rasa bersalah, karena telah membohongi Adel.

'maafin om del! Sebenarnya om pengen ngasih tau dimana keberadaan ayah kamu. Tapi om ngerasa serba salah disini, satu sisi om pengen banget ngasih tau, disisi lain om takut dimarahin ayah kamu. Om dilema del, bingung mau mihak siapa, kalo mihak Kamu kasihan sama ayah kamu, jika mihak ayah kamu, dia semakin tertekan dengan kenyataan ini.' lirih bastian membatin, serba salah dalam hal ini.

"Masa sih om gak tau? Kan om sahabat deketnya ayah!" Kata Adel menghempaskan bokongnya kekursi.

Bastian tersadar, berdehem kecil. "Loh, walau sahabat ayah kamu juga, gak semua hal harus om tau dong, emangnya om setiap saat sama ayah kamu?" Tanya Bastian, jemarinya memainkan bolpoin.

Adel menggeleng cepat, tatapannya sendu. Menunjukkan kesedihan yang begitu dalam.

"Harusnya om yang tanya sama kamu, kamu kan setiap saat sama ayah kamu, pasti tau dong kemana ayah kamu? Bener gak?"

"Gak om! Adel juga ketemu ayah pas dirumah doang!" Lirihnya, tak setuju dengan pernyataan Bastian.

Adel mengusap-usap wajahnya berulang kali, bingung harus mencari bima kemana lagi, ditelpon sulit, di cari gak ketemu. Bastian yang mengamati gerak-geriknya, bingung harus berbuat apa.

"Kamu udah telpon ayah kamu belum? Kalo belum, coba ditelpon dulu!" Ucap Bastian, lembut, mencoba memberi solusi.

"Udah ditelpon om, cuman gak diangkat-angkat, dichat juga ceklis satu. Ayah kayaknya ngeblock nomor aku deh om, soalnya foto profilnya gak ada!"

"Masa sih? Coba om cek dulu ya!" Bastian mengeluarkan ponselnya, mengecek foto profil bima.

"Om diblok gak?" Tanya Adel serius.

Bastian terbelalak, segera menatap Adel. "Del! Kok ayah kamu gak ada foto profilnya ya? Apa om diblok sama ayah kamu?" Tanya Bastian pura-pura kaget, padahal. Semalam bima dan dirinya sudah berencana untuk melakukan tindakan tersebut.

Adel beranjak, mendekatinya dengan langkah lemas dan raut wajah tak percaya. Sepasang netranya, memerhatikan ponsel Bastian, jantungnya seolah berhenti ketika melihat foto profil ayahnya yang tidak ada, chatnya juga ceklis satu.

"Duh! Kok diblok gini ya, del? Ada apa sih sebenarnya?" Tanya Bastian sendu, mengusap wajahnya pelan. Jago sekali pria ini berakting bak pemain sinetron.

Adel menghela nafas dengan kedua mata terpejam, berpikir sejenak, mencari sesuatu yang pasti.

"Om coba dilacak om!"

"Hah? Dilacak? Caranya gimana del?"

"Lacak aja!" Adel berdecak pelan, kesal dengan sikap Bastian yang tiba-tiba bloon. "Om kan orang hebat, lacak lokasi ayah kan tugas gampang bagi om. Plis om jangan bikin riweh deh, kenapa om tiba-tiba gini sih ...."

"Lacak gimana del? Om ini cuman asistennya doang, bukan orang hebat, yang hebat mah ayah kamu, dia punya akses tersendiri, beda sama om yang gak punya apa-apa del!" Dusta Bastian, wajahnya dibuat seserius mungkin.

"Alah gak usah bohong deh om. Om pikir Adel ini orang bodoh? Hah? Adel pinter om, kalo om ngebodohin orang lain mungkin bisa, tapi tidak dengan Adel! Buruan cari! Jangan banyak alasan. Sok-sokan ngebohongin Adel, dikira Adel ini anak kecil kali!" Gerutu Adel mendesaknya, geram.

Bastian mendesah pelan, meletakkan ponselnya diatas meja, "siapa juga yang ngebohongin kamu sih del, om beneran serius loh. Om gak punya kuasa apapun dan om gak punya akses buat ngelacak lokasi ayah kamu. Fasilitas dan jaringan yang dimiliki itu khusus untuk owner, bukan untuk om. Bahaya jika om mempunyai fasilitas tersebut. Suer, om gak bohong del. Kalo gak percaya, Coba aja tanya sama ayah kamu!" Elak Bastian, menekankan kalimatnya.

