Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.
Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
XXV
Saat ini Jordan tengah membawa Ara dan Kara ke kantin rumah sakit, untuk sekedar mengisi perut yang masih kosong. Kebetulan sekali tadi Keysha sudah dipindahkan menuju ruang rawat inap, sehingga Ara dan Kara dapat diajak kerjasama agar tak membuat suasana semakin tidak kondusif.
Sedangkan Gia tak ikut serta menuju kantin rumah sakit, tak ingin mengganggu waktu makan anak-anaknya karena keberadaannya. Begitupun dengan Shila dan Bara, mereka lebih memilih menemani sang bunda menunggu Tante cantiknya terbangun dari pingsannya.
Dan, disinilah Jordan dan anak-anaknya berada. Jordan menatap anak-anaknya makan dalam diam, mengingat makanannya telah habis tanpa sisa. Berbeda dengan piring anak-anaknya yang hampir tak berkurang dari porsi awal.
Dapat Jordan lihat, kemurungan diwajah anak-anaknya, membuat batinnya semakin tak karuan.
" Yanda.. " Ditengah-tengah kegiatan Ara mencampur-campurkan makanannya, Ara bergumam.
" Ada apa sayang, kamu butuh sesuatu? " Ucap Jordan mencondongkan tubuhnya ke arah Ara.
Ara menggeleng pelan ditempatnya.
" Ara cuma mau tanya sesuatu.. " Ara menghela napas perlahan, kala suaranya mulai terdengar bergetar.
Dari tempatnya, Kara melirik sekilas ke arah saudarinya. Lalu kembali melanjutkan memakan makanannya dengan perlahan. Seolah tak terjadi apa-apa.
" Mau tanya apa, hm? " Ucap Jordan, sembari menyingkirkan poni Ara, agar memudahkan putrinya memakan makanannya.
Ara meletakkan sendoknya ke atas piring, dan mendongak menatap Yandanya.
" Dulu sekali, saat Ara belum tahu semuanya, saat Ara sering jatuh tanpa ada yang menolong, saat semuanya masih terlihat jahat menodong ke arah Ara, mama dateng bagai malaikat tak bersayap dihidup Ara. Membantu Ara, membimbing Ara, menyayangi Ara. Meski beribu kalimat tak mengenakan diluar sana tentang mama sebagai ibu tiri Ara, mama tetep baik sama Ara. Gak ada satupun perbuatan mama yang berubah ke Arah. Malah mama semakin memberikan kasih sayang mama ke Ara dan Kara. " Mata Ara berkaca-kaca.
Masih dapat Ara ingat dengan jelas. Mamanya hadir bagaikan cahaya diantara kegelapan untuk Ara kecil. Tentu bukan hal mudah untuk Ara hidup didunia ini sebagai seorang anak dari seseorang yang bahkan tak ingat bahwa ia telah memiliki anak. Tentu Ara dan Kara kecil yang saat itu membutuhkan kehadiran orang tuanya tentu merasa sedih dan diacuhkan.
Meski hidup berkecukupan, Ara dan Kara benar-benar sendiri. Oma dan opanya bukanlah orang yang sering bersantai dirumah, Oma dan opanya lebih sering pergi keluar kota/negeri untuk menjalankan bisnis mereka. Bahkan tanpa orang-orang besar itu sadari, tindakan mereka terbilang cukup dingin untuk bocah-bocah kecil seperti mereka. Tapi tak apa, Ara dan Kara dulu masih tetap excited menunggu kepulangan Oma dan opanya pulang. Yah, meskipun hanya kekakuan yang akan menyambut mereka, paling tidak Ara dan Kara sempat memiliki harapan besar kala Oma dan Opanya pulang.
Namun kepedihan dua bocah kembar itu bukan hanya disana. Oma dan Opanya memang sangat kaku, tetapi ketika dua bocah kembar itu tengah menghabiskan waktu dengan Oma dan Opanya, orang-orang dewasa itu hanya menceritakan kejelekan-kejelekan dari sang ibunda pada mereka. Tentu meski pembahasan mereka sangat tidak cocok untuk dibicarakan anak kepada anak kecil, Ara dan Kara tak apa, memang kedua bocah itu harus membayar mahal untuk sekedar mengurangi kekakuan dihidup mereka.
Bayangkan saja, hanya untuk mendapatkan kehangatan Ara dan Kara harus menerima mendengar semua kalimat buruk tentang bundanya. Tentu saat kehangatan datang bersamaan dengan kedamaian yang terbalut menjadi satu kala mamanya datang, membuat Ara dan Kara sangat menyayangi sang mama. Bahkan teramat pedih jika sosok sebagai pelita bagi seorang anak kecil itu pergi.
Ini hanyalah tentang kehausan seorang anak dan sosok yang menghilangkan dahaga itu.
Kala ketulusan, cinta, kelembutan datang secara bersamaan tentu siapa yang akan menolak?
Tetapi dari semua hal itu, bukankah sudah banyak kisah yang telah bocah-bocah kecil itu telan selama hidupnya. Tanpa mereka sadari, masa-masa kecilnya hanya dibayang-bayangi tentang keburukan demi keburukan untuk sang ibunda.
Tumbuh bersama kisah yang harus diterima bukan hal yang mudah. Banyak tangisan demi tangisan harus terendam dalam keheningan, kala menyadari sosok sang ibunda yang telah mereka tunggu kehadirannya nyatanya hanya seorang iblis berbalut pakaian malaikat untuk anak kecil itu.
