NovelToon NovelToon
Three Years

Three Years

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: yvni_9

"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

crocodile

...Happy reading...

"Eh, lo bawa kertas karton gak?" tanya Cely, "Gue beneran lupa bawa nih," ulangnya, kali ini dengan nada yang lebih memelas, berharap Azel yang duduk tepat di sebelahnya akan merespons.

Azel, yang duduk di samping Cely, sama sekali tidak memberikan reaksi. Jangankan menjawab, menoleh pun tidak. Matanya tetap fokus ke layar handphonnya.

Cely mengerutkan keningnya, rasa kesal mulai menyelinap. "Lo pura-pura budek?" tanyanya lagi, "Atau emang beneran budek?"

Suaranya sedikit meninggi karena ia merasa diabaikan. Ia menautkan alisnya, menatap Azel dengan tatapan tajam.

Masih tanpa sepatah kata pun, Azel bergerak. Tangannya membuka resleting tas ranselnya dengan gerakan yang tenang dan tanpa tergesa-gesa. Dari dalam tas, ia mengeluarkan selembar kertas karton dan sepasang gunting. Dengan tanpa ekspresi, Azel menyodorkan kedua benda itu kepada Cely.

"Makasih ya," ucap Cely, berusaha untuk tetap sopan meskipun rasa jengkelnya belum sepenuhnya hilang.

Ia menerima karton dan gunting itu. Tapi, seperti sebelumnya, usahanya untuk berinteraksi dengan Azel kembali menemui jalan buntu. Azel tidak menjawab, bahkan tidak melirik sedikit pun ke arah Cely. Pandangannya tetap fokus ke layar handphonnya.

"Zel, maafin ucapan gue tadi!" suara Cely tercekat, penyesalan menggantung di setiap katanya. "Gue nggak bermaksud buat ngebentak lo, gue cuma-"

Kata-kata Cely kalah oleh gebrakan suara kakak pembina yang menggelegar, memekikkan perintah untuk segera berbaris di lapangan. Tanpa menoleh lagi, Azel melangkah cepat keluar kelas, meninggalkan Cely terpaku di bangkunya.

Tiga hari berlalu, yang artinya masa MPLS telah usai. Namun, Azel dan Cely masih belum berbaikan. Setiap kali Cely beranikan diri membuka suara, Azel dengan sigap menghindar.

Hari penentuan kelas tiba, Cely melangkah memasuki ruang kelas lebih dulu karena nomor absennya yang lebih awal. Pandangannya menyapu seisi ruangan, lalu terpaku pada meja incaran, pojok belakang sebelah kanan. Sempurna, pikirnya, di sana ia bisa menyandarkan kepala lelahnya ke dinding.

Rasa bersalah menelisik hatinya, perih menyadari bahwa hingga penghujung MPLS, Azel tetap tidak mau berbicara dengannya. Dengan lesu, Cely merebahkan kepalanya di meja, pandangannya menatap ke tembok kelas yang dingin.

Tiba-tiba, meja kayu di hadapannya bergetar halus, pertanda seseorang baru saja menduduki kursi di sebelahnya. Jantung Cely berdesir penasaran. Perlahan, ia menoleh ke samping, dan matanya membulat sempurna saat mendapati sosok yang duduk di sana.

"Azel!" seru Cely refleks, keterkejutan masih tergambar jelas di wajahnya.

Azel hanya melirik sekilas, bibirnya masih terkunci rapat. Cely mencoba mencairkan suasana kaku ini. "Eh, ternyata kita satu jurusan!" ujarnya.

"Iya," sahut Azel singkat, "Aku juga nggak tahu kenapa kita bisa satu jurusan. Jangan-jangan kamu ngikutin aku, ya!" tuduhnya.

"Enak aja nuduh sembarangan!" bantah Cely.

Mata Cely menangkap senyum malu-malu yang mulai merekah di pipi Azel. Seketika, beban berat yang menghimpit dadanya terasa menguap.

"Lo ... masih marah sama gue?" tanya Cely hati-hati, menyelidiki ekspresi wajah Azel.

Azel menggeleng pelan. Cely menghela napas lega, lalu memberanikan diri menjelaskan.

"Sorry ya, gue nggak bermaksud ngomong gitu tadi, gue juga bohong soal punya pacar, itu semua cuma alesan biar lo nggak deket-deket gue," jelas Cely.

Mata Azel membulat ketika mendengar penjelasan dari mulut Cely.

"KAN APA AKU DUGA!!" seru Azel penuh semangat, hingga tangannya tanpa sadar menggebrak meja, menimbulkan suara berdebam keras.

Sontak, seisi kelas lain serempak menoleh ke arah mereka berdua.

