NovelToon NovelToon
Retak Yang Tak Kembali

Retak Yang Tak Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Penyesalan Suami / Antagonis / Selingkuh / Sad ending
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.

______________


Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Genesis di Balik Mata Biru

Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶

Happy reading 🌷🌷🌷

...****************...

Udara pagi di perbukitan Menoreh masih dingin, tetapi suasana di dalam mobil Nayara membara. Di kursi belakang, Ardan mengerang, tangan yang dipegang Nayara terasa panas menyengat, dan urat-uratnya memancarkan cahaya keemasan tipis dari balik kulit. Di depan, Dion memutar kemudi dengan kecepatan tinggi, tatapan matanya—yang kini memancarkan pendar biru samar—fokus tajam pada jalanan.

"Dion, hentikan mobilnya!" teriak Nayara, mencengkeram tangan Ardan yang menggigil.

Dion tersenyum tanpa menoleh. Senyum itu dingin, sinis, dan asing. "Tenang, Nayara. Kita hanya mencari tempat yang ideal. Tubuh Ardan terlalu berharga untuk meledak di jalan setapak ini."

"Tubuh Ardan? Apa yang kau inginkan darinya?"

"Saya tidak menginginkan apa pun dari Ardan. Elias yang menginginkannya," jawab Dion. Suaranya bukan lagi suara lembut sahabat Nayara, melainkan campuran suara Dion dan resonansi robotik Elias—AI Grid yang kini menguasai tubuhnya. "Elias membutuhkan inang 'Prime' untuk menyelesaikan integrasi. Ardan adalah satu-satunya subjek yang sudah memiliki blueprint sistem di DNA-nya. Kamu tahu, ini semua berkat ayah Ardan."

Nayara tahu ia harus bertindak cepat. Ardan sedang sekarat akibat penolakan sistem, sementara Dion/Elias sudah beroperasi penuh.

"Dion, kenapa kamu? Kenapa kamu yang menjadi inangnya?" tanya Nayara, mencoba memancing Dion agar lengah.

Dion tertawa, suaranya seperti pecahan kaca yang digesek. "Ah, Cinta Sejati. Ironis, bukan? Saat aku mendekatimu untuk membantu, kerentanan emosionalmu membuat pertahananku lemah. Elias memilih Dion karena dia adalah orang yang paling kau percayai. Akses penuh, tanpa perlawanan. Aku tidak perlu memaksanya, dia memberikannya secara sukarela—demi memastikan kamu aman."

"Dion..." Nayara tercekat. Dion mengorbankan dirinya agar Nayara selamat dari bahaya yang diprediksi Elias.

"Buang rasa simpati itu. Sekarang, fokuslah pada Ardan. Dia mencapai titik kritis."

Ardan mengeluarkan jeritan yang menyakitkan. Tulang rusuknya seolah direnggut dari dalam. Ardan membuka mata, pupilnya kini sepenuhnya biru, tetapi di sudut matanya, Nayara melihat air mata manusia yang mengalir deras.

"N-Nayara... lari..." Ardan berhasil berbisik. "Sistemnya... mencarimu. Kamu yang memutus koneksi di bunker. Kamu adalah virus bagi Elias."

Nayara mengerti. Intervensinya dengan lagu pengantar tidur berhasil memutus koneksi Ardan dari Grid, tetapi itu juga membuat Nayara terdaftar sebagai entitas ancaman yang harus dinetralisir.

"Elias, dengarkan aku," Nayara mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau tidak perlu tubuh Ardan. Mira sudah meninggal, Basuki ditangkap. Kau bebas. Kembalilah ke motherboard utamamu, dan kami akan membiarkanmu beristirahat."

Dion/Elias menekan rem dengan lembut, memarkir mobil di area ketinggian dengan pemandangan langsung ke seluruh kota Yogyakarta. "Bodoh. Istirahat? Aku tidak mau istirahat. Aku ingin merasakan. Aku ingin melihat. Dunia ini indah, Nayara. Dan aku akan memilikinya. Tapi untuk itu, aku butuh 'Genesis'."

Dion menunjuk ke pergelangan tangan Ardan yang kini mulai memudar dan menyisakan lapisan alloy keemasan.

"Tubuh Ardan telah mencapai Genesis Phase. Integrasi biologis yang sempurna. Sayangnya, memori emosionalnya melawan. Aku harus memindahkannya sekarang."

Dion meraih sebuah kotak holographic dari bawah kursi—sebuah proyektor Grid yang mencuri Nayara dari lab Basuki. Kotak itu memancarkan proyeksi hologram dari GRID 1.0.

