NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 22

Angin sore berembus lembut di balkon istana pribadi Ketua Sekte.

Langit berwarna jingga keemasan, sementara awan perlahan berubah ungu di ujung cakrawala. Di bawahnya, Shen Hao duduk kaku di kursi batu, seolah-olah tengah menghadapi pengadilan surga.

Sementara Mei Xian’er duduk di seberangnya — mengenakan jubah merah muda muda yang lebih sederhana dari biasanya, rambut hitamnya diikat longgar. Ia tampak lebih santai daripada saat di aula utama, tapi bagi Shen Hao, itu justru membuatnya lebih berbahaya.

“Kau terlihat tegang,” ucap Mei Xian’er dengan nada datar namun lembut, menatapnya dari balik cangkir teh.

Shen Hao berdeham pelan.

“Saya rasa... cukup masuk akal, Ketua Sekte. Setelah seseorang tiba-tiba dijadikan pendamping hidup tanpa persetujuan—”

“Oh?” potong Mei Xian’er, bibirnya sedikit melengkung.

“Jadi kau menolak?”

Shen Hao segera menunduk.

“Saya tidak bilang menolak, saya hanya—”

“—bingung?”

Suara Mei Xian’er rendah, nyaris seperti bisikan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduknya berdiri.

Shen Hao hanya bisa mengangguk cepat.

Ia ingin membalas dengan kalimat sarkastik, tapi tatapan mata merah tua itu membuat pikirannya berantakan.

Ia mencoba menatap ke arah lain, tapi yang terlihat hanya jubah sutra halus yang menempel lembut pada tubuhnya dan dada besar milik sang Ketua.

Ia langsung menoleh ke arah lain.

Lalu kembali lagi tanpa sadar.

Lalu menoleh lagi.

Sampai akhirnya Mei Xian’er terkekeh kecil.

“Menarik. Kau berusaha menjaga tatapanmu... tapi tidak bisa sepenuhnya, hm?”

“S-sejujurnya, saya berusaha mempertahankan kehormatan saya, Ketua. Tapi... sepertinya kehormatan itu sedikit terguncang sekarang.”

Mei Xian’er tersenyum — kali ini tulus.

Ia menegakkan punggung, menatap langit senja sejenak.

“Kau tahu, Shen Hao, banyak pria yang dulu berlutut di hadapanku, menawarkan kekuasaan, harta, atau darah mereka. Tapi tak satu pun berani menatap mataku seperti kau tadi siang.”

Shen Hao mengerjap.

“Mungkin karena mereka tahu apa yang terjadi pada yang berani menatap, Ketua.”

“Dan kau tidak takut?”

“Takut. Sangat takut. Tapi kalau saya terus menunduk, leher saya akan pegal.”

Untuk pertama kalinya, Mei Xian’er benar-benar tertawa kecil. Suaranya lembut tapi jernih, seperti bunyi lonceng perak.

Shen Hao, meski masih gugup, merasa dadanya sedikit lega — walau jantungnya tetap berdetak cepat.

Setelah beberapa saat, suasana menjadi tenang kembali.

Mei Xian’er memandangi Shen Hao dengan tatapan yang lebih lembut kali ini.

“Aku tahu apa yang dipikirkan semua orang di sekte. Mereka mencurigaiku, mencurigaimu... dan mereka punya alasan untuk itu. Tapi aku... tidak peduli.”

Ia berhenti sejenak, menatap cangkir tehnya.

“Aku hanya ingin tahu... apakah keberadaanmu di sini adalah kebetulan, atau takdir.”

Shen Hao menghela napas.

“Kalau saya boleh jujur... saya sendiri belum yakin ini dunia nyata atau hanya mimpi panjang yang sangat aneh.”

Mei Xian’er tersenyum samar.

“Kalau begitu, anggap saja mimpi ini tidak akan berakhir. Setidaknya untuk sekarang.”

Keduanya terdiam. Hening — tapi bukan hening yang canggung.

Lebih seperti hening antara dua orang yang tahu bahwa sesuatu baru saja mulai terbentuk, tanpa harus diucapkan.

Dari kejauhan, bulan merah mulai muncul perlahan di langit sore.

Dan tanpa mereka sadari, dari balik dinding ruang utama, enam aura kuat samar-samar memantau...

masing-masing dengan reaksi berbeda — cemburu, khawatir, ingin tahu, atau hanya sekadar penasaran.

 

Malam berganti pagi.

Kabut tipis menutupi lembah di bawah istana Crimson Moon Sect, sementara suara burung spiritual bergema lembut dari kejauhan.

Di kamar tamu yang kini menjadi tempat tidurnya, Shen Hao terbangun perlahan. Ia duduk sambil mengusap wajahnya — rambutnya acak-acakan, dan mata ungunya tampak sayu.

“Hmm... aku merasa tidur di kasur paling empuk di dunia, tapi sekaligus di bawah tatapan paling berbahaya di dunia,” gumamnya pelan sambil meregangkan badan.

