Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 CURAHAN HATI LUCINDA
Lama Lucinda memandangi ke arah Juwita yang ada di depannya kini.
Entah mengapa timbul kebimbangan dalam hati Lucinda untuk menceritakan tujuan orang-orang dirumah ini pada Juwita, ahli laboratorium Universitas Leiden, tempatnya menimba ilmu kedokteran.
Dapatkah Lucinda mempercayai Juwita, orang yang baru dikenalnya itu, tapi Lucinda tidak dapat menanggung beban kesedihan di hatinya sendirian karena dia butuh seseorang untuk mendengarkan curahan hatinya serta berbagi dengannya.
Juwita tersenyum lembut lalu meraih pundak Lucinda sembari berkata pelan.
"Jangan ragu-ragu padaku, katakan saja semuanya agar beban di hatimu berkurang, Lucinda !"
Lucinda tertegun dengan pandangan tertuju lurus kepada Juwita, namun dia hanya terdiam saja.
Juwita melanjutkan ucapannya dengan tersenyum manis.
"Kita bisa menjadi sahabat mulai sekarang, anggaplah aku adalah saudarimu atau teman terbaikmu yang mau menampung semua kesedihanmu, Lucinda..."
"Ah, yaahh... ?!"
Lucinda mendongakkan kepalanya seraya menahan air matanya yang akan tumpah karena terharu.
"Aku tidak tahu secara pastinya tujuan mereka memanfaatkan suamiku, Kevin, tapi dari yang kudengar bahwa mereka menggunakan uang Kevin untuk membiayai kehidupan mereka..."
"Astaga, jahat sekali mereka, begitu teganya memanfaatkan orang yang sekarat !"
Keluh Juwita tak percaya lalu menatap ke arah Kevin yang terbujur diam itu.
"Bahkan mereka dengan jahatnya melakukan semua itu dengan memanfaatkan ketidakberdayaan Kevin."
Lucinda menyapu area tempat pembaringan Kevin Jansen dengan tatapannya kemudian berkata lagi.
"Dan mengambil cap jari milik Kevin untuk mencairkan uang yang dimiliki Kevin dari Bank serta bisnis yang dikelola oleh kerajaan Klinting kuning !"
"Ya, ampun, licik sekali mereka telah memperdayai orang yang sekarat seperti Kevin ini !"
Juwita semakin terkaget-kaget mendengar penjelasan Lucinda mengenai kejahatan yang dilakukan oleh keluarga Kevin Jansen.
"Bagaimana bisa keluarga sendiri menjahati anggota keluarganya, ini benar-benar keji dan sangat keterlaluan ???"
Juwita menggeleng-gelengkan kepalanya tak mengerti terhadap semua kejahatan ini.
"Karena itulah aku menyelidiki kasus medis yang dialami oleh Kevin, dengan mencoba mencari tahu apa penyebab dia tidak bangun kembali dan mengirimkan sampel cairan obat ke laboratorium..."
Lucinda menerangkan maksud kedatangannya ke laboratorium kemarin dan alasan dia menelpon Juwita sekarang ini.
"Dan aku baru tahu kalau ternyata Kevin diracun oleh ibu tirinya yang bernama Saraswati sebab itulah aku meminta dokter kemari..."
"Ya, Tuhan, betapa malangnya nasib suamimu ini, aku sangat prihatin dengan pernikahanmu yang menyedihkan ini, Lucinda."
"Kami baru saja menikah, aku dan Kevin baru melangsungkan pernikahan beberapa hari yang lalu, tapi aku menikahinya dalam kondisi Kevin sudah seperti ini..., dokter..."
"Ya, Tuhan ?!"
Juwita memekik pelan dengan kedua mata terbelalak lebar.
"Jadi kalian baru saja menikah, just married gitu, aku mengira kalian sudah lama nikahnya ternyata baru saja..."
"Yah, benar, kami baru saja menikah tanpa kehadiran Kevin bahkan aku tidak tahu kalau orang yang kunikahi keadaannya seperti ini, dokter."
Lucinda berkata dengan wajah murung dan termenung sedih.
"Apa mereka menipumu ?"
Juwita menggenggam kedua tangan Lucinda penuh rasa khawatir.