"Arghhh! Pusing lah! Om nyebelin banget sih jadi orang! Ditanya apa jawabnya apa. Kalo gak mau bantu aku bilang dong om, gak usah ngulur-ngulur waktu. Sia-sia aja aku kesini!" Gerutu Adel kesal sendiri.

Bastian menghela nafas panjang, menebalkan kesebarannya menghadapi sikap Adel. Anak yang baru tumbuh dewasa memang labil dan mau menang sendiri, terutama cewek. Pikir Bastian kesal sendiri.

Tanpa banyak omong lagi, Adel melonggos pergi sambil menghentak-hentakan kakinya kelantai, mendadak kesal dengan siapapun.

Ia membuka pintu, berpapasan dengan Lesa. Tatapan keduanya bertemu, Lesa menyapanya ramah.

"Del ayah kamu kemana? Kenapa gak Dateng kekantor?" Tanya Lesa, lembut, bersikap ramah.

"Gak tau!! Buat apa nanyain ayah aku? Hah!! Aku kasih tau aja!! Tante gak usah deket-deketin ayah aku lagi! Dia gak suka sama Tante. Tante itu bukan tipe cewek idaman ayah aku. Jadi ngacalah, mikir seribu kali buat ngedeketin ayah aku! Apalagi ngedeketin aku, gak usah cari muka dan sok baik sama aku. Aku gak suka sama Tante, paham?" Tekan Adel nadanya tinggi, membentak. Rasa kecemburuan membuatnya tidak terkendali.

Lesa terperangah, kaget dengan Adel yang membentaknya, serius Adel memarahinya? Menyuruhnya untuk menjauhi bima?

"Tante menjijikan! Wanita ular berkepala dua! Munafik! Aku gak Sudi punya ibu sambung seperti anda! Jauhi ayah saya! Sebelum saya yang menjauhi anda dari dunia ini!" Lanjutnya menekankan, memperingati Lesa untuk tidak lagi mempunyai hubungan dengan bima.

Setelah mengucapkan itu, Adel melangkah, sengaja menabrak bahunya hampir membuat berkas ditangannya jatuh berhamburan kelantai.

'ishhhh, tuh anak nyebelin banget sih! Untung aja anaknya mas bima, coba kalo bukan. Udah aku jambakin kali, dasar anak kurang ajar! Kamu kira saya Sudi punya anak sambung modelan kayak kamu? Nggak! Ngaca dong! Dasar cewek jablay!' gerutu Lesa dalam hati, memandang kepergian Adel.

Adel menyandarkan tubuhnya di dinding lift, menghela nafas kasar. Bertemu dengan Lesa hanya memperkeruh suasana hatinya saja,

Emang harus tegas menghadapi wanita seperti Lesa, jika lembut maka modelan seperti itu, tidak akan mundur dan memilih untuk tetap melangkah maju, mengambil kesempatan diam-diam, demi melanjutkan hubungannya dengan bima. Tanpa sepengatahuannya.

"Ayah kemana sih!" Lirih Adel, matanya berkaca-kaca. Hari ini, hari tersedih didalam hidupnya, tidak bisa bertemu bima, sedih juga dengan perasaannya yang ditolak mentah-mentah.

"Ayah aku kangen! Hidup aku terasa hampa jika tidak ada ayah disamping aku!"

*

*

Dikampung. Di sebuah saung kecil di tengah hamparan sawah yang hijau, Arhan dan Bima duduk bersantai menikmati hembusan angin sore. Secangkir teh hangat dan minuman beralkohol tersaji di atas meja kayu sederhana, menambah suasana tenang di kampung.

"Han! Minum dulu nih!" Ucap bima, meletakkan sebotol minuman keras, didepannya.

"Sok Bim, gue gak suka minum-minuman keras! Bahaya!" Kata arhan mengambil teh, menyesapnya nikmat.

"Yah..... Kirain gue Lo peminum! Ya udah gak papa! Itu hak lu juga, gue gak akan maksa!" Kata bima, tampak kecewa namun tak mau memaksakan seseorang untuk terjerumus ke dalam sana, biarkan dirinya saja dan Bastian yang telah rusak.

"Han!" Panggil seseorang melambaikan tangannya, melangkah mendekati saung, berdiri didepannya.

