Annette seorang bangsawan miskin yang tinggal jauh dari kekaisaran. Hidupnya terbilang sederhana akan tetapi penuh kebahagiaan. Hingga suatu hari masalah muncul di hidupnya.
Utusan kekaisaran tiba-tiba datang kerumahnya dan mengatakan jika dirinya telah menikah dengan kaisar dengan cara yang tidak diduga.
"Aku tidak mau! Aku mau cerai!"
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Annette bisa bercerai atau tidak? Ayo pantengin terus ceritanya di "KAISAR AYO BERCERAI!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan buntu?
Disebuah ruangan Annete memandang sosok pria yang sedari tadi belum membuahkan matanya.
'Apa dia mati?'
batin Annete saat pria itu tidak kunjung sadar karena pukulan Aldrich.
Annete memperhatikan bagaimana Aldrich yang saat ini justru terlihat santai. Ia hanya duduk dengan nyaman di sebuah sofa dengan teh di depannya.
'Dia memang tampak seperti bangsawan sejati.'
Hanya itu kalimat yang terlintas saat melihat gerakan Aldrich.
"Jika kau melihatku seperti itu maka, aku takut akan muncul lobang di kepalaku."
Aldrich bahkan tahu jika Annete sedang memperhatikannya tanpa harus melihat kearah gadis itu.
"Sa-saya tidak sedang melihat Anda," sanggah Annete dengan cepat memalingkan wajahnya.
"Ung..." akhirnya pria yang ia tunggu sudah sadarkan diri di waktu yang sangat tepat.
"Dimana aku?" gumamnya.
"Aneh sekali tadi aku bermimpi di kejar dengan orang aneh," lanjutnya.
"Hmm maaf mengecewakanmu tapi nyatanya itu bukan mimpi," jelas Annete yang berdiri di sampingnya dengan tangan yang ia lipat di depan dada.
"Kau..." pria itu jelas masih mengingat wajah Annete karena ia baru saja bertemu dengannya kemarin.
"kami tidak punya banyak waktu, kau harus menjawab apa yang kukatakan dengan jujur, jika tidak ingin pria yang duduk di sana memukulmu," ancam Annete, ia menunjuk Aldrich yang masih asik menikmati tehnya.
Dengan cepat pria itu menganggukkan kepalanya. Walau tidak mengatakan apapun tapi tampaknya pria yang sedang menikmati tehnya itu, bukanlah tandingannya.
"Bagus, sekarang aku tanya siapa namamu?"
"Horison."
'Namanya terlihat lebih maskulin dari bentuk yang terlihat.'
"Kau pemilik rumah bunga?"
"Ya, begitulah."
"Nah, maka kau pasti tahu Adeline kan?" tanya Annete.
Pria itu terdiam sejenak lalu menundukkan kepalanya.
"Kenapa hanya diam?"
"Tentu saja aku kenal, dia....dia adalah seseorang yang baik," jawab pria tersebut.
"Jadi menurutmu dia adalah orang yang baik? Bagaimana bisa mengatakan jika seorang wanita yang menjual dirinya di katakan baik? Apa lagi yang mengatakan itu adakah orang yang telah menjerumuskannya!"
Annete terus memperhatikan wajah Horison yang terlihat menegang dengan terus mencengkram kedua tangannya.
"Aku sih tidak heran, karena kau bahkan hampir menjebak ku untuk menjadi bagian dari kalian."
"Tidak kau salah."
Satu kalimat dari Horison membuat Annete menyipitkan matanya.
"Apa?"
"Adeline...dia berbeda, dia adalah orang yang baik. Wanita itu, dia datang padaku karena kesulitan keluarganya. Ia berkata jika ia harus bekerja apapun agar bisa mendapatkan uang untuk suaminya."
Penjelasan Horison justru berbanding terbalik dengan apa yang di katakan oleh Aron.
'Sebenarnya siapa yang benar-benar bisa dipercaya?"
"Apa kau pernah bertemu dengan suaminya?"
"Ya, dia adalah pria jangkung dengan rambut coklat dan mata senada."
'Itu sesuai dengan ciri-ciri Aron.'
