Kisah seorang ratu yang bereinkarnasi ke masa depan menjadi gadis biasa yang lugu untuk menebus segala dosanya yang telah lalu akibat kegemarannya yang suka berperang dan membunuh ribuan orang dalam perang kerajaan yang di pimpinnya.
Bertemu seorang pria berondong yang bodoh yang tak sengaja ia temukan di depan toko roti tempatnya bekerja.
Ternyata pria tersebut seorang CEO Amnesia yang tidak diketahui identitas pribadinya sampai CEO Amnesia itu mendapatkan ingatannya kembali setelah jatuh dari toilet.
Tetapi CEO itu hanya mengingat wanita lain dan menganggap gadis itu sebagai pengganti wanita lain itu.
Bagaimana kisah kasih ideal mereka akankah keduanya bersama dan menikah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 BIBI DONNA CARA
Mobil berwarna hitam milik Magani Ogya melaju cepat ke jalanan kota yang basah oleh siraman air hujan.
Membawa Batang Dewi beserta dirinya menuju ke sebuah kawasan perumahan yang cukup jauh letaknya dari pusat kota.
Mobil Bugatti hitam itu lalu berhenti tepat di depan gerbang besar yang menjulang tinggi dengan pagar yang runcing.
Gerbang hitam terbuka sendirinya saat mobil milik Magani Ogya berada di depan gerbang itu.
Mobil hitam itu bergerak cepat memasuki sebuah area tanah yang sangat luas, hampir tidak ada pohon di area tanah itu.
Hanya terlihat hamparan tanah ditumbuhi rumput-rumput yang jarang.
Jalan yang dilewati mobil hitam cukup panjang bahkan jalan disekitar area tanah itu tidak terlihat apa-apa.
Area tanah yang dilewati mobil hitam sedikit bergelombang, seperti jalan naik-turun. Jalannya halus dan sangat baik karena di aspal.
Khusus jalan yang di lewati kendaraan saja yang di aspal sedangkan area tanah lainnya tidak dan dibiarkan seperti aslinya berupa tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau.
"Kamu akan membawa ku kemana ?", tanya Batang Dewi.
"Nanti kamu akan melihatnya sendiri, kemana tujuan kita sebenarnya", sahut Magani Ogya.
"Kenapa kamu tidak membawa ku pulang ke rumah ?", tanya Batang Dewi.
"Mmmm...", gumam Magani Ogya.
Magani Ogya tidak menjawab pertanyaan Batang Dewi dan hanya diam sambil terpejam sedangkan perempuan itu hanya menolehkan kepalanya ke arah luar kaca mobil.
Jalan yang dilewati mobil mulai terlihat di depan sana sebuah tembok kokoh yang diatasnya terdapat bangunan.
Mobil yang ditumpangi Batang Dewi dan Magani Ogya bergerak lamban saat naik ke jalan memasuki area bangunan megah dan besar itu.
Batang Dewi memperhatikan bangunan di depan sana dari arah kaca mobil.
"Tempat apakah ini !?", ucap Batang Dewi bergumam pelan.
Magani Ogya hanya menoleh ke arah Batang Dewi saat perempuan itu berbicara, pria berpenampilan maskulin itu tidak menjawab ucapan Batang Dewi.
"Tempat ini mirip istana", kata Batang Dewi.
Magani Ogya tetap terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah luar kaca mobil.
Mobil berhenti tepat di depan bangunan besar itu dan beberapa pria berpakaian serba hitam menghampiri mobil yang dikendarai mereka.
Seseorang mengetuk kaca mobil, dan Magani Ogya lalu menurunkan sedikit kaca mobil.
"Bos, anda sudah sampai di rumah", sapa seorang pria bertubuh kekar.
"Iya, apakah semua orang ada di rumah sekarang ?", tanya Magani Ogya.
"Tidak bos, hanya ada bibi anda saja yang kini masih di rumah", jawab pria kekar itu.
"Apakah anda langsung turun atau masih ingin berputar ?", tanya pria kekar itu.
"Aku akan lewat belakang rumah saja", sahut Magani Ogya.
"Baik, bos, saya mengerti", lanjut pria kekar itu.
Magani Ogya menaikkan kembali kaca mobilnya. Dan terdengar suara pria kekar itu memerintahkan pada yang lainnya.
Mobil lalu bergerak pelan menuruni jalan di bawah yang mirip seperti terowongan.
"Apa benar ini rumah pribadi ?", tanya Batang Dewi.
"Iyah, ini area rumah ku", sahut Magani Ogya.
