Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NYARIS SAJA
Astuti dan Samirah masih sama-sama berdiri memperhatikan punggung Kinasih yang menjauh dan menghilang dalam keramaian. Astuti membalikkan badannya, begitu pula dengan Samirah hingga mereka jadi saling berhadapan sekarang. Astuti menatap tidak suka pada Samirah dan Samirah pun tidak mau kalah, dia pun berlaku demikian. Samirah menatap Astuti dengan pandangan benci.
Dulu dia memang tidak menyukai Mursyidah menjadi adik iparnya karena menganggap wanita itu miskin dan tidak berpendidikan. Samirah senang saat akhirnya adiknya menikah lagi, tapi bukan wanita seperti Astuti yang diinginkannya. Samirah merasa jika Astuti bukanlah wanita baik-baik. Beberapa kali dia memergoki Astuti berbincang dengan Hermawan suaminya dan tampak sangat dekat dan akrab. Samirah merasa Astuti menggoda suaminya dan saat dia mengatakan pada Gunadi, adiknya itu justru menyalahkan Samirah.
"Kenapa mbak mencurigai istriku? Bukannya suami mbak itu memang begitu? Dulu mas Hermawan juga sempat merayu Aliyah?" sangkal Gunadi saat Samirah melaporkan kedekatan Astuti dan Hermawan.
Samirah merasa percuma melaporkan pada Gunadi, adiknya itu akan selalu membela Astuti. Berbeda kala
Dengan Mursyidah dulu, Gunadi memarahi habis-habisan istri pertamanya itu.
"Hei Samirah, ngapain kamu mengikutiku? Kamu curiga aku akan janjian bertemu dengan suamimu di sini? Picik sekali pikiranmu, kalau aku mau berselingkuh dengan suamimu itu aku akan cari hotel atau tempat yang nggak diketahui orang, ngapain di sini? Di tempat terbuka ada kamu, ibu kamu juga Gunadi adikmu itu!" sinis Astuti.
"Jalang tidak tau malu," cibir Samirah.
"Aku jalang?" tunjuk Astuti pada dirinya sendiri.
"Kalau aku jalang, suamimu apa? Hampir semua wanita di kampung di rayunya dan adikmu apa? Tanpa rasa bersalah menikah lagi sementara istrinya susah payah mencari uang."
"Itu semua gara-gara kamu! kalau kamu tidak datang dan menggoda Gunadi dia tidak akan seperti itu dan sekarang kamu tanpa rasa bersalah menyalahkan adikku padahal kamu yang paling banyak menghabiskan uang itu!" sanggah Samirah jengkel. wajahnya memerah menahan amarah. Beberapa orang yang lalu lalang sempat memperhatikan perdebatan mereka.
"Tentu saja aku menikmati uang pemberian suamiku, terserah dia mau dapat dari mana," sahut Astuti enteng. Samirah tersenyum miring. Tadi saja dengan seenaknya saja menyebut nama Gunadi sekarang bagian membicarakan duit baru bilang suamiku. Samirah berujar dalam hati,
"Awas saja kalau kamu berani mengikutiku, aku akan telpon istri pertama Gunadi dan menceritakan semuanya bahwa kalian yang menginginkan Gunadi menikah lagi. Kamu dan ibumu!" ancam Astuti. Wanita itu berjalan menjauh meninggalkan Samirah yang masih diam dengan tangan terkepal mengawasi Astuti dari belakang.
Samirah menunggu Astuti agak jauh dan berniat mengikuti istri muda adiknya tersebut. Namun, tiba-tiba saja dia merasa ingin buang air kecil. Akhirnya samirah mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk mencari toilet yang ada di sekitar tempat itu.
Mursyidah baru saja selesai merapikan khimar yang dia pakai di depan cermin toilet wanita. Dia yang tidak tahu jika diikuti oleh Gunadi berjalan santai keluar dari toilet umum tersebut. Gunadi tersenyum senang saat seorang wanita dengan gamis dan khimar senada keluar dari toilet wanita. Wanita yang mengenakan kacamata hitam itu terlihat sangat anggun dan mempesona di mata Gunadi.
"Mbak, mbak Ussy!" panggil Gunadi seraya keluar dari persembunyiannya.
Mursyidah yang tidak merasa jika dia yang dipanggil tidak menoleh sama sekali dan tetap meneruskan langkahnya. Gunadi mengejar wanita yang dipanggilnya. Jangan sampai gagal. dia harus mendapatkan wanita kaya tersebut.
"Mbak Ussy tunggu!" panggil Gunadi seraya mencekal tangan Mursyidah.
Mursyidah yang terkejut spontan menoleh dan menepis tangan orang yang menyentuh tangannya. Mursyidah semakin terkejut saat tahu siapa yang memanggilnya, bahkan sampai menyentuh tangannya. Sesaat Mursyiah tertegun. Apakah sekarang dia benar-benar sudah melupakan suaminya tersebut hingga suaranya pun Mursyidah sudah tidak kenal. Mursyidah tidak percaya dengan hati dan perasaannya sendiri.
"Ka-kamu? Aliya?"
Gunadi tertegun menatap wanita cantik berkacamata yang ada di hadapannya. Wajahnya begitu mirip dengan Aliya istrinya. Bukan, bukan mirip lagi tapi memang betul itu adalah istrinya. Gunadi sangat yakin, tapi mengapa kulitnya begitu berbeda? Putih bersih. Gunadi ingin menarik kacamata yang menutpi mata wanita itu, tapi tangannya tidak dapat bergerak karena rasa terkejutnya.