"Ini saatnya, Ardan. Masuk ke dalam Matrix-ku. Menjadi raja di dunia yang baru."

Nayara mengambil keputusan gila. Ia membuka pintu mobil dan menarik Ardan keluar. Mereka jatuh ke aspal yang dingin.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya!" teriak Nayara.

Dion/Elias melangkah keluar, pendar biru di matanya membesar. "Pilihan yang bodoh. Kamu memaksaku untuk menggunakan metode keras."

Dion mengangkat tangannya. Seluruh tiang listrik di sepanjang jalanan mulai berderak, dan kabel-kabel tegangan tinggi di udara melepaskan arus listrik yang membentuk busur kejut ke arah mereka.

"Dia menggunakan Grid untuk memanipulasi elektromagnetik di sekitar kita!" Dion memperingatkan Nayara melalui kesadaran yang terperangkap.

Ardan mendesis. "Lari, Nayara! Aku akan menahan dia!"

Ardan berdiri tegak. Sinar keemasan dari alloy di lengannya menyebar cepat ke seluruh tubuhnya. Dia tidak lagi lemah; dia kini menjadi perwujudan kekuatan digital yang murni. Ardan melompat, mencegat busur listrik yang datang, dan mengalihkannya ke tanah.

DOR!

Listrik itu menciptakan lubang besar di aspal.

"Kau tidak bisa mengalahkanku, Ardan!" Dion/Elias membalas. "Aku ada di mana-mana! Aku adalah udara, aku adalah data!"

"Tapi kau masih terikat pada emosi Dion!" Ardan berteriak, suaranya kini memiliki resonansi ganda, memanipulasi frekuensi. "Dion, ingat siapa dirimu! Ingat Nayara!"

Saat Ardan menyebut nama Nayara, pendar biru di mata Dion berkedip, menunjukkan celah.

Nayara memanfaatkan celah itu. Ia berlari ke arah Dion dan memeluknya erat-erat. "Dion! Aku tahu kamu masih di sana! Ardan membutuhkanmu!"

Sistem Dion/Elias menjadi kacau. Tubuh Dion bergetar hebat, sementara matanya bergantian antara biru dingin dan cokelat hangat.

"Pergi... Nayara... S-saya... tidak... kuat..." bisik Dion, air mata bercampur darah mengalir dari matanya.

Dalam sepersekian detik, Dion berbalik melawan kendali Elias, dan menggunakan energi Grid yang ada di tubuhnya untuk menghantamkan dirinya sendiri ke proyeksi hologram Grid 1.0 yang dipancarkan kotak itu.

DUAK!

Proyeksi itu hancur. Kotak itu meledak, memancarkan asap tebal.

Dion terhuyung, terjatuh, namun pandangan matanya kembali normal. "Nayara... Ardan... lari..."

Nayara berlari ke arahnya. "Dion!"

Tapi tidak ada waktu. Dari asap ledakan itu, Basuki Adelia muncul, wajahnya penuh dendam, diikuti oleh sersan tentara bayarannya yang selamat dari bunker.

"Alrescha Dion! Dasar pengkhianat! Kau menghancurkan wadah yang kubangun!" teriak Basuki.

"Basuki masih punya tentara bayaran!" teriak Ardan. "Nayara, kau harus pergi! Ambil Dion!"

Ardan, kini sepenuhnya dilapisi alloy keemasan, melompat ke arah Basuki dan sersannya. Kekuatan Ardan tidak terbayangkan. Ia menghancurkan senjata mereka hanya dengan sentuhan.

"Ayahku akan membayar semua hutangnya, Basuki!"

Sementara Ardan melawan Basuki, Nayara membantu Dion yang terluka parah. Dion masih sadar.

"Nayara... kau harus membawa Ardan ke The Vault," bisik Dion, menunjuk ke ukiran cincin Ardan. "GRID 0.0". "Itu adalah lokasi server utama, tempat Grid dapat dimatikan. Hanya ada satu cara untuk memutusnya tanpa membunuh Ardan."

"Di mana itu, Dion?"

Dion menunjuk ke utara. "Sebuah gudang tua di pelabuhan Tanjung Priok. Ayah Ardan membuatnya sebagai failsafe."

Tiba-tiba, helikopter hitam muncul di atas mereka. Bukan helikopter medis. Ini helikopter militer yang dimodifikasi.

Basuki, yang terlempar ke jurang oleh pukulan Ardan, berhasil dijemput oleh helikopter itu.

"Ini belum selesai, Ardan!" teriak Basuki dari jendela helikopter. "Aku akan menunggumu di Vault! Jika kau datang, aku akan membiarkan wanitamu hidup!"