Setiap insan dapat tumbuh dan dapat sedikit demi sedikit memahami keadaan. Itu memang lumrah terjadi. Tetapi untuk memahami keadaan yang tak berpihak padanya, tentu bukan hal yang mudah untuk anak yang tengah tumbuh.
Ara menelan ludahnya kasar. " Bahkan perlahan Yanda mulai berubah dengan kehadiran mama. Memang Yanda dari dulu selalu mengusahakan terbaik buat kita, tapi maaf Yanda itu semua masih belum cukup. Ada masa dimana kamu harus menunggu, menunggu, dan menunggu seorang diri sampai Yanda benar-benar paham kami ada. Memang Yanda tak pernah mengatakannya, tetapi kami merasakannya. " Menghela napas, sebulir air mata mengalir dari pelupuk mata gadis itu.
Jordan diam, masih menjadi pendengar yang baik untuk buah hatinya tercinta.
" Dan, semua hal baik itu terjadi karena kehadiran mama. Mama sedikit demi sedikit mengisi kerumpangan hati, memberikan kehangatan, cinta, dan ketulusannya untuk kami. Tentu kami sangat mencintai mama. " Ucap Ara.
" Sakit mama adalah sakit kami. Begitu juga dengan air mata mama, itu juga milik kami. "
Kara kembali menoleh sekilas ke arah Ara. Entah apa yang tengah memenuhi benak anak lelaki itu. Hanya Kara dan tuhan lah yang tahu.
" Tapi sayangnya, sakit mama adalah bunda.. Kami tak tahu harus bersikap seperti apa Yanda. Kami tak tahu. " Ara menggeleng dengan cepat. Buliran air matanya semakin deras mengalir.
" Lagipula sudah bertahun-tahun bunda meninggalkan kami, tanpa sekalipun menjenguk dan mengetahui keadaan kami kan. Terus kata Oma opa juga bunda jahat ninggalin kami dan lebih memilih Shila dan Bara daripada kami. " Ara menatap Yandanya dengan tatapan memohon. " Tanpa bunda sadari, kami lebih ingin tinggal sama bunda dari dulu. Biar kami gak usah ngerasain kayak gini dari dulu. Kalau seandainya yang kami hadapi adalah kalimat-kalimat buruk dari Oma Opa, pasti kamu dapat berbuat lebih baik ke bunda. Bagaimanapun bunda lah yang kami tunggu dari dulu, bukan yang lain. "
Jordan memindahkan kursi tempat ia duduki tepat berada disamping putrinya. Jordan membawa tubuh putrinya untuk berada didekapannya.
Meski hanya diam, tetapi hanya Jordanlah sosok paling paham tentang sakit yang dirasa sang buah hati.
" Maafin Yanda, sayang.. Maafin Yanda.. " Suara itu melirih, hampir terbawa oleh hembusan angin.
" Tapi sayangnya yang kami hadapi bukan hanya itu. Tetapi kenyataan tentang bunda yang sedari awal tak menginginkan kami. Ditambah bunda lah penyebab semua tangisan yang mengalir pada wajah mama akhir-akhir ini. Tentu kami tidak bisa bertindak biasa-biasa saja kan, Yanda. " Suara Ara ikut melirih, air matanya telah berhenti menetes, pandangan mata anak gadis itu menerawang kosong.
Jordan semakin mengeratkan pelukannya pada sang putri.
" Jangan pernah menyalahkan bunda atau siapapun itu. Ini semua bukan salah bunda ataupun mama. Iya, Yanda tahu kalian marah sama bunda, Yanda tahu.. Tapi Yanda mohon, jangan membenci bunda. Semua hal yang telah terjadi bermula karena Yanda, untuk saat ini Yanda belum bisa menceritakannya ke kalian. Tapi setidaknya kalian harus tahu, bunda selalu selalu dan selalu mencintai kalian dimanapun kalian berada. Cukup Yanda saja yang kalian benci, karena kenyataannya hanya Yanda saja yang patut dibenci. " Air muka Jordan meredup, tatapannya menggelap.
Jordan mengusap punggung sang putri penuh kelembutan. " Meski Yanda akhir-akhir ini suka marah-marah ke kalian. Tapi satu yang harus kalian tahu, Yanda amat sangat bangga atas semua hal yang telah kalian lalui selama ini. Apalagi Yanda tahu kalian sebangga itu tentang kehadiran mama, Yanda hanya bisa mengatakan kata maaf dan terimakasih. "
" Mungkin akhir-akhir ini kalian merasa perbuatan Yanda sedikit berubah ke kalian. Yanda kurang menghabiskan waktu bersama kalian, tidak menemani kalian bermain, tidak menemani kalian les, dan banyak hal yang Yanda lewati bersama kalian. Untuk satu itu Yanda meminta maaf sebesar-besarnya, tolong kasih Yanda waktu bersama saudara-saudara kalian yang lain. Jika bagi kalian, sosok yang meninggalkan kalian adalah bunda, bagi mereka Yanda-lah sosok yang meninggalkan mereka. " Ucap Jordan.
Sedikit mengendorkan pelukannya, Jordan menatap ke arah Kara, mengacak pelan rambut putranya itu.
" Jangan dewasa terlalu cepat, nak. Jangan memendam semuanya sendiri. Kalian tidak harus selalu mengerti disetiap keadaan. Cukup lakukan yang terbaik. Begitu juga dengan Yanda, Yanda akan mencoba bersikap lebih baik lagi pada keadaan saat ini, pada kalian dan pada saudara kalian yang lain. "
Dalam duduknya, Kara semakin menundukkan kepalanya sembari tetap mengunyah paksa makanan yang berada dimulutnya.