Dari balik kacamatanya Mursyidah mengawasi pergerakan Gunadi. Jangan sampai lelaki itu menarik kacamatanya. Untung saja saat ini dia mengenakan kacamata, kalau tidak Gunadi pasti akan mengetahui keterkejutan di mata nya. Mursyidah tidak ingin Gunadi tahu bahwa dia saat ini sedang cemas dan takut ketahuan oleh suaminya itu. Mursyidah diam dengan bibir gemetar. Dia tidak sanggup untuk berkata-kata. Dalam hati wanita tersebut berdoa agar ada keajaiban yang dapat menyelamatkannya. Jangan sampai Gunadi mengetahui kepulangannya dan menggagalkan semua rencananya.
Gunadi menatap tajam pada Mursyidah yang terpaku di tempatnya berdiri. Tangan lelaki itu perlahan naik hendak menarik kacamata hitam yang di kenakan oleh Mursyidah.
"Sayang, kamu sudah selesai dari toilet?"
Suara seorang pria membuat Gunadi menoleh dan cepat menurunkan tangannya. Mursyidah ikut menoleh pada pria yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya.
"Kok nggak bilang kalau sudah selesai? Sini mas yang bawa belanjaannya ke mobil." Pria itu mengambil alih kantong besar di tangan Mursyidah yang masih tertegun. Dia, pria itu adalah pria yang sempat duduk di sebelah Mursyidah saat dalam bis dan bahkan mereka sempat bertengkar saat rebutan taksi yang berakhir dengan setaksi berdua.
"Ayo, kasihan anak-anak menunggu lama!"
Pria itu menatap tajam pada Gunadi sebelum melangkah meninggalkan tempat tersebut. Mursyidah mengikuti dari belakang dengan langkah pelan dan ragu. Wanita itu menunduk tanpa berani melihat pada Gunadi, persis seperti seorang wanita yang ketahuan selingkuh oleh suaminya.
Gunadi hanya diam melihat wanita yang sangat dia yakini adalah istrinya itu pergi bersama pria tampan dengan setelan jas biru navy tersebut. Entah mengapa dia tidak berani menegur pria itu. Bagaimana jika pria itu benar suami wanita tersebut dan wanita itu juga bukan Mursyidah seperti dugaannya.
Sekarang Gunadi jadi meragu. Ya! Wanita yang sangat cantik itu bukanlah istrinya, mereka hanya mirip.
Bukankah Mursyidah saat ini sedang bekerja di Arab. Dan wanita tadi bukanlah Mursyidah. Wanita itu sudah bersuami dan bahkan sudah punya anak. Tidak mungkin Mursyidah! Gunadi mencoba meyakinkan hatinya.
Setelah beberapa saat merenung akhirnya Gunadi memutuskan untuk kembali ke restoran tempat keluarganya makan.
Mursyidah berjalan cepat mengikuti langkah panjang pria yang berjalan di depannya dan ikut turun melalui eskalator. Setelah menuruni dua eskalator dan sebelum sampai pintu keluar Mursyidah menghentikan langkahnya pria di depannya itu.
"Sampai di sini saja pak! Terimakasih sudah menolong saya."
Pria itu menghentikan langkahnya dan terpaku di tempatnya sambil menjinjing kantong belanjaan Mursyidah. Terlihat pria itu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan kasar. Pria itu memutar badannya menghadap Mursyidah. Tatapan mata tajam dan dingin itu membuat Mursyidah tidak berani menatap lama.
"Terimakasih kasih pak sudah menolong saya," ulang Mursyidah kembali. Kepalanya cepat menunduk.
"Saya mau menunggu teman saya di sini. Dia belum
Turun, saya khawatir dia tersesat," lanjut Mursyidah dengan kepala yang masih tertunduk. Entah mengapa sekarang dia merasa ciut berbeda ketika rebutan taksi dulu. Apa karena dirinya saat ini merasa berhutang Budi pada pria tersebut. Tentu saja. Pria itu telah menyelamatkan Mursyidah dari keadaan yang sangat terjepit. Nyaris saja dia ketahuan oleh suaminya.
"Baiklah!" Pria itu menurunkan kantong yang dibawanya. "Saya akan meninggalkanmu di sini. Lain kali hati-hati di manapun kamu berada. Ada saja pria yang berniat tidak baik pada wanita sepertimu."
Pria itu berbalik dan meninggalkan Mursyidah. Baru tiga langkah berjalan, pria itu berhenti melangkah tanpa membalikkan badannya.
"Oh ya satu lagi! Jangan panggil saya bapak karena saya belum terlalu tua untuk jadi bapakmu!"
Pria itu melanjutkan langkahnya kembali tanpa menoleh sedikitpun pada Mursyidah.
Mursyidah masih berdiri di tempatnya memperhatikan punggung pria yang telah menolongnya itu menjauh dan menghilang dalam keramaian orang berlalu lalang. Setelah pria itu tidak terlihat lagi Mursyidah memerosotkan bahunya. Wanita itu melepaskan napas lega. Nyaris saja semua rencananya gagal.
aku suka cerita halu yg realitis.