"Eh, Dani! Ada apa? Sini duduk dulu!" Arhan tersenyum, menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya. Sedangkan bima, mulai canggung dengan kehadiran orang baru.

Pria tampan bernama Dani itu tersenyum tipis sebelum akhirnya duduk di kursi kayu yang ada di depannya. Sorot matanya tajam namun tetap terlihat ramah, mencerminkan kepercayaan diri yang alami. Dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya, satu tangan bertumpu di sandaran kursi sementara yang lain memainkan cangkir kopi yang masih mengepul.

"Ini siapa Han?" Tanya Dani menunjuk-nunjuk bima dengan dagu.

Arhan melirik bima, merangkul pundaknya, "kenalin ini bima, temen gue, dan!" Kata arhan tersenyum, memperkenalkan bima kepadanya.

"Dani bang!"

"Bima bang!"

Suasana canggung sesaat meliputi saung. Bima yang canggung memilih untuk terdiam, sama hal nya seperti Dani yang diam namun netranya terus mengamati gerak-gerik bima. Sebelum akhirnya.

"Dan! Lo ngapain disini?" Tanya arhan memecahkan keheningan.

Dani tersentak dan menoleh kearahnya. "Gue pindah, Han!" Katanya ramah.

"Kenapa?" Tanya arhan, mengerutkan kening. Ingin tahu.

Dani duduk dengan gelisah, menyesap kopi di hadapannya sebelum akhirnya membuka suara. Ia menceritakan alasan kepindahannya ke kampung, bukan karena pekerjaan atau suasana yang lebih tenang, melainkan perkara tantenya sendiri, seorang janda perawan, yang mulai menunjukkan rasa suka padanya.

Arhan menyimak dengan ekspresi seruus, sesekali mengangguk memahami situasi yang cukup rumit itu. Sementara di sisi lain, Bima hanya duduk diam, tak menyela sedikit pun, lebih memilih menyimak hingga cerita Dani benar-benar usai.

"Jadi gitu Han, gue bingung sama dia, tiba-tiba banget suka sama gue, perkaranya mah, gue numpang tinggal beberapa hari disana. Tapi lama kelamaan dan terus bersama tiap hari. Ngebuat dia suka sama gue, tadinya gue sempet gak nyangka kalo dia beneran suka sama gue. Sampai dimana dia mulai agresif dan nunjukin gelagat aneh, mulai dari gesturnya, pembahasannya yang mengarah kesana dan banyak lagi lah. Paham kan?" Cerita Dani, panjang lebar dengan wajah frustasi.

"Paham paham!" Arhan mengganguk.

"Itulah alasan gue pindah kesini, jujur gue risih sama sikap dia."

"Bentar bentar dan, sorry gue Potong!" Arhan menyela, "Tante dari pihak mana?"

"Pihak paman!"

"Oh!" Arhan mengganguk paham.

"Kok oh?"

"Gak papa. Oh iya dan, gak masalah juga sih dia suka sama Lo!"

"Masalah lah Han! Aneh-aneh aja Lo nih! Dia itu Tante gue, gak sewajarnya dong dia suka sama ponakan! Kita ini ada hubungan keluarga!" Protes Dani, tak setuju.

"Wajar! Kecuali dari pihak ayah dan ibu kandung!"

"Kenapa gitu?"

"Karena bukan mahram, sesimpel itu!" Kata arhan tersenyum.

"Masa sih?" Dani menggaruk tengkuknya, bingung. Jujur ia tidak terlalu paham tentang begituan.

Arhan mengganguk dan tersenyum.

"Gue minta solusi dong Han! Gue ngerasa dilema disini. Gue bener-bener butuh yang namanya solusi, Karena, percuma aja ngejauh. Orang dia neror gue terus lewat ponsel dan mulai nyariin gue kali ini, mana dia itu kaya lagi, punya akses tertentu buat ngelacak keberadaan gue sampai ketemu!"

Arhan menatap Dani dengan serius, lalu memberi solusi bijak agar Dani menjauh dan menjaga batas agar tidak timbul masalah. Dengan suara tenang, ia menjelaskan bahwa hubungan itu tidak mungkin terjadi dan sebaiknya Dani segera mengambil keputusan sebelum keadaan semakin rumit.