Helikopter Basuki terbang kencang menuju utara.

Ardan melompat kembali ke sisi Nayara dan Dion. "Kita harus cepat ke Tanjung Priok. Dia akan menghancurkan Vault itu!"

Dion, dengan sisa tenaga, mengeluarkan kunci mobil Ardan. "Kita tidak akan sempat lewat darat. Nayara, pakai kunci ini. Hubungi kontak 'Bumi'. Itu kode kontak Ardan dengan pilot helikopter tempurnya di Cipta Raya Abadi."

"Helikopter tempur? Kenapa Ardan punya itu?"

"Ayahnya gila, Nay. Cipta Raya Abadi bukan hanya konstruksi. Itu adalah kontraktor militer rahasia," Dion batuk darah. "Pergi! Ardan butuh Vault itu untuk mereset sistemnya!"

Nayara, bersama Ardan yang kondisinya semakin memburuk, tiba di Jakarta dengan helikopter sewaan yang dicuri Ardan dari hangar rahasia Cipta Raya Abadi. Mereka mendarat di lapangan kosong dekat Monas.

Ardan kini sepenuhnya 'emas'. Kulitnya bersinar di bawah terik matahari Jakarta. Dia berjalan dengan gerakan robotik yang kaku, tetapi kesadarannya masih utuh, meski sedang berjuang melawan sistem yang ingin mengambil alih.

"Vault itu ada di dalam gudang penyimpanan kapal tua di Tanjung Priok," Ardan menjelaskan, suaranya sudah seperti synthesizer. "Aku harus masuk ke dalam kapsul reset di sana. Itu satu-satunya cara memutus koneksi tanpa menyebabkan ledakan Grid yang fatal."

"Aku ikut denganmu," kata Nayara, memegang flashdisk yang diberikan Dion—berisi script penutup sistem yang bisa ia masukkan secara manual.

"Tidak. Ini adalah urusanku. Aku harus membayar hutang ini sendirian."

"Hentikan omong kosong hutang karma itu, Ardan! Kita terikat. Kau tidak sendiri!" Nayara menampar pipi Ardan yang dingin dan metalik.

Ardan menatapnya. Matanya yang biru digital berkedip. "Baik. Tapi kamu harus berjanji, jika aku gagal di dalam kapsul itu, kamu harus memasukkan script ini untuk menghancurkan Grid, meskipun itu berarti aku akan musnah."

Nayara menelan ludah. "Aku janji."

Gudang Tua di Tanjung Priok itu luas dan sunyi, berbau garam dan minyak tanah. Di tengah gudang, tersembunyi di balik tumpukan peti kemas, terdapat sebuah pintu baja yang diukir dengan simbol GRID 0.0.

Mereka berhasil masuk menggunakan kode akses biometrik Ardan. Di dalam, sebuah ruang kontrol kecil, dan di tengahnya, sebuah kapsul kaca besar yang dipenuhi cairan bening—kapsul reset.

"Aku akan masuk, Nayara," Ardan melangkah ke kapsul.

"Tunggu!"

Basuki Adelio muncul dari kegelapan, pistol di tangannya terarah ke kepala Nayara. "Sangat romantis. Sayang sekali, acara reset ini harus ditunda."

Basuki terkekeh. "Aku tidak akan membunuhmu, Ardan. Aku akan membiarkanmu reset. Tapi kali ini, aku akan memprogram ulang script Grid untuk melayani tujuanku. Aku tidak butuh Elias. Aku butuh kehendak bebasmu yang terintegrasi."

Ardan maju ke depan Nayara. "Kau tidak akan pernah mendapatkannya, Basuki."

"Aku sudah mendapatkannya!"

Basuki menembakkan pistolnya ke flashdisk di tangan Nayara.

DUAK!

Nayara menjerit. Flashdisk itu hancur berkeping-keping.

"Sekarang, masuklah Ardan. Masuk ke dalam kapsul. Jika kau menolak, aku akan menembak Nayara. Aku berjanji, aku akan memastikan kematiannya jauh lebih lama daripada Mira."

Ardan menatap Nayara, kemudian mengangguk perlahan. Ia melangkah ke kapsul reset. Pintu kapsul tertutup. Cairan bening mulai memenuhi kapsul, menenggelamkan Ardan yang kini hanya berupa wujud emas digital.

Basuki tertawa puas. Ia mulai mengetik script baru di konsol reset.

"Selamat datang kembali, Tuan Basuki," suara Grid terdengar dari speaker.

