ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sore yang Panas.
"Katanya lapar. Kenapa makannya hanya sedikit?" tanya Wisnu melihat Naura sudah selesai dengan sarapannya.
"Sebentar lagi mau makan siang. Jadi aku makan sedikit saja." Kata Naura lalu menghabiskan jus sirsak yang memang sejak semalam sudah dimintanya kepada bi Aisa untuk disiapkan.
Wisnu pun sudah selesai. Ia langsung berdiri. Mengambil tissue untuk membersihkan mulutnya. "Aku pergi dulu ya?" Ujar Wisnu lalu ia melangkah mendekati Naura dan tanpa Naura duga, Wisnu mencium puncak kepalanya dengan lembut. "Kalau capek, kamu tidur saja." bisik nya.
Naura menatap tajam pada Wisnu namun suaminya itu hanya tertawa sambil melangkah meninggalkan ruang makan.
Pakai acara cium-cium kepala gue. Apakah dia memang seperti itu pada istri-istrinya yang lain?
"Nyonya, mau menu apa untuk makan siang?" tanya Saima mengalihkan konsentrasi Naura dari pintu tempat Wisnu keluar tadi.
"Terserah bibi saja. Aku mau ke kamar lagi. Rasanya capek." Naura segera meninggalkan ruang makan. Seluruh tubuhnya bagaikan kehilangan tenaga.
Ketika ia melewati ruang keluarga, Regina dan Indira masih ad di sana. Lisa sudah pergi entah kemana.
"Naura....!" panggil Regina saat gadis itu sudah hampir mendekati tangga.
Naura menoleh. Memasang senyum manis walaupun sebenarnya ia mengantuk.
"Ada apa, mba?"
"Mau kemana? Kenapa tak gabung saja bersama kami di sini?" tanya Regina.
"Aku mengantuk, mba. Pingin tidur. Badanku rasanya sakit semua." kata Naura dengan wajah penuh permohonan.
"Kamu kan belum lama bangun?" kali ini Indira yang bicara.
"Mba, aku tidurnya semalam sudah subuh. Tadi pagi juga bangun langsung ditarik mas Wisnu untuk bercinta. Aku sendiri heran kalau mas Wisnu masih punya tenaga untuk bekerja. Aku ke kamar dulu ya?" pamit Naura dan segera menaiki tangga. Ia harus mengatakan kebenarannya karena tak ingin niatnya untuk tidur digagalkan oleh dua bidadari nya Wisnu.
Regina dan Indira saling berpandangan. "Benarkan, mba. Mereka memang menghabiskan waktu semalaman untuk bercinta. Ih..., kok mas Wisnu nggak gitu ke kita ya?"
"Bisa jadi Naura bohong. Mungkin saja dia memang susah tidur karena ingat kakeknya. Memangnya mas pernah mengajak kita bercinta di pagi hari?" tanya Regina membuat Indira mengangguk.
"Dia sengaja ingin membuat kita jengkel. Dasar perempuan pemalas! Tunggu saja, aku akan membuat dia menderita ada diantara kita berdua. Suatu saat pasti kita akan menemukan cara untuk membuat mas Wisnu lepas dari jeratnya." lanjut Regina sambil mengepalkan tangannya.
Sementara Naura yang sudah tiba di dalam kamar, langsung naik ke atas tempat tidur. Ia memejamkan matanya. Dasar juragan genit. Aku dibuatnya sangat capek hari ini. Pada hal aku ingin jalan-jalan lagi dengan sepeda. Naura terus menggerutu dalam hati sampai akhirnya ia jatuh dalam tidur yang nyaman.
**********
Hati Wisnu merasakan damai setiap kali ia datang ke makam Dina. Ia mengambil air dari botol dan membersihkan nisan Dina. Setelah itu, Wisnu memanjatkan doa.
Gading yang berdiri agak jauh di belakang Wisnu terkejut melihat tuannya itu sudah memanjatkan doa. Biasanya juga Wisnu akan berlama-lama duduk di pinggiran makam Dina. Dia akan terus memandang batu nisan Dina bahkan sesekali masih terlihat kalau Wisnu menghapus air matanya. Kali ini, belum juga 15 menit dan Wisnu sudah selesai. Ia meletakan bunga di atas makam dan seperti biasa, mencium nama Dina yang terukir di sana lalu kemudian berbalik dan meninggalkan makam Dina.