Dani terdiam sejenak, merenungi kata-kata Arhan. Perlahan, ia mengangguk, akhirnya mengerti dan memutuskan untuk pergi. Sementara itu, Bima yang sejak tadi menyimak hanya tetap duduk diam, membiarkan percakapan itu berakhir tanpa sepatah kata pun darinya.

Bima menghela nafas panjang, menyesap minumannya kembali sebelum bertanya sesuatu hal yang penting.

"Han!"

"HM!"

"Gue gak bisa suka sama anak gue Han!"

"Kenapa?"

"Susah! Gue udah ke doktrin sama hubungan ayah dan anak. Selain itu gue bukan orang yang suka sama cewek beda umur. Takut dianggep p3do."

"Gak ada hubungannya Bim, gue mau ngelurusin nih, Lo harus paham. " Arhan meletakkan gelasnya diatas meja. "Gak ada istilahnya p3do dalam suatu hubungan jika antara kedua belah pihak sudah legal dari segi umur. Cinta gak pandang umur Bim, inget itu. Lo pernah lihat gak orang-orang yang nikah beda umur? Misal beda 20 tahun, beda 30 tahun? Jarak umur mereka kan jauh nih! Tapi gak ngebuat hubungan mereka terhalang! Karena adanya komitmen dan cinta yang besar dari kedua orang ini. Banyak kok orang-orang didunia ini yang menikah beda umur, usia mereka terpaut jauh, tapi apa? Mereka tetap bisa kok! Jodoh kita gak tentu dan gak ada yang tahu disini. Itu rahasia tuan, ada orang yang umurnya 20 tahun, tapi jodohnya baru lahir. Itu memang bener Adanya loh dan itu fakta. Jadi intinya mah, gak usah terlalu jauhlah, mikir p3do p3do! Lagian lu itu orang dewasa Bim, punya yang namanya nafsu saat berdekatan dengan wanita. Apalagi Adel itu anak angkat Lo, gak mungkin Lo gak tergoda saat tinggal berduaan sama dia. Pasti pernah yang namanya tergoda, tapi karena hubungan ayah dan anak itulah yang berhasil ngontrol diri Lo buat gak terlalu jauh. Paham kan!" Jelas arhan panjang lebar sampai mulutnya berbusa.

Pria itu menelan ludahnya, meraup oksigen sebanyak-banyaknya sebelum lanjut berbicara. "Bim, hati-hati, nafsu gak Mandang siapapun. Mau itu anak kandung atau apapun pasti dibabat abis kalo lagi nafsu. Terkadang nafsu yang gak kekontrol itu bisa mengalahkan yang namanya iman."

"Makanya Iman itu harus ditebalkan demi nafsu," ujar Arhan tersenyum, dengan nada tegas. "Kalau kamu biarkan perasaan itu terus berkembang, akhirnya yang menang bukan akal sehat, tapi keinginan sesaat."

"Hati-hati sama nafsu jangan sampai kamu merusak seseorang dan meninggalkannya setelah rusak." Kata arhan terus mengoceh, memberi nasehat penting untuk bima.

"Terus kalo gue ngerusakin dia gimana Han?"

"Nikahin dia! Kalo Lo gak sengaja karena dijebak atau apa, tanggung jawab! Jangan beri harapan pada seseorang! Itu terlalu menyakitkan."

Bima menyimak.

"Lo itu laki-laki, butuh pelampiasan biologis. Kalo Lo gak sanggup nahan lagi, nikahin dia apapun caranya, lebih baik begitu daripada melakukan hubungan terlarang! Tidak ada salahnya menikah, walaupun di kua, biarkan orang-orang menggangap inilah itulah, gak penting. yang terpenting hubungan kalian sah Dimata tuhan! Itu sudah cukup!" Kata arhan tersenyum, menepuk-nepuk pundak bima.

Bima memejamkan matanya, meresapi setiap penuturan bijak dari temannya tersebut. Pemikiran arhan begitu lembut, membuat hatinya tenang, seakan tidak dihakimin disini.

"Bener sih Han, tapi masa iya sih gue nikahin dia lewat yang Lo maksud? Terus wali nikahnya siapa? Sedangkan, gue gak tahu siapa orang tua dia selama ini!" Tanya bima Erlangga.

"Tenang gue tahu."

"Apa?"

Arhan tersenyum dan membisikkan sesuatu kepadanya. "Jadi. Gitu Bim, banyak caranya!"

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!