Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24: Naga Es
Lyra memilih tim yang kecil dan gesit: Jax, pengawal setianya, dan dua prajurit pengintai yang terbukti ahli dalam medan beku. Mereka bergerak cepat melalui wilayah utara Eteria, melewati perbatasan Niveria yang kini sepi, dan menuju ke Pegunungan Utara yang tak tertembus.
Perjalanan itu adalah ujian brutal bagi Lyra. Tanpa perlindungan sihir dari Liontin Segel atau Kael, Lyra harus mengandalkan ketahanan fisik Lyra si pelayan dan kehendak Lyra si Ratu.
Lyra merasakan kedinginan menusuk tulang, tetapi ada kehangatan aneh di perutnya—sebuah harapan akan Warisan yang mungkin telah ia kandung.
"Yang Mulia, Puncak Es Abadi hanya bisa dicapai melalui Jalur Angin Patah," kata Jax, sambil membungkus Lyra dengan jubah bulu tebal. "Angin di sana bisa merobek kulit."
"Kita harus melalui sana," Lyra membalas, Lyra menatap ke puncak yang diselimuti badai salju abadi. Lyra melihat energi sihir yang padat dan dingin. "Di tempat sihir itu paling pekat, di situlah Naga bersembunyi."
Saat mereka mendaki, Lyra mulai merasakan bisikan dingin lagi, mirip dengan yang Lyra rasakan di Lautan Sunyi, tetapi kali ini lebih tajam dan lebih dekat.
"Bisikan The Null," Lyra bergumam.
Tiba-tiba, salju di sekitar mereka berhenti turun. Langit menjadi gelap, meskipun masih siang. Mereka diserang.
Bukan oleh prajurit, melainkan oleh Entitas Bayangan—makhluk-makhluk hitam pekat yang terbentuk dari es dan kehampaan. Ini adalah pengintai The Null yang Kael deteksi.
"The Null! Bertarung!" teriak Lyra.
Pertempuran itu kacau. Lyra dan timnya tidak bisa melukai Entitas Bayangan dengan pedang biasa; pedang mereka hanya melewati tubuh bayangan itu. Lyra harus menggunakan kelincahan dan kecerdikannya.
Lyra menyadari, entitas itu tidak terbuat dari materi, melainkan dari energi yang tersisa dari Kekosongan. Lyra harus menghancurkan kehendak mereka, bukan tubuh mereka.
Lyra berteriak, Lyra memaksa kehendaknya—kekuatan yang Lyra tempa selama perang—ke udara. "Kau tidak bisa mengambilku! Aku adalah Ratu Eteria! Aku menolak kehampaanmu!"
Entitas Bayangan itu tersentak. Salah satu Entitas Bayangan, yang berusaha menyerang Jax, bergetar dan meledak menjadi debu es.
Lyra terhuyung, Lyra menggunakan energi kehendaknya sendiri untuk menghancurkan Entitas itu. Lyra berhasil mengusir sisanya, tetapi Lyra kelelahan hingga hampir pingsan.
"Yang Mulia!" Jax menopang Lyra.
"Aku baik-baik saja," Lyra berbisik, Lyra mengatur napas. Lyra menyadari betapa rentannya Lyra tanpa Liontin.
"Mereka mencari energi murni, Jax. Dan aku harus cepat sebelum mereka menemukan Naga itu lebih dulu."
Mereka melanjutkan perjalanan ke puncak tertinggi. Lyra, yang kelelahan, memimpin mereka ke sebuah gua es raksasa yang tersembunyi di balik badai salju.
Gua itu sunyi. Di dalamnya, kehangatan yang aneh menyelimuti mereka. Di tengah gua, di atas tumpukan kristal es, beristirahatlah sang Naga Penjaga Es—makhluk raksasa yang kulitnya berwarna safir dan matanya seperti es yang membeku, memancarkan sihir kuno yang murni.
Naga itu tidak bergerak, tetapi aura kekuatannya membuat Lyra dan timnya berlutut.
Lyra, didorong oleh kehendaknya, berdiri tegak, meskipun lututnya gemetar. Lyra menatap langsung ke mata Naga.
"Aku tidak datang untuk bertarung, Penjaga Es," kata Lyra, suaranya mantap. "Aku datang sebagai Ratu Eteria, yang mencari bantuanmu."
Naga itu membuka matanya. Suaranya, ketika berbicara, bergetar seperti salju yang longsor.
MANUSIA TIDAK PUNYA TEMPAT DI SINI. MENGAPA KAU MENCARI SIHIR LAMA?
"Aku mencari Air Mata Naga," jawab Lyra. "Aku membutuhkan elemen itu untuk menempa Mahkota Keseimbangan. Mahkota itu akan melindungi dimensi ini dari The Null—kehampaan yang kini mengejar Aerion, Penjaga Kosmis."
Naga itu bergetar. AERION. YA. KAMI MERASAKAN KEHILANGAN LIONTIN. KEKOSONGAN ITU MENYAKITKAN.
Naga itu memindai Lyra. KAU ADALAH WADAH MANUSIA YANG BEGITU RENTAN. KAU TIDAK MEMILIKI SIHIR PELINDUNG. MENGAPA AKU HARUS MEMPERCAYAKAN KEKUATANKU PADAMU?
