Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23 : TCB
Usaha Karina untuk membawa Zergan menemui putri mereka nyatanya gagal dengan penolakan secara kasar oleh pria itu. Zergan tidak ingin ada yang melihatnya jika dia sampai nekad datang siang-siang kerumah sakit hanya untuk sekedar menemui Kayla yang menurutnya tidak penting.
"Jadi tadi Zen datang kesini bersama dengan pacarnya?" tanya Karina, melangkahkan kakinya mendekat ke arah ranjang dimana putrinya sedang duduk disana.
"Benar, Bu." angguk Mbak Nana.
"Ma, Aunty cantik dan baik deh. Tadi Aunty ceritain aku dongeng sebelum aku bobo." Kayla bercerita. Kehadiran Alana tadi siang memang membuatnya merasa terhibur dan bahagia.
Karina duduk disisi ranjang, mengusap lembut rambut putrinya. "Mama jadi penasaran nih sama wajah Aunty, orang yang sudah membuat putri Mama ini merasa senang."
"Besok katanya mau datang kesini lagi, Bu, sekalian mau bawain hadiah buat Non Kayla." jawab Mbak Nana.
Kayla mengangguk-anggukkan kepala cepat seraya tersenyum lebar. "Ma, aku senang deh bisa kenalan sama Aunty. Aku boleh ya berteman sama Aunty?"
Karina mengangguk, membalas senyuman putrinya. "Tentu saja boleh dong, Sayang."
Mendengar cerita dari Kayla dan Mbak Nana, Karina jadi merasa penasaran dengan wanita yang merupakan kekasih dari Zen. Dia pasti adalah wanita yang sangat beruntung karena bisa mendapatkan laki-laki sebaik Zen.
-
-
-
Selama acara makan malam berlangsung, Alana hanya duduk diam sambil menikmati makan malamnya yang sebenarnya tidak membuatnya berselera. Zergan yang duduk dihadapannya terus memperhatikan. Setelah mamanya keluar dari ruangan kerjanya tadi, dia langsung memesan ruangan vip sebuah restaurant mewah untuk acara makan malam keluarga malam ini.
"Fix, jadi acara pertunangan mereka akan kita selenggarakan sabtu ini ya," ucap Imelda. Setelah mengobrol dengan orang tuanya Alana, akhirnya mereka sudah memutuskan tanggal pertunangan anak-anak mereka.
"Nanti dilanjut dengan acara pernikahan mereka dua minggu setelah acara pertunangan," imbuhnya.
Alana yang sedari tadi memang tidak menyimak obrolan mereka pun merasa terkejut. "Hari sabtu? Hari sabtu itu kan lusa, apa tidak terlalu cepat?" tanyanya dengan sedikit memprotes.
"Tidak ada yang terlalu cepat, Alana." sahut Imelda. "Hubungan kalian sudah terjalin selama lima tahun, dan sudah seharusnya naik kejenjang yang lebih serius. Kamu masih mencintai Zergan dan ingin menikah dengannya kan?" tanyanya dengan tatapan penuh makna.
Kata 'masih' yang Imelda sematkan membuat Alana yakin jika wanita itu menaruh curiga tentang kedekatannya dengan Zen seperti apa yang dilihatnya saat dirumah sakit tadi siang. Pasti Tante Imelda juga yang sudah meminta Zergan untuk menyiapkan acara pertemuan keluarga malam ini, untuk membahas mengenai acara pertunangan dan pernikahan.
"Tante Imelda benar, Sayang." tangan Amara terangkat, menyentuh bahu sang putri yang duduk di sampingnya. "Usia kalian sudah bukan untuk main-main lagi, sudah waktunya kalian membina rumah tangga dan hidup bersama."
"Alana, apa yang memberatkanmu sayang? Bukankah ini tujuan kalian menjalin hubungan, yaitu untuk menikah dan hidup bersama." Imelda kembali angkat bicara.
"Orang tua kita benar, Alana. Ini salahku, maaf karena aku selalu mengulur waktu dan membuat kamu terlalu lama menunggu." sambung Zergan, tersenyum hangat pada Alana. "Tapi sekarang aku tidak akan membuat kamu menunggu lagi, sayang. Aku akan segera menikahimu, ingin menjadikan kamu sebagai istriku."
Alana hanya terdiam, dulu dia sangat mengharapkan acara seperti ini cepat terjadi, dimana keluarga mereka berkumpul dan membahas tentang rencana pernikahan. Tapi sekarang semuanya terasa hambar, terasa sangat berbeda. Bahkan dia sampai berharap jika Zen akan datang kesana dan membawanya kabur dari rencana pernikahannya dengan Zergan.
