Anthony Chavez, ibunya Barbara, istrinya Dorothy dan kedua anak lelakinya Ethan Chavez dan Fred Chavez, ditemukan polisi sudah tidak bernyawa dengan tubuh lebam kebiruan di dalam kamar. Keempat jenazah itu saling bertumpuk di atas tempat tidur. Di dalam tubuh mereka terdapat kandungan sianida yang cukup mematikan. Dari hasil otopsi menyatakan bahwa mereka telah meninggal dunia lebih dari 12 jam sebelumnya. Sedangkan putri bungsu Anthony, Patricia Chavez yang masih berusia 8 bulan hilang tidak diketahui keberadaannya. Apakah motif dari pembunuhan satu keluarga ini? Siapakah pelakunya? Dan Bagaimanakah nasib Patricia Chavez, anak bungsu Anthony? Temukan jawabnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Menuju Ramsey (2)
Dengan menumpang sebuah taxi yang telah disewa sebelumnya, Emma membawa Daniella menuju kampung halamannya yang terletak di kota pinggiran bagian barat laut Kabupaten Anoka, negara bagian Minnesota, Amerika Serikat.
Sedan kuning itu baru saja keluar dari kota Minnesota menuju arah barat memasuki jalan MN-64 S. Jalur sepanjang 138 mil harus mereka ditempuh agar bisa sampai ke Ramsey.
Duduk di bangku penumpang bagian belakang bersama dengan pengasuhnya, Daniella berdiam diri dengan mata tak lepas memandang ke luar jendela. Sesekali Emma mengajak gadis kecil itu berbicara dengan menjelaskan lokasi di mana mereka berada saat itu, seraya menggenggam tangan Daniella dan menarik ke atas pangkuannya. Namun gadis itu bergeming. Tidak sekalipun dia membalas semua perkataan yang Emma lontarkan. Hanya jemarinya yang bergerak membalas setiap sentuhan lembut yang Emma berikan padanya. Dari respon yang Daniella berikan, Emma bisa merasakan bahwa gadis kecil itu mengetahui betapa besarnya rasa cinta dan kasih sayang yang ia miliki untuknya.
Pemandangan selama perjalanan yang mereka lalui begitu indah. Sepanjang jalan dua jalur itu, tanaman asparagus membentang apik di tepian, sejauh mata memandang. Pepohonan pinus dan cemara yang bercampur dengan pohon birch, White ash dan poplar menjulang tinggi setelah hamparan semak berumpun yang tumbuh tegak dan juga menjalar itu. Resort-resort kerap mereka temukan di beberapa titik yang berdekatan dengan danau, kolam, waduk, lahan basah, sungai, dan aliran sungai yang dijadikan tempat wisata. Hal itu tidaklah mengherankan. Karena Minnesota dianugerahi lebih dari 10 ribu danau yang tersebar di seluruh negeri. Yang airnya bersumber dari aliran anak sungai Mississippi yang menyebar luas.
2 jam 22 menit 59 detik kemudian, taxi yang membawa Emma dan Daniella memasuki Ramsey. Roda-roda hitam itu berhenti berputar di depan sebuah rumah tunggal bergaya American classic dengan halaman yang cukup luas.
"Ayo, Nona kita turun." Emma keluar terlebih dahulu, kemudian ia berputar ke belakang taxi membukakan pintu di sisi bahu jalan untuk membimbing Daniella turun. Sembari supir menurunkan barang bawaan mereka yang di simpan dalam bagasi mobil. Tidak banyak yang mereka bawa, hanya sebuah travel bag jinjing, yang berisi beberapa potong pakaian yang masih bisa mereka selamatkan dari kebakaran itu.
Setelah membayar biaya perjalanan, mobil sedan kuning itu pun pergi meninggalkan mereka berdua beserta segala kenangan yang tertinggal di Minnesota.
Dua orang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan, keluar dari dalam rumah tak lama kemudian. Wajah mereka terlihat mirip satu dengan yang lainnya. Hanya paras salah satu dari mereka yang tampak lebih matang.
"Mom... " Pria berkaus biru datang lebih dahulu sembari merentangkan kedua tangannya.
"Don anakku.." Emma menyambutnya dengan masuk ke dalam pelukan pria muda itu.
"Mom aku di sini.. " Pria yang tampak lebih matang, meminta perhatian Emma dengan tidak sabar.
"Ohh .. Anakku Dwayne. " Emma pun pengurai pelukannya, kemudian beralih memeluk putranya yang lain yang telah menunggu.
"Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali kita bertemu, kalian terlihat jauh lebih dewasa."
"Benarkah, Mom? Apakah aku tidak tampan lagi di matamu?" Tanya Don.
"Di mataku, kalian tetap yang paling tampan sedunia."
