Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 TIBA DI GEDUNG KANTOR
Rexton memandang jauh ke arah mobil yang membawa koki pergi.
Suasana hatinya yang tadinya kacau mulai tenang, diliriknya Prinsen serta Haven dari balik kaca luar rumah makan, memastikan keadaan mereka disana.
Rupanya Prinsen masih tak sadarkan diri sehabis dihajar oleh Rexton, sedangkan Haven terduduk dilantai rumah makan mengerang kesakitan dengan ekspresi wajah ketakutan.
Rexton tersenyum puas, ada suatu kebahagiaan yang menyelinap diam-diam dalam hatinya saat melihat dua orang di rumah makan itu tak berdaya.
"Sepertinya aku kurang menghajarnya...", gumamnya.
Rexton memutar langkah kakinya untuk pergi, dia mulai berjalan ke arah mobil daimler hitam yang terparkir diluar area halaman rumah makan.
Tiba-tiba turun hujan rintik-rintik mengiringi langkah Rexton padahal hari ini masih musim kemarau belum waktunya penghujan di Land-en Volkenkunde.
Rexton mempercepat langkah kakinya menuju mobil daimler lalu membuka pintu mobil dan segera masuk.
"Fuih..., akhirnya sampai juga...", ucapnya sembari mengibaskan bekas tetesan air hujan pada seragam militernya.
Rexton menggeleng pelan lalu berkata pada sopir Paul.
"Kita ke kantor, Paul", ucapnya.
"Kenapa lama sekali ?" tanya Maria cemas.
"Aku memesan seloyang kue lapis legit untuk dibawa pulang, juga sebotol jenevar buat kita nikmati", sahut Rexton.
Rexton menunjukkan oleh-oleh yang dia beli dari rumah makan kepada Maria.
Maria tercengang sesaat, bisa-bisanya Rexton memesan makanan disaat seperti ini, pikir Maria tak memahami jalan pikir Rexton.
"Kue lapis legit ???" tanyanya.
"Ya, kita akan menikmatinya sambil duduk menyaksikan bulan, bagaimana kau setuju", sahut Rexton sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah Maria.
"Eh ?!" gumam Maria semakin tertegun.
"Baiklah, karena kau diam artinya kau setuju, kita akan nikmati kue lapis legit ini setelah kita sampai di rumah", kata Rexton lalu meletakkan satu kotak kardus berisi seloyang kue seribu lapis itu ke atas kursi mobil.
Rexton tersenyum puas sambil bersandar santai.
Maria hanya merespon dengan sikap diam, dipandanginya Rexton lalu menatap ke arah sekotak kue lapis legit yang diletakkan diantara mereka duduk.
"Dan... Apakah kau melihat Prinsen dan Haven di rumah makan tadi ?" tanya Maria.
Rexton masih tersenyum saat dia menoleh ke arah Maria.
"Apa ?" tanyanya membalas.
"Haruskah aku mengulanginya, tadi di rumah makan, kau lihat tidak disana, apakah ada Prinsen dan Haven ?" tanya Maria.
"Maaf, sejujurnya aku tidak mengenali siapa itu Prinsen maupun Haven, wajahnya saja aku tidak tahu bahkan pernah melihatnya pun tidak sama sekali", sahut Rexton berbohong.
"Ta-tapi kau tadi bilang padaku akan melihat mereka di rumah makan dan mencoba mencari tahu", kata Maria.
"Yah, benar, tapi itulah kekeliruanku, lupa menanyakan hal tersebut padamu", sahut Rexton.
"Dan... ?" kejar Maria.
"Dan..., yah..., aku tidak tahu lantas bagaimana aku bisa mengenali wajah mereka berdua kalau saja aku tidak pernah melihat Prinsen maupun Haven", sahut Rexton.
Maria semakin kecewa dengan jawaban Rexton sehingga dia memalingkan muka dan memilih terdiam.
"Jadi begini, Maria..., tolong maafkan atas kelalaianku ini, dan kuharap kamu mengerti", lanjut Rexton.
Maria tidak menjawab ucapan Rexton, hanya diam dan memilih mengalihkan perhatiannya keluar mobil yang terus melaju kencang.
Rexton turut terdiam namun dia tahu kalau Maria kecewa lantaran dia tidak dapat mengetahui informasi mengenai Prinsen maupun Haven di rumah makan, apakah benar itu mereka atau bukan.
Untuk menghibur hati Maria maka Rexton mencoba menenangkannya, dengan meraih tangan Maria lalu mencium mesra ujung jari jemari tangan Maria.
"Mawarku yang imut, tolonglah maafkan aku", bisiknya.
Maria menoleh ke arah Rexton dan tersenyum samar.
"Tidak apa-apa, aku tahu kalau kau tidak salah, memang kau benar dan aku tidak menyalahkanmu atas hal ini sebab kau tidak mengenali Prinsen dan Haven sebelumnya", sahutnya.
Maria menghela nafas panjang seraya tersenyum kembali.
"Seharusnya aku lah yang patut disalahkan karena terlalu fokus pada Prinsen dan tidak membiarkanmu terlibat masalahku ini", ucapnya.
"Bukan masalah bagiku...", kata Rexton disertai tawa ringan.