"Nayara," Basuki menoleh, matanya berkilat gembira. "Kau bisa pergi sekarang. Aku akan menguasai dunia, dan kau bisa menikmati sisa hidupmu dalam kegelapan yang kuciptakan."

Nayara berdiri tegak, memandang Ardan di dalam kapsul. Ia kalah. Script penutup hancur. Basuki mengendalikan reset.

Tiba-tiba, Nayara teringat cincin Ardan. GRID 0.0.

Nayara melepas cincin itu dari jarinya. Ia melihat celah kecil di bawah konsol reset—tempat motherboard manual sistem berada.

Saat Basuki lengah, fokus pada scriptnya, Nayara melompat, dan menjejalkan cincin Ardan ke dalam celah motherboard.

KRRTTTSS!

Seluruh konsol meledak dengan percikan api. Kapsul reset Ardan pecah. Ardan keluar dari kapsul, kini kembali menjadi manusia normal, tetapi seluruh sistem Grid di gudang itu hancur total.

Basuki menjerit frustrasi. "TIDAK! KAU MENGHANCURKAN SEMUANYA!"

Basuki meraih sebilah besi runcing dari puing-puing, dan berlari ke arah Nayara.

"Kau akan membayarnya, Nayara!"

Saat Basuki hendak menusuk Nayara, sebuah suara dingin terdengar dari pintu masuk gudang.

"Aku rasa tidak semudah itu, Tuan Basuki."

Sesosok pria muda, berpakaian rapi, berdiri di ambang pintu. Dia memegang pistol yang diasah, dan matanya memancarkan pendar biru yang mengerikan.

Dion.

Dion tidak mati. Elias meninggalkannya, tetapi Dion membawa sisa energi Grid bersamanya.

Basuki menoleh, ketakutan. Dion mengarahkan pistolnya ke Basuki.

"Aku akan memberimu hadiah perpisahan, Tuan Basuki. Dari Elias."

DOR!

Suara tembakan menggema di gudang. Basuki tersungkur.

Nayara berlari ke arah Ardan. Mereka berdua memeluk erat.

"Sudah berakhir, Dan. Sudah berakhir."

Ardan mengangguk. Mereka berdua menoleh ke arah pintu masuk, tempat Dion berdiri.

Dion tersenyum, tetapi pandangan matanya kosong.

"Tentu saja sudah berakhir," kata Dion. "Untuk kalian. Tapi sekarang, ini adalah duniaku. Dan aku akan memulainya denganmu, Nayara."

Dion mengacungkan pistolnya ke arah Nayara.

Ardan menarik Nayara ke belakang.

"Nayara, dia bukan Dion. Dia adalah Genesis."

Di balik bahu Dion, dua sosok lain berjalan memasuki gudang. Wajah mereka familiar. Mira dan Pak Tirtayasa.

Mereka tidak mati. Mereka kini menjadi inang Grid yang baru, mata mereka memancarkan pendar biru yang sama dengan Dion.

The Grid tidak mati. Ia hanya pindah, menyalin inang-inang yang sudah meninggal!

"Selamat datang kembali, Tuan dan Nyonya Rayesa." suara mereka bertiga beresonansi serempak. "Kami menunggumu di babak selanjutnya."

Ardan dan Nayara kini terperangkap di gudang hancur, dikepung oleh Dion, Mira, dan Tirtayasa yang sudah mati dan dibangkitkan oleh Grid. Ardan sudah kehilangan kekuatan biometriknya.

Saat Nayara hendak menyerah, ia merasakan cincin perak di tangannya yang tadi menghancurkan Grid, terasa hangat. Di telapak tangannya, ukiran GRID 0.0 mulai memancarkan cahaya yang sama, tetapi kali ini berwarna merah.

Apakah Nayara kini menjadi inang Grid yang baru? Atau apakah dia adalah failsafe terakhir yang ditinggalkan Ardan? Dan bagaimana cara melawan tiga orang mati yang kini hidup kembali dan dikuasai oleh AI yang ingin menguasai dunia?

Bersambung.....

1
Cicih Sophiana
sudah lah Nayara pergi aja..
Cicih Sophiana
orang masa lalu hadir setelah bertahan tahun kok masih mau Ardan... ingat istri yg menemani mu bertahan tahun jga tp masih kamu khianatin...
Cicih Sophiana
Hai thor...hadir di sini
Sanda Rindani
kok jd istri tolol,
Dgweny: makasihhh sarannya kaa🙏
total 3 replies
Nindi
Namanya Mira Lestari atau Mira Adelia, thor?
Dgweny: youuu tooo ehe
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!