"Memang apa yang dilakukannya?" tanya Annete.
"Dia...dia selalu datang untuk menemui Adeline setiap malamnya sehingga kami bahkan tidak lagi menganggap sebagai pelanggan biasa. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena mereka selalu membicarakan permasalahan mereka di dalam kamar. Namun, setiap pria itu pergi maka. Adeline akan datang padaku untuk meminjam sejumlah uang," jelas Horison.
'Ini buruk karena aku bahkan tidak tahu siapa yang berbohong dan siapa yang jujur.'
Annete memijat pelan pangkal hidungnya sedangkan Aldrich hanya mendengarkan tanpa mengatakan apapun.
'Sepertinya kasus kali ini cukup sulit,' batin Aldrich.
Tapi itu justru menarik saat melihat wajah Annete yang tampak lucu dengan semua yang ia pikirkan.
"Inilah mengapa orang bilang bahwa mulut pria sulit dipercaya," gumam Annete yang hanya bisa ia dengar seorang diri.
"Huh, baiklah kau sudah bisa pergi sekarang."
"Tapi bagaimana dengan kerugian ku, karena pelanggan yang melarikan diri?"
Annete langsung menatap tajam Horison berhasil membuat pria tersebut bergidik ngeri.
"Anggap saja itu kompensasi karena menjebakku."
"GLEK."
"Apa kau mengerti? Jika kau berani meminta ganti kerugian lagi, jangan salahkan aku jika aku akan melaporkan kejadian itu pada kekaisaran," ancam Annete dan membuat Horison mengangguk kepalanya dengan patuh.
'Gara-gara ulahmu aku harus kehilangan kesucian.'
Annete benar-benar masih belum terima dengan malam yang di habiskan olehnya dan juga Aldrich kemarin.
"Ayo Al, kita pergi!" ajak Annete pada Aldrich yang masih dengan tehnya. Tapi walau begitu Aldrich lagi-lagi menuruti Annete dengan patuh.
Mereka berjalan dengan santai melewati kerumunan kota, tapi sepanjang jalan Annete sama sekali tidak mengatakan apapun. Wajahnya jelas menunjukkan bahwa ia sedang berpikir keras sekarang.
Bahkan panggilan-panggilan para penjual tidak lagi Annete hiraukan.
"Kukira kau akan lebih pinta."
Kali ini Aldrich yang lebih dahulu membuka suaranya. Tapi Annete tidak menjawabnya karena ia memang tidak fokus saat ini.
"HEI AWAS!" teriak Aldrich yang menarik tangan Annete dan membawanya kedalam pelukannya.
"Kau gila? Apa kau ingin mati?"
"Ha? Apa?" bingung wanita tersebut karena ia tidak menyadari apa yang terjadi. Namun sedetik kemudian ia memperhatikan bagaimana kereta kuda yang baru saja melewatinya.
'Astaga, hampir saja nyawaku melayang,'
"Sekarang kau sudah tahu apa yang terjadi?" tanya Aldrich dengan masih mendekap Annete.
"Hmm, terima kasih yang mulia. Tapi bisakah Anda melepaskan saya?" cicit Annete. Seluruh mata saat ini terus menyorot pada mereka berdua dan jujur saja Annete merasa gugup.
"Menjauh dariku!" pinta Aldrich dengan sedikit mendorong Annete.
"Iya yang mulia, maaf.." gumam Annete.
Namun karena hal tersebut Annete menyadari sesuatu yang begitu penting. Ia memperhatikan semua orang dengan seksama lalu tersenyum bahagia. Seakan-akan semua bebannya telah ia lepaskan.
"Akh, ternyata begitu. Tampaknya aku akan menyelesaikannya kasus kali ini juga yang mulia."
Aldrich hanya mengernyitkan dahinya dengan tangan yang ia lipat di depan dada.
'Lagi-lagi aku tidak bisa memahami makhluk bodoh ini.'
"Ayo yang mulia, kita pergi ke suatu tempat yang akan membuat penjahat itu di hukum!"
Semangat Annete membara, ia benar-benar bersemangat bahkan tanpa ia sadari saat ini ia menarik tangan Aldrich menuju tempat yang ia katakan.