"Untuk apa kamu membawa ku ke rumah mu bukannya pulang", kata Batang Dewi.
"Karena sesuai kesepakatan kita sebelumnya bahwa kamu akan ikut serta bersama denganku setelah kita menandatangani surat pra nikah kita", sahut Magani Ogya.
"Tetapi di dalam surat pra nikah hanya ditulis akan tinggal bersama", ucap Batang Dewi.
"Kamu memang tidak pernah membaca surat itu dengan cermat dan hanya membacanya sekilas, Batang Dewi", kata Magani Ogya.
Batang Dewi hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Mobil terus bergerak pelan melewati jalan yang ada di dalam terowongan.
Terlihat lampu-lampu hias yang menggantung sepanjang jalan masuk terowongan sehingga area di dalam terowongan bercahaya terang.
Mobil hitam itu lalu berputar mengikuti jalan di terowongan dan bergerak naik menuju area bangunan yang mirip sebuah rumah penginapan.
Batang Dewi melihat mobil hitam itu berhenti tepat di sebuah gerbang berukuran besar dari besi.
Muncul beberapa pria berpakaian kemeja bercorak bunga berwarna-warni dari dalam gerbang rumah besar itu.
Mereka berlarian ke arah mobil yang terparkir di area belakang rumah besar lalu membuka pintu mobil secara serentak.
"Selamat datang, Tuan Magani Ogya", sapa seorang pria berkacamata hitam.
"Iya, apakah kondisi terkendali semuanya, Agasthya", ucap Magani Ogya.
"Semua sudah saya urus semuanya, bos", sahut Agasthya.
"Baguslah jika kamu telah mengendalikan semunya dan tidak ada yang dikeluhkan atau ada masalah lainnya saat aku pergi", kata Magani Ogya.
"Tidak ada bos, dan semuanya terkendali dengan baik", sahut Agasthya.
"Oh iya, mengenai orang-orang yang telah menyerangku tempo dulu, apakah kamu sudah mencarinya", kata Magani Ogya sambil melepaskan jas yang dia kenakan.
"Sudah tuan, tetapi saya hanya menemukan satu orang dari orang-orang yang menyerang anda", jawab Agasthya.
"Hmmm..., baiklah, kita akan mengurus orang itu nanti setelah aku membawa Batang Dewi bertemu dengan keluarga ku", kata Magani Ogya.
"Apakah anda akan menemui ayah anda ?", tanya Agasthya.
"Tentu saja, aku akan menemuinya", sahut Magani Ogya.
"Anda akan membawa nona yang bersama anda menemui ayah anda, bos", ucap Agasthya.
"Aku hanya ingin ayah tahu bahwa aku membawakan calon menantu untuknya", sahut Magani Ogya.
Agasthya hanya tertawa pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Apakah anda akan bersikap seformal ini, bos ?", bisik Agasthya.
"Tentu saja, aku hanya ingin menunjukkan martabat ku sebagai anak seorang mafia", sahut Magani Ogya.
"Perlukah itu, bukankah anda sebaiknya menggunakan sikap formal di kantor anda saja karena saya pikir ayah anda tidak menyukai sikap formal", kata Agasthya.
"Karena ayahku mafia maka bebas untuknya dalam bersikap, Agasthya, tetapi aku akan menerapkan formalitas pada seluruh organisasi yang dinaungi oleh ayah", sahut Magani Ogya.
"Anda bermaksud merombak sistem organisasi yang ayah anda pegang", kata Agasthya.
"Mungkin, Agasthya", sahut Magani Ogya.
"Pemikiran anda terkadang sangat sulit untuk kami tebak, dan kebanyakan dari anak buah menjadi sungkan pada anda karena tidak mengerti yang anda inginkan", ucap Agasthya.
"Jangan di ambil pusing, dan katakan pada mereka semua bahwa tidak perlu memikirkan jalan pikiran ku serta bersikaplah seperti biasanya", kata Magani Ogya.
Magani Ogya berjalan sambil menggandeng Batang Dewi melewati jalan menuju ke rumahnya.
"Apakah ayah ada di rumah saat ini ?", tanya Magani Ogya.
"Tidak, ayah anda berada di kediaman pribadinya sekarang dan hanya ada bibi Donna Cara yang sedang berkunjung ke rumah ini", sahut Agasthya.
"Bibi Donna Cara...", ucap Magani Ogya.
"Benar, dia sudah menunggu anda di ruangan tamu sedari tadi dan ditemani Joanna", sahut Agasthya.