"Karena saya memiliki kehendak yang lebih kuat dari sihir apa pun," balas Lyra, Lyra meletakkan tangan Lyra di perutnya yang rata, Lyra menyalurkan harapan akan Warisan itu. "Saya menghancurkan Liontin Segel yang mengikat Aerion. Saya menghancurkan Peninggalan Niveria. Saya tidak takut pada kekacauan sihir. Dan sekarang, saya membawa benih Warisan yang akan menjadi titik fokus keseimbangan."
Lyra menceritakan segalanya: tentang Aerion, tentang The Null, tentang formula Mahkota Keseimbangan. Lyra jujur, Lyra memperlihatkan kerentanannya yang nyata.
Naga itu terdiam lama. Akhirnya, Naga itu menghela napas, napasnya menciptakan badai salju kecil di dalam gua.
KEHENDAKMU MURNI. KEHENDAK SEORANG RATU YANG MENEMPA CINTA DARI KUTUKAN. SAYA MENGHORMATI PENGORBANAN LIONTIN.
NAMUN, Naga itu melanjutkan, AIR MATA NAGA TIDAK DIBERIKAN SECARA MUDAH. AIR MATA INI HANYA DAPAT DIBERIKAN JIKA CINTA ITU DIUJI. KAU HARUS MENEMPUH UJIAN, LYRA VELMORA.
Naga itu mengangkat kepalanya, dan matanya memancarkan cahaya biru terang ke Lyra. Lyra merasa pikirannya diserang, tetapi tidak menyakitkan. Lyra dibawa ke dalam memori sihir yang diciptakan oleh Naga.
Lyra tiba-tiba berdiri di Istana Eteria. Lyra melihat Kael. Tapi ini bukan Kael yang Lyra kenal. Ini adalah Aerion/Valerius yang masih terikat kutukan, saat ia pertama kali mencintai Lyra, saat ia masih dipenuhi konflik.
Ujian: Cinta yang diuji oleh ketidakpastian masa lalu.
Lyra mendengar suara Valerius. "Lyra, kau tidak perlu Mahkota. Kita bisa melarikan diri dari takdir ini. Kau adalah pelayan, aku adalah Raja. Dunia hanya akan melihat kekacauan jika kita bersama di atas takhta. Mari kita tinggalkan Eteria."
Lyra merasa rindu yang menusuk. Itu adalah godaan untuk kembali ke kehidupan yang lebih sederhana, kehidupan yang tidak dihantui oleh perang atau tanggung jawab kosmis.
Namun, Lyra memaksakan kehendaknya. "Tidak, Valerius. Saya adalah Ratu. Saya tidak lari dari takdir."
Naga itu mengubah memori. Lyra sekarang melihat Kael, Raja Aerion, saat Lyra baru saja menghancurkan Liontin Segel. Kael terlihat jauh dan dingin.
Suara Kael (memori): "Aku sudah bebas, Lyra. Aku tidak lagi terikat pada Liontin itu. Aku tidak lagi terikat padamu. Aku bisa kembali ke dimensi asalku. Mengapa aku harus tinggal?"
Ini adalah godaan terberat—ketakutan terbesar Lyra: apakah Kael akan meninggalkannya sekarang setelah dia bebas?
Lyra menahan air mata. Lyra teringat ciuman di dermaga, janji Warisan.
"Kau tidak akan pergi, Aerion," Lyra berbisik, Lyra menyentuh bayangan Kael. "Kau memilihku. Kau memilih Warisan yang kita ciptakan. Cinta kita adalah kehendak, bukan kutukan. Kehendak tidak bisa dipatahkan."
Lyra memaksakan kehendaknya. Memori itu hancur. Lyra kembali berdiri di hadapan Naga.
"Kehendakmu telah teruji," suara Naga bergema, penuh penghargaan. KAU MEMILIH TAKDIR, BUKAN KENYAMANAN. KAU LAYAK MENDAPATKAN AIR MATA INI.
Naga itu meneteskan air mata. Bukan air mata sedih, tetapi kristal cair berwarna safir yang berkilauan. Air mata itu jatuh ke alas batu.
"Itu adalah Air Mata Naga dari Utara," kata Lyra, Lyra mengambil kristal itu. Lyra merasakan energi murni dan dingin mengalir ke dalam dirinya, energi yang terasa membasuh kelelahan Lyra.
Lyra menyembunyikan Air Mata Naga itu. Lyra membungkuk kepada Naga. "Terima kasih, Penjaga Es. Kami akan mengembalikan keseimbangan."
PERGILAH. TAPI KAU BISA MERASAKANNYA, RATU LYRA. KEKUATAN KOSMIS LAIN JUGA MENCARI. JANGAN PERCAYA PADA DIMENSI YANG LAIN.
Lyra dan timnya bergegas keluar dari gua. Saat mereka menuruni gunung, Lyra melihat di kejauhan, di lembah yang mereka lalui, nyala api merah.
"Jax, itu bukan api biasa!" Lyra menunjuk.
"Itu datang dari Hutan Gelap, Yang Mulia! Markas pengintai The Null!" Jax berteriak.
Lyra menyadari: Kael sedang berjuang di Eteria, menjaga energinya. Dan pengintai The Null yang Lyra tidak hancurkan kembali dan berkumpul!
Lyra memegang perutnya, Lyra merasakan urgensi yang menekan. Lyra harus kembali ke Istana, menghancurkan pengintai itu, dan memastikan Warisan mereka aman.
"Kita bergerak! Cepat!" perintah Lyra.
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.
Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.
Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.
“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.
Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.