"Terimakasih sudah mau mendengarkanku", kata Maria.
"Sudah seharusnya, bukan ? Karena kita adalah suami istri meski statusnya masih nikah kontrak tapi kita seharusnya terbuka", jawab Rexton enteng.
"Yah...", ucap Maria sambil mengerlingkan dua bola matanya dan tertawa.
Terdengar suara tawa renyah dari mereka berdua di dalam mobil yang melaju kencang itu, suasana yang tadinya tegang mulai mencair.
Mobil daimler memasuki area halaman luas yang ditumbuhi rerumputan menghijau, mobil itu melaju lamban ke garasi disamping gedung bercat putih walaupun bentuknya tak semegah bangunan perkantoran lainnya di Batavia namun gedung yang menjadi kantor Rexton sangat asri dan nyaman.
Paul memarkirkan mobil daimler berwarna hitam itu tepat di garasi yang ditempatkan di area halaman kantor.
"Kita sudah sampai", ucapnya sembari mematikan mesin mobil.
"Ya, Paul, kami tahu itu", sahut Rexton.
Rexton bergegas membuka pintu mobil lalu turun dari dalam mobil, dia berdiri di depan pintu sambil menunggu Maria turun.
Pada saat Maria hendak menurunkan kakinya keluar dari mobil, Rexton segera mengulurkan tangannya kepada Maria Van Kouhen Houven.
"Selamat datang, Maria !" ucapnya.
Maria menengadahkan pandangannya kepada Rexton yang berdiri dengan tangan terulur di hadapannya.
"Terimakasih...", sahutnya sambil membalas uluran tangan Rexton kepadanya.
Maria keluar dari dalam mobil daimler yang membawa mereka sampai ke gedung kantor Rexton, dan keduanya berjalan bergandengan tangan ke arah gedung bercat putih yang tak jauh letaknya dari arah mereka.
Gedung bergaya kolonial itu tampak berdiri mentereng di tengah-tengah hamparan tanah luas yang ditanami oleh berbagai bunga anggrek serta mawar putih.
Disisi lainnya, terdapat sebuah kolam air dengan pancuran air di tengah-tengahnya sehingga area gedung kantor dimana Rexton bertugas terlihat indah sekali.
Burung-burung khas tropis berkicauan dari arah dahan-dahan pepohonan rindang nan hijau disekitar area halaman gedung kantor nan asri itu.
Rexton dan Maria telah memasuki gedung tersebut, mereka langsung disambut oleh seorang ajudan berseragam militer Inggris.
Ajudan itu menyapa Rexton dalam bahasa Inggris yang tidak dimengerti oleh Maria.
Rexton berbicara sejenak dengan laki-laki berseragam militer yang sama dengannya, sepertinya mereka sangat serius.
"Oh, iya, Kai, perkenalkan ini adalah Maria, dia akan bersamaku disini sampai urusanku selesai", ucapnya saat dia mengenalkan Maria kepada ajudannya.
"Salam kenal dariku nona Maria...", sapa Kai ramah.
"Salam kenal kembali", sahut Maria dengan anggukkan kepala ringan.
"Kami akan ke ruangan kerjaku, dan aku juga memberitahukan padamu kalau kita akan kedatangan dua orang asal Land-en Volkenkunde kemari", kata Rexton dalam logat Ingrisnya yang kental.
"Kalau boleh saya tahu, siapa nama dua orang tersebut, Letnan ?" tanya Kai dengan sorot mata tegas.
"Mmm..., kalau tidak salah, nama mereka Kliwon dan Suro, dua orang pribumi Land-en Volkenkunde...", sahut Rexton sambil berpikir serius.
"Siap, Letnan...", ucap Kai.
"Baiklah, aku serahkan mereka kepadamu, Kai", kata Rexton sembari menepuk lengan Kai dan tersenyum.
"Baik, Letnan...", sahut Kai.
"Oh, iya, aku belum menyebutkan tugas apa yang semestinya dua orang itu lakukan jika nanti mereka datang kemari", kata Rexton.
"Ya, Letnan...", ucap Kai.
"Tolong katakan kepada dua cecunguk itu bahwa aku meminta pada mereka untuk mata-matai gubernur Viscount Van Bekker", lanjut Rexton lalu tersenyum.
"Viscount Van Bekker ?" sahut Kai bertanya dengan nada serius.
"Ya, benar...", jawab Rexton seraya menganggukkan kepalanya dan menatap tegas.
"Siap, Letnan...", ucap Kai sembari memberi hormat kepada Rexton.
Rexton berlalu pergi dari hadapan Kai, dia berjalan menuju ruangan kerjanya bersama Maria sambil bergandeng tangan erat.
Kai hanya memperhatikan ke arah mereka yang berjalan pergi dan bergumam pelan.
"Letnan mengirim dua orang itu ke medan perang yang sesungguhnya, dan apa yang nantinya tersisa dari mereka...", gumamnya.
Kai menahan nafasnya dalam-dalam kemudian melangkah pergi namun dalam hatinya dia berkata.
"Semoga dua orang bernama Kliwon dan Suro itu selamat dalam lindungan Tuhan, amien... !"