-
-
-
"Zen, tunggu!"
Jihan memanggil dan segera menghampiri putranya begitu melihat putranya masuk kedalam rumah. Kedatangan Amara tadi siang yang menceritakan tentang hubungan Zen dan Alana terus membuatnya kepikiran.
"Zen, ada yang mau Mama tanyakan sama kamu," ucap Jihan.
"Tanyakan saja, Ma." sahut Zen, santai.
Jihan menghela napas panjang, nampak ragu untuk memulai bertanya. "Tadi siang Tante Amara datang kemari, dan dia bilang kamu diam-diam menjalin hubungan dengan putrinya, Alana, apa itu benar?"
Zen menatap mamanya lekat, kemudian menganggukkan kepalanya, "Ya, aku menjalin hubungan dengan Alana." jawabnya dengan jujur, tanpa ada yang ingin ditutup-tutupi.
Jihan terkejut, ternyata Amara tidak bohong tentang anak-anak mereka yang menjalin hubungan diam-diam.
"Zen, kamu masih waras kan?"
Zen mengangguk yakin, "Masih."
"Zen, Alana itu sudah punya pacar dan bahkan mereka sudah mau menikah," ungkap Jihan, menatap sang putra dengan mata melebar tak percaya.
"Baru mau kan? Masih belum jadi istri ini. Lagian, mereka juga belum tentu akan menikah," sahut Zen, seolah itu bukanlah masalah besar baginya.
"Astaga," Jihan memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Mama tidak mau tahu, pokoknya kamu harus putuskan hubungan kamu dengan Alana. Kamu itu baru lulus kuliah dan baru mulai kerja, mending kamu fokus dengan karir kamu saja dulu, bantu-bantu papa kamu di perusahaan dan nggak usah mikirin pacaran."
"Aku tidak akan memutuskan hubunganku dengan Alana, Ma, apapun alasannya." jawab Zen dengan tegas. "Dan aku juga sudah siap untuk menikahinya."
Jihan semakin syok mendengarnya, "Alana itu sudah cukup umur untuk menikah, sementara kamu ini masih harus menata hidup kamu dulu sebelum menjalin hubungan serius dengan seseorang wanita."
"Pokoknya Mama tidak setuju kamu menjalin hubungan dengan Alana, titik!" suara Jihan sedikit meninggi, dia tidak ingin putranya menjadi perusak hubungan orang. Selain itu dia juga akan merasa tidak enak hati pada Amara jika pernikahan Alana dan kekasihnya batal hanya gara-gara Zen.
"Ada apa ini ribut-ribut?"
Suara yang berat seperti getaran langkah kaki itu membuat ibu dan anak itu menoleh kesamping, melihat Bram, papa Zen, sudah berdiri disudut ruangan. Wajah Bram terlihat lelah setelah seharian bekerja, tapi tatapannya tetap tegas saat menatap anak dan istrinya.
"Zen, ada apa ini? Kenapa Mama kamu sampai marah-marah? Apa kamu melakukan kesalahan?" tanya Bram pada Zen.
Jihan langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah suaminya, seolah ingin meminta dukungan dari suaminya supaya mau membujuk putranya untuk mengakhiri hubungan dengan Alana.
"Anak kita nikung pacar orang, Pa. Tadi ibunya perempuan itu datang kerumah dan meminta Mama untuk menasihati Zen, supaya Zen tidak menganggu anaknya lagi karena anaknya itu sudah mau menikah. Tapi apa coba jawaban anak kamu itu, Zen malah bilang sudah siap untuk menikahi perempuan itu." Jihan bercerita dengan menggebu-gebu, yang diakhiri dengan helaan napas panjang.
Bram nampak terdiam sejenak, kemudian menatap Zen dengan tajam, "Benar yang dikatakan oleh Mama kamu, Zen?" tanyanya dengan nada tegas.
Zen mengangguk yakin, "Ya, Pa. Apa yang dikatakan Mama benar, aku mencintai perempuan itu dan aku juga sudah siap untuk menikahinya."
Bram menghela napas berat, tatapan tajamnya masih tertuju pada sang putra. Perlahan, Bram melangkahkan kakinya mendekat, satu tangannya terangkat dan menepuk kuat bahu putranya.
"Zen..."
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek
"Zen.... lanjutkan" 😆🤣🐅