"Zel ... pelan-pelan anjir ngomongnya!" bisik Cely panik, matanya melirik ke sekeliling.

"Ehehe, sorry," cengir Azel, menyadari kehebohan yang ditimbulkannya.

"Aku udah duga kok, muka-muka kayak kamu tuh mana mungkin punya pacar," lanjut Azel, nada bicaranya kembali mengejek.

"Eh, lo jangan sok iye deh!" balas Cely tak mau kalah, bibirnya mengerucut. "Emang tampang kayak lu punya pacar?" tantangnya balik.

Tanpa ragu, Azel menjawab dengan mantap, "Punya."

Mata Cely terbelalak, tangannya spontan membungkam mulutnya sendiri, tak percaya dengan jawaban Azel.

"Oh my God," gumam Cely di balik tangannya. "Udah deh, udah! Kita nggak usah jadi temenan aja ya! Gue takut dilabrak cewek lu, kayaknya cewek lu juga kakak kelas ya? Soalnya seragamnya beda," tanya Cely.

"Ha? Siapa? Cewek aku mah kamu," sahut Azel, bibirnya menyunggingkan senyum jahil.

"ANJIR, BUAYA BANGET!" seru Cely, mencubit kecil lengan Azel. "Udah ah, gue bener-bener nggak mau ya, dilabrak sama cewek lo!" peringat Cely.

"Aku nggak ada pacar," sangkal Azel, lalu dengan lebih berani ia menanyakan, "Kamu mau?"

"STOP JADI BUAYA!"

Cely memutar bola mata, jengah dengan godaan Azel. "Terus, cewek yang lo temui pas pulang sekolah itu siapa?" selidik Cely, rasa penasarannya kembali mencuat.

Azel mengangkat sebelah alisnya, dahinya sedikit berkerut, mencoba keras mengingat kejadian dua hari lalu. Seolah lampu bohlam menyala di kepalanya, setelah ingatan itu kembali utuh, senyum misterius terlukis di bibir Azel.

"Cemburu?" goda Azel.

"Najong banget cemburu sama beruk kayak lo!" elak Cely, pipinya merona samar meski berusaha menyangkal.

"Ah ... baru aku inget," kata Azel, terkekeh pelan melihat ekspresi Cely. "Berarti kamu pulang duluan tuh karena ngeliat aku nyapa cewek? Terus kamu ngiranya itu pacar aku?" Azel menggeleng-gelengkan kepalanya geli. "Asal kamu tahu ya! Dia itu dulu kakak kelas aku waktu SMP, dan dia yang udah nyelametin aku dari-" Azel sengaja menggantung kalimatnya, membuat Cely semakin penasaran.

"-dari apa?" desak Cely tak sabar, dahinya berkerut dalam.

"-dari bully-an," jawab Azel akhirnya, nada bicaranya berubah serius, namun ada kelegaan di matanya karena akhirnya bisa bercerita.

"Bully?" ulang Cely tak percaya, matanya menatap Azel penuh tanya.

Azel mengangguk kecil, mengiyakan pertanyaan Cely.

"Kok lo bisa di-bully sih njir? Padahal muka lo kaga jelek-jelek amat. Oh ... atau mungkin karena sekarang lo udah oplas ya!" celetuk Cely asal, matanya menelisik wajah Azel, mencari jawaban.

"Ngawur!" sanggah Azel cepat, "Dulu aku di-bully setelah ayah aku meninggal, habis itu ibu aku jualan gorengan keliling, nah dari situ aku mulai di-bully, dan Kak Sena, yang kamu lihat kemarin itu, yang selalu bela aku di saat aku dirundung," jelas Azel, pandangannya menerawang jauh, seolah kembali ke masa kelam itu.

"Ooh, gitu..." Cely mengangguk-angguk kecil. "Emang sialan banget tuh orang yang udah nge-bully lo," gerutu Cely, nada bicaranya naik satu oktaf mendengar cerita Azel.

"Emang dia punya harta seberapa banyak sih, hah?" Cely mendengus sebal, lalu menatap Azel dengan sorot mata membara. "Tenang aja, Zel! Nanti kalo ada yang berani nge-bully lo lagi, sini bilang sama gue! Bakalan gue gampar tuh mukanya."

Azel terkekeh geli melihat ekspresi Cely yang begitu berapi-api. "Nggak usah segitunya," kata Azel sambil menggelengkan kepala, senyumnya mengembang tipis. "Ibu aku udah nggak jualan gorengan lagi kok, sekarang juga aku kan udah kerja," lanjut Azel.

..._________________...

1
MindlessKilling
Gak sabar nunggu lanjutannya, thor. Ceritanya keren banget!
yvni_9: terima kasih
total 1 replies
Zhunia Angel
❤️ Hanya bisa bilang satu kata: cinta! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!