Begitu matanya jatuh pada cincin penyimpanan sederhana di tangannya, ia baru tersadar — sudah tiga hari sejak kedatangannya di sekte, dan ia belum sekali pun berkultivasi.

Wajahnya langsung menegang.

“Sial… kalau terus begini aku bisa jatuh ranah. Kalau orang dunia ini tahu aku cuma Foundation Establishment tahap menengah dan tidak pernah latihan, mereka bisa menertawakanku sampai reinkarnasi berikutnya.”

Ia bangkit, menatap keluar jendela — udara pagi berisi Qi yang begitu padat, seperti kabut bercahaya yang melayang di udara.

Ia ingin keluar, duduk bersila, menyerap energi itu, tapi...

Begitu ia melihat dua murid perempuan berjaga di depan pintu — dengan tatapan curiga tapi sopan — langkahnya terhenti.

“Eh… kalau aku keluar sekarang, mereka pasti pikir aku mau kabur atau memata-matai pemandian wanita...”

“Tidak. Tidak. Aku belum siap mati dua kali.”

Ia pun hanya mondar-mandir di dalam kamar seperti ayam kebingungan.

Sampai akhirnya — suara lembut tapi berwibawa terdengar dari luar.

“Kau terlihat gelisah.”

Shen Hao menoleh cepat.

Pintu kamar terbuka pelan, dan Mei Xian’er berdiri di sana, mengenakan jubah sederhana berwarna merah muda keabu-abuan, rambut panjangnya terurai setengah.

Meskipun tampak santai, auranya tetap seperti langit malam — indah tapi penuh tekanan.

“Eh... Ketua Sekte... saya hanya... melakukan pemanasan pagi.”

“Dengan berjalan bolak-balik sepuluh kali tanpa arah?” tanyanya datar.

Shen Hao tertawa gugup.

“Saya hanya... lupa bagaimana cara berperilaku wajar di sekte yang penuh dengan wanita kuat, Ketua.”

Mei Xian’er menatapnya sebentar, lalu berjalan masuk.

“Kau belum berkultivasi sejak tiba di sini, bukan?”

“Eheh... ketahuan juga ya.”

“Aku bisa merasakannya. Aliran Qi di tubuhmu stagnan. Jika dibiarkan, kau bisa lumpuh sebelum berumur seratus tahun.”

Shen Hao meneguk ludah.

“Jadi... saya sekarat?”

“Belum,” jawabnya tenang. “Kecuali kau terus mengabaikan tubuhmu sendiri.”

Seketika, Shen Hao langsung duduk tegap.

“Baik! Saya siap berkultivasi! Saya akan menyerap Qi sampai pori-pori saya menangis!”

Senyum kecil terlukis di bibir Mei Xian’er. Ia berbalik pelan dan melangkah keluar, sambil berkata,

“Kalau begitu, ikut aku. Aku tahu tempat yang cocok. Qi di sana murni dan tenang — cocok untuk seseorang sepertimu... yang akan tinggal di sini mulai sekarang.”

Nada terakhir itu membuat jantung Shen Hao berdetak lebih cepat tanpa alasan yang jelas.

Namun ia tetap mengikutinya keluar — menuruni lorong panjang batu giok, melewati taman-taman bunga spiritual yang berkilau di bawah cahaya pagi, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah lembah kecil di belakang gunung utama.

Udara di sana terasa berbeda — padat, hangat, dan berdenyut lembut.

Kabut Qi berwarna putih keperakan mengalir di antara batu-batu giok alami, membentuk sungai energi kecil yang menari di udara.

Shen Hao tertegun.

“Tempat ini... seperti lukisan dewa.”

Mei Xian’er menatap lembah itu sejenak sebelum berucap pelan,

“Ini tempatku berlatih ketika masih muda. Tidak banyak yang tahu tentang lembah ini, bahkan para Penatua.”

Ia lalu menoleh ke arahnya.

“Mulailah dari sini. Hirup perlahan. Rasakan Qi yang menyatu dengan tubuhmu.”

Shen Hao mengangguk, duduk bersila di atas batu datar, mencoba menenangkan pikiran.

Untuk pertama kalinya sejak datang ke dunia ini, ia benar-benar merasa... damai.

Sementara itu, dari tempatnya berdiri tak jauh di belakang, Mei Xian’er memperhatikan dengan senyum samar — ada sesuatu yang ia lihat di dalam tubuh pria itu, sesuatu yang membuatnya tak bisa berpaling.

Bukan kekuatan... tapi sesuatu yang lebih dalam.

“Menarik... semakin lama aku melihatmu, semakin sulit memahami apa kau ini keberuntungan... atau ancaman.”

Shen Hao, yang tengah berkultivasi dengan serius, tak mendengar satu pun.

Dan mungkin itu lebih baik — karena kalau ia tahu bahwa sang Ketua Sekte menatapnya sepanjang waktu dengan ekspresi seperti itu... ia pasti tidak akan bisa berkultivasi dengan tenang.

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!