Salah Ranjang

Ckittttt

Victor memberhentikan mobilnya di parkiran apartemen. Pria itu memasang wajah datarnya dan menatap fokus ke depan.

"Lain kali, jangan kelewat batas. Aku sudah menikah, Risa!"

Risa menunduk terdiam, tangannya pun bahkan ikut mengepal saat mendengar ucapan tegas dari Victor. Bagaimana tidak, tanpa aba-aba wanita itu mengecup bibir Victor secara tiba-tiba. Victor pun sontak terkejut, bahkan ia sampai melototkan matanya.

"Ah, maaf. Aku terbawa suasana."

"Huft..." Victor menyeka rambutnya ke belakang, lalu menatap Risa. "Aku hanya akan menolongmu. Kau bisa tinggal di apartemenku di sini."

Saat itu juga Risa mendongakan kepalanya lalu menatap Victor. Dalam hatinya bertanya-tanya, apa Victor serius dengan ucapannya? Kenapa mudah sekali ia memberikan apartemen yang cukup mewah ini?

"K-kau... Kau serius, Vic?" Tanya Risa, menunjukan wajah terkejutnya.

Victor mengangguk cepat sebelum menjawab. "Ya, aku serius."

Grebbb

Risa dengan cepat langsung memeluk Victor. Kali ini ia benar-benar berterima kasih atas apa yang telah Victor berikan.

"Makasih, Victor. Kau memang selalu baik padaku." Ujarnya, memeluk erat.

Victor mematung, ia terkejut dengan reaksi Risa yang secara tiba-tiba langsung memeluknya. Namun, kali ini Victor tidak marah atau pun mendorong Risa, ia perlahan membalas pelukan tersebut dan menepuk-nepuk pelan punggung Risa.

"Sama-sama."

Victor benar-benar pure ingin membantu Risa karena merasa kasihan dan tak tega. Apalagi sat mendengar ceritanya selama ini, ia pun tak bisa mengabaikan itu semua, meski sekarang mereka berdua sudah tak punya hubungan apapun.

Berbeda dengan Risa. Wanita itu malah memanfaatkan situasinya dan ingin membuat Victor berada dalam genggamannya lagi.

Apa yang akan terjadi di antara keduanya nanti? Entahlah, ceritanya masih cukup panjang.

*

*

*

Sementara itu, di tempat lain....

"Ahh.. Ahh.. Dad, lakukan dengan pelan! Milikmu mencapai batasku, aku ingin keluar!!"

Dan terjadi lagi, adegan ranjang yang di lakukan mertua dan menantu ini. Sepertinya melakukan seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka berdua. Apalagi di rumah hanya ada mereka, semuanya menjadi leluasa tanpa hambatan apapun.

"Uhh.. Sayang, kau mengencangkan milikmu, itu benar-benar menjepit milikku."

Padahal di rumah ini ada 2 orang asisten rumah tangga. Namun karena Heri sudah menutup mulut keduanya, makanya ia merasa bebas saat sedang menggempur Ziva.

Plokkk

Plokkk

Plokkk

"Aku ingin keluar!!"

"Kita keluar bersama!" Sahut Heri, bergerak semakin cepat.

Ziva mengalungkan kakinya ke pinggang Heri dan meremat punggungnya dengan kuat.

Muncraaaattt

Jus kental tersebut keluar cukup banyak di dalam rahim Ziva. Wanita itu bahkan bergetar hebat saat menerima cairan tersebut.

"Hosh.. Hosh..." Heri mengatur nafasnya karena tenaganya terkuras habis saat menggempur Ziva. "Terima kasih, sayang."

Saat itu juga Heri langsung rebahan di samping Ziva, mereka berdua bahkan menatap langit-langit kamar sembari mengatur nafasnya beberapa kali.

"Sayang, aku sedang membayangkan sesuatu." Celetuk Heri.

Seketika Ziva pun langsung menoleh. "Sesuatu? Apa itu?"

Heri langsung berbalik dan menatap Ziva. Perlahan tangannya mengusap wajah Ziva lalu menyelipkan rambutnya.

"Aku berharap anak kita adalah perempuan. Aku benar-benar mengharapkannya."

"Uhukkk!!" Ziva tiba-tiba tersedak. "A-apa?"

Ziva mengira mertuanya itu sedang membayangkan apa, taunya membayangkan seorang anak perempuan, padahal dirinya sudah waswas.

"Bagaimana jika ini bukan anakmu?" Sahut Ziva.

"Astaga, jangan--"

Tokkk.. Tokkk.. Tokkk..

"Tuan, maaf mengganggu. Di luar sana ada tamu yang ingin bertemu dengan anda!" Sahut seorang asisten rumah tangga dari luar pintu.

Heri mengerutkan dahinya menatap bingung. Tamu? Tamu siapa? Perasaan dirinya tak ada janji temu dengan siapapun.

"Siapa tamunya?" Tanya Heri, sedikit lantang.

"Namanya Mara, tuan."

Degh