Apakah tuannya kurang enak badan? Atau sedang banyak pikiran? Tadi pun di pabrik Wisnu terlihat kurang berkonsentrasi. Ia juga meninjau pembuatan buah kaleng dengan sangat cepat. Mereka bahkan tak sampai 2 jam di pabrik.
Gading tak berani bertanya jika Wisnu tak bicara lebih dulu.
"Tuan, kita mau langsung ke desa atau masih ada lagi yang akan kita lakukan di sini?" tanya Gading saat mobil mulai meninggalkan area makam.
"Kita langsung pulang saja, Gading." Jawab Wisnu lalu memejamkan matanya dan tidur. Perjalanan dari kita ke desa memakan waktu dua jam.
Saat mobil memasuki gerbang rumah bukit, Wisnu terbangun. Jarum jam sudah menunjukkan waktu setengah lima sore saat mereka kembali.
Wisnu pun terbangun saat mobil sudah berhenti di depan teras utama. Gading segera turun dan membukakan pintu bagi Wisnu.
Lisa yang sedang bermain sepeda langsung bersorak melihat Wisnu yang sudah pulang.
"Hore....ayah pulang!"'
Wisnu langsung memeluk Lisa dan mencium pipinya dengan gemas. "Kamu bau keringat. Belum mandi?"
"Belum. Lisa dari tadi nungguin ayah sambil bermain dengan bunda Naura."
Mendengar nama Naura, entah mengapa hati Wisnu bergetar. "Di mana bunda Naura?"
"Katanya mau ke kamar. Kalau bunda Regina dan bunda Indira pergi ke perkampungan.'
"Mandilah dulu. Ayah mau mandi juga. Nanti ayah main dengan Lisa setelah itu ya?" Ujar Wisnu lalu segera meninggalkan Lisa. Ia menaiki tangga menuju ke kamarnya. Saat ia membuka pintu kamar, ia tak menemukan istri ketiganya itu.
Wisnu pun membuka bajunya dan langsung menuju ke kamar mandi. Saat ia membuka pintu kamar mandi, senyum di wajahnya langsung mengembang menemukan Naura sedang berendam dalam bak mandi dan telinganya menggunakan headset.
Perlahan Wisnu membuka boxer yang masih menempel di tubuhnya lalu ia masuk ke dalam bak mandi sampai akhirnya Naura terkejut dan langsung membuka matanya.
"Eh, juragan. Apa yang kamu lakukan?" teriak Naura panik sambil membuka headset nya dan meletakan di atas rak dimana ponselnya berada.
"Aku mau berendam denganmu!"
"A...aku sudah selesai!" Naura hendak keluar dari dalam bak mandi namun Wisnu dengan cepat menahan tangannya.
Sentuhan Wisnu membuat Naura merasakan kalau kulitnya menjadi panas. Apalagi mereka berdua dalam keadaan polos.
"Temanilah aku sebentar." kata Wisnu lalu ia duduk membelakangi Naura. "Tolong pijat punggungku."
"Aku nggak tahu cara memijat, juragan!" kata Naura ketus. Ia merasa harus menghindar dari Wisnu karena ia benci dengan respon tubuhnya.
"Pijatlah sesuai dengan yang kamu tahu saja." kata Wisnu sedikit memerintah.
"Tapi....!"
"Ayolah, Ra. Aku capek hari ini." sela Wisnu cepat. Naura selalu merasa hatinya bergetar setiap kali Wisnu menyebut dua huruf terakhir dalam namanya. Dia pun mulai memijat punggung Wisnu. Berusaha menjauh agar kulit mereka tak akan saling bersentuhan.
Wisnu tahu kalau tangan kecil istrinya itu memijatnya dengan sembarangan. Namun entah mengapa ia merasa sangat senang.
Perlahan kaki Naura yang berjongkok merasa sakit. Ia terpaksa menurunkan kakinya dan secara otomatis langsung menyentuh kulit Wisnu.
"A....aku sudah capek memijat. Juga sudah agak kedinginan." Naura beralasan untuk pergi. Namun Wisnu yang sepanjang hari ini merasa agak pusing karena selalu membayangkan saat mereka bercinta subuh dan pagi hari, kini tak bisa menahan dirinya lagi. Ia dengan cepat membalikan tubuhnya dan langsung mencium bibir Naura dengan penuh gairah.