"Kalau Ayah mendengarkan ini, dia pasti akan sangat marah, Mom." Ucap Dwayne.
"Ayah kalian itu memang tidak ingin mengakui, kalau masa kejayaannya telah berakhir sejak kalian lahir ke dunia." Emma mengusap wajah ke dua putranya.
"Walaupun demikian, Ayah adalah pria terhebat yang pernah aku kenal." Bela Don.
"Tentu saja. Kalau dia bukan pria hebat, aku tidak akan bersedia menikahinya." Ujar Emma sambil memeluk erat ke dua putranya.
"Mom, kau datang bersama siapa? " Tanya Don kemudian. Ia melihat seorang anak perempuan yang hanya berdiri terpaku tak jauh dari tempat mereka.
"Ohh iya, aku hampir lupa. Don, Dwayne, perkenalkan ini Nona Daniella. Nona, ini kedua putraku. Si tampan ini bernama Don. Dan yang ini Si gagah namanya Dwayne."
"Halo... " Ujar Don sembari mengulurkan tangan kanannya.
"Hai.. " Sapa Dwayne.
Uluran tangan Don menggantung di udara. Sapaan Dwayne bagai angin lalu. Tidak ada jawaban apapun.
"Dwayne, Don, Mulai saat ini, Nona Daniella akan tinggal bersama kita di sini." Emma menarik tubuh Daniella dengan merangkul pundaknya.
"Mom dia siapa? " Tanya Dwayne meminta penjelasan. Sementara Don hanya bisa mengusap telapak tangannya sendiri yang diabaikan Daniella.
"Kita masuk dulu. Nanti Mom jelaskan." Emma mengajak kedua putranya untuk masuk ke dalam rumah. "Ayo Nona kita masuk." Sambil menggandeng Daniella, Emma masuk ke dalam rumah diikuti oleh Don dan Dwayne menyusul paling belakang dengan raut wajah tidak suka.
.
.
Daniella di tempatkan di kamar tamu yang ada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar dua kakak beradik Dwayne dan Don. Sedangkan Emma memilih kamar yang ada di lantai satu, dekat dapur. Setelah membiarkan Daniella beristirahat di kamarnya, Emma menyiapkan makan malam untuk mereka berempat. Dua putranya duduk di depan meja bar yang ada di dapur, sembari menunggu penjelasan yang dijanjikan ibu mereka.
Sambil menyiapkan bahan-bahan dan memotong sayuran, Emma menceritakan kisah kemalangan yang menimpa Daniella, sehingga ia memutuskan untuk membawa gadis kecil itu ke rumah mereka.
"Kenapa tidak menyerahkan pada keluarganya saja, Mom?" Tanya Don..
"Aku tidak mengetahui di mana keberadaan mereka."
"Bagaimana dengan harta peninggalan, Tuan Conley? Siapa yang akan mengurusnya, Mom? " Tanya Dwayne penasaran.
"Kenapa kau menanyakan hal itu, Dwayne?"
"Tidak mungkin semasa hidupnya Tuan Conley tidak memiliki harta. Siapa yang akan memastikan bawah Daniella akan mendapatkan haknya kalau dia Mom bawa ke sini? "
"Masalah itu sudah ada yang mengurusnya. Tuan Conley sudah menyerahkan hal itu dengan pengacaranya. Aku tidak ingin ikut campur terhadap permasalahan keluarga mereka."
"Oh begitu. Apakah Daniella juga akan bersekolah di sini? " Lanjut Dwayne.
"Ia Dwayne. Aku berniat memasukkan Nona ke sekolah dasar negeri yang ada di dekat sini."
"Kenapa tidak di sekolah dasar swasta. Sekolah itu lebih bagus, Mom."
"Biaya persemeternya mahal Dwayne. Aku tidak akan sanggup membayarnya."
"Lho. Kan ada warisan dari Tuan Conley untuk putrinya. Kenapa harus Mom yang menanggungnya?"
"Menurut isi surat wasiat yang ditinggalkan mendiang, Nona Daniella bisa mendapatkan harta peninggalan Tuan Conley setelah berusia 16 tahun. Itu lah kenapa, Aku membawa Nona Daniella ke sini. Karena ia akan terlantar di Minnesota."
"Aku tidak setuju, Mom !!!" Dwayne menggebrak meja. "Kita harus menanggung semua kebutuhan anak itu. Mana dia keliatan tidak normal lagi. Anak itu aneh Mom !!"
"Dia bukan aneh Dwayne. Nona Daniella mengalami depresi berat. Kasian dia. Aku juga bermaksud akan membawanya ke seorang psikiater."
"Yang benar saja, Mom. Psikiater? Pasti akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Uang dari mana? Dia bisa makan dan minum dengan gratis di sini, itu sudah bagus. " Dwayne tertawa mengejek.
.
.
.