"Di ruang tamu !? Kenapa tidak menunggu di ruangan kamar tidur saja dan harus menunggu ku di ruang tamu !?", kata Magani Ogya yang menanggapi ucapan Agasthya.
"Saya tidak ikut campur urusan dalam rumah tangga karena tugas itu adalah tugas Joanna yang bertanggung jawab menangani urusan rumah ini", ucap Agasthya.
"Setidaknya kamu juga mengawasi kondisi di rumah membantu Joanna untuk mengatur urusan di rumah", lanjut Magani Ogya.
"Baik, bos, saya mengerti dan akan saya usahakan", sahut Agasthya.
Beberapa pengawal mengikuti langkah kaki Magani Ogya dan Batang Dewi saat memasuki rumah besar itu.
Mereka masuk ke dalam rumah dan berjalan sepanjang lorong panjang di area rumah besar yang mirip markas.
Terlihat kamera pengawas berada di atas dinding-dinding ruangan rumah milik Magani Ogya.
Dua orang pengawal membuka pintu rumah untuk Magani Ogya dan Batang Dewi, mereka memasuki ruangan rumah yang luas.
"Oh iya, Agasthya, tolong katakan pada Joanna untuk menyiapkan segala keperluan Batang Dewi mulai dari urusan terkecil hingga terbesar secara detail", kata Magani Ogya memberi perintah.
"Baik, bos, saya akan memberitahukan pada Joanna", sahut Agasthya.
"Dan satu lagi tolong urus kartu belanja Batang Dewi agar dia dapat berbelanja kebutuhan pribadinya sendiri", kata Magani Ogya.
"Siap, bos", sahut Agasthya.
"Jangan lupa itu, Agasthya !", lanjut Magani Ogya saat berjalan di ruangan rumahnya.
"Baik, bos akan saya laksanakan segera perintah anda secepatnya", sahut Agasthya.
Magani Ogya menghentikan langkah kakinya tepat di muka pintu salah satu ruangan yang ada di rumahnya.
"Bibi Donna Cara !", sapa Magani Ogya saat pintu ruangan terbuka lebar.
Magani Ogya melangkahkan kakinya sambil meretangkan kedua tangannya serta tersenyum kepada seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di atas sofa.
Wanita paruh baya itu memandangi ke arah Batang Dewi serta Magani Ogya secara bergantian.
"Magani Ogya, kamu baru pulang, nak", sahut bibi Donna Cara.
"Selamat malam bibi ku sayang, apa kabar ?", kata Magani Ogya.
"Kabar ku baik-baik saja, Magani", jawab bibi Donna Cara.
Magani Ogya lalu memeluk tubuh wanita paruh baya itu serta tersenyum padanya ramah.
"Aku tidak melihat mu beberapa hari ini, kemana kamu pergi Magani ?", tanya bibi Donna Cara.
"Aku ada urusan penting yang membuat ku harus sering pergi, bibi", sahut Magani Ogya.
"Tidak seorangpun yang memberitahukan kepada ku perihal kabar kepergian mu selama beberapa hari ini", kata bibi Donna Cara.
"Tenanglah, bibi ku..., semua telah terkendali baik, dan buktinya aku sudah kembali pulang ke rumah", lanjut Magani Ogya.
"Syukurlah, Magani... Karena aku sempat cemas...", sahut bibi Donna Cara.
"Percayalah padaku, semua baik-baik saja, bibi ku", kata Magani Ogya.
"Jika kamu tidak kembali pulang dalam kurun waktu satu bulan lebih, aku dan ayah mu berinisiatif untuk mencari mu, Magani", ucap bibi Donna Cara.
"Aku tahu itu, bibi", sahut Magani Ogya.
Magani Ogya lalu terdiam kemudian menarik lembut tangan Batang Dewi.
"Perkenalkan ini Batang Dewi, tunangan ku, bibi", ucap Magani Ogya.
"Selamat malam, bibi", sapa Batang Dewi.
Ekspresi wanita paruh baya itu langsung berubah ketika melihat penampilan dari Batang Dewi yang polos serta sederhana itu bahkan tanpa riasan.
Bibi Donna Cara langsung berdiri menatap ke arah Batang Dewi dengan pandangan tidak sukanya.
Tampak jelas sikap permusuhan ditunjukkan oleh wanita bernama Donna Cara ketika melihat Batang Dewi bersama dengan keponakan tersayangnya, sepertinya wanita paruh baya itu tidak menyetujui keberadaan Batang Dewi di rumah Magani Ogya.