Naura terkejut. Matanya membulat. Ia berusaha melepaskan diri. "Ju... juragan. Apa yang kamu lakukan?" tanya Naura panik dan berusaha melepaskan diri dari dekapan suaminya namun Wisnu tak mau melepaskan dirinya. Ia memandang Naura dengan kabut gairah.
"Ayo kita saling menghangatkan." Katanya lalu kembali mencium Naura.
Sekuat apapun Naura memberontak, ia akhirnya jatuh dalam balutan gairah yang sama dengan suaminya.
Sore itu, udara sebenarnya mulai dingin. Namun dua anak manusia itu sudah menjadi panas karena saling membagikan kehangatan dalam hasrat yang tak terbendung lagi.
********
Regina dan Indira yang baru pulang melihat Lisa yang berdiri di dekat tangga.
"Sayang, ada apa berdiri di sini?" tanya Regina. Ia mencium putrinya dan tersenyum saat mencium aroma sabun. Ia tahu kalau Lisa sudah mandi.
"Menunggu ayah. Tadi ayah bilang mau mandi dulu. Tapi lama sekali mandinya."
"Bunda Naura kemana?" tanya Regina.
"Bunda Naura tadi bilang mau ke kamar. Setelah bunda Naura naik, tak lama kemudian Ayah pulang."
"Tuh kan mba. Pasti deh mereka..."
Regina menatap tajam ke arah Indira lalu sambil menunjuk Lisa.
"Maaf!" Kata Indira hampir tak kedengaran.
"Lisa main dulu sama bi Wina sambil menunggu ayah. Sebentar lagi ayah pasti turun."
Lisa mengangguk dan segera berlari menuju ke dapur.
"Pasti deh mereka sedang asyik berdua. Seharusnya ini hari free nya mas Wisnu kan?" Indira melanjutkan kalimatnya yang tadi terhenti.
Regina mendongak. Menatap ke bagian lantai atas. "Ayo kita mandi juga. Malam ini mas akan bersama Lisa."
Indira mengangguk. Mereka pun segera ke kamar masing-masing.
Sementara itu, Naura dan Wisnu baru selesai mandi dengan keluar dari kamar mandi secara bersama. Naura kembali berjalan agak tertatih karena Wisnu menyerangnya bukan hanya dalam bak mandi namun juga saat ia sudah berada di bawah shower. Dua ronde dari sore sampai menjelang malam.
Naura tak bicara saat ia mengganti pakaiannya di depan Wisnu. Mau menghindar juga percuma karena mereka sudah saling melihat selama satu jam lebih dalam aktivitas mandi dan lain-lain.
"Juragan, malam ini aku mau tidur di Villa." kata Naura saat ia sudah selesai mengenakan bajunya demikian pula dengan Wisnu.
"Kenapa? Takut kesepian di kamar ini karena giliran mu sudah selesai?" tanya Wisnu dengan tatapan menggoda.
"Cih! Memangnya juragan sepenting itu sampai aku harus merasa kesepian? Kedua istri juragan punya kamar masing-masing. Aku seharusnya punya."
"Kamarmu di sini."
"Nggak. Ini kamarmu. Aku mau punya kamar sendiri. Tadi siang aku sudah memindahkan barang-barang ku ke villa. Tinggal beberapa baju saja di sini."
"Di villa kamu hanya sendiri."
"Aku sudah meminta bi Aisa untuk mengisi kamar yang satu dengan tempat tidur. Dan bibi akan tidur di sana bersamaku."
Wisnu hanya bisa mengangkat bahunya tanpa bicara. "Aku ke bawa dulu. Jangan lupa cepat turun karena sebentar lagi makan malam." ujar Wisnu sebelum keluar dari kamar.
Naura tersenyum senang. Ia akan punya kehidupan sendiri di villa nanti.
***********
Benarkah Naura bisa tenang tinggal di villa?
Apa juga yang direncanakan Regina dan Indira saat pergi ke perkampungan?
Bagaimana juga Wisnu saat giliran Regina tiba?
Dukung emak terus ya...
makasih yang like sudah banyak
baru lapak emak n bapaknya