"Tidak, mereka tidak menipuku, sebenarnya yang harus menikah adalah kakak perempuanku, Chatarina Daan, tapi dia melarikan diri dari pernikahan ini..."
"Oh, begitu, ya, dan kamu menjadi pengantin penggantinya bagi kakak perempuanmu, Lucinda."
"Ya, benar, aku terpaksa berperan menjadi pengantin pengganti buat kakakku yang pergi, demi memenuhi wasiat kakek kami, Bekker Ishak Kuiper maka aku yang menikah dengan suami sekaratku ini..."
Lucinda berkata dengan wajah tertunduk muram, dia tidak dapat menyembunyikan kesedihan hatinya terhadap pernikahan ini.
"Bersabarlah, pasti ada jalan terbaik untukmu nanti, Lucinda... !"
Juwita berusaha menghibur hati Lucinda yang bersedih itu.
"Semoga aku menemukan jalan terbaik bagi pernikahan ini, kuharap ada harapan untuk semua ini."
"Itu pasti, pasti terjadi, selama kita sebagai manusia berharap yang terbaik maka kita pasti akan menemukan jalan terbaik itu bagi kita, Lucinda..."
Juwita berkata dengan tersenyum, dia mengalirkan semangat teruntuk Lucinda agar dia tetap kuat.
"Percayalah... !"
"Terimakasih atas dukungannya serta semangatnya untukku, dokter..."
"Yah..., aku akan selalu ada untukmu, selama aku mampu maka aku akan membantumu sebisaku, Lucinda."
"Oh, dokter..., sekali lagi kuucapkan terimakasih..."
"Jangan pernah sungkan meminta bantuanku..."
"Terimakasih..."
Lucinda memeluk Juwita penuh perasaan, wajahnya yang sedih mulai terlihat cerah karena adanya dukungan dari seseorang, dia menjadi bersemangat.
Suasana di ruangan kamar mewah itu terasa tenang, kehadiran Juwita sebagai pesemangat bagi Lucinda mampu memberikan nuansa tersendiri di ruangan kamar itu.
Sebuah harapan besar bagi Lucinda untuk memiliki tujuan hidup.
Berharap Kevin Jansen akan bisa terobati dan kembali sadar, suatu asa yang diinginkan oleh Lucinda. Dengan begitu maka dia dapat terbebas dari pernikahan ini jika nanti Kevin sembuh.
''Baiklah, aku pamit pergi dulu karena aku tidak bisa berlama-lama disini, Lucinda..."
"Oh, begitu, ya, sayang sekali kamu hanya mampir sebentar disini, dokter."
Lucinda agak setengah kecewa, mendengar Juwita akan pergi.
"Banyak hal di laboratorium yang harus aku kerjakan nanti, dan aku harus secepatnya kembali ke kampus."
"Kupikir kamu akan lama disini dan kita bisa bicara banyak, dokter..."
"Lainkali aku pasti kembali kesini, tapi sekarang aku harus segera kembali ke kampus, aku hanya ijin sebentar."
"Baiklah, aku juga tidak bisa memaksamu, karena kau punya pekerjaan yang memang tidak bisa kamu tinggalkan lama diluar, dokter..."
"Yah, begitulah, aku mohon maaf untuk itu, Lucinda !"
"Bukan masalah karena memang tidak bisa ditangguhkan suatu kewajiban, dokter."
"Aku berjanji akan segera menyelesaikan test ini dan memberikan hasil laboratorium secepatnya untukmu, semoga kita bisa menemukan solusi untuk pengobatan suamimu."
Juwita menggenggam erat-erat tangan Lucinda lalu tersenyum lembut.
"Jangan menyerah, tetaplah bertahan sampai hasil laboratorium ini selesai, sehingga kamu dapat menyembuhkan suamimu, dokter Lucinda !"
Juwita berkata tegas hanya untuk mencoba menyalurkan semangat bagi Lucinda de Vries agar selalu berharap yang terbaik buatnya.
Perempuan asal Indonesia itu sangat bersimpati kepada nasib Lucinda yang harus menikahi seorang suami seperti Kevin Jansen. Dan dia berjanji akan membantu Lucinda untuk menyembuhkan Kevin Jansen.
Juwita berpamitan pulang, dan Lucinda tak dapat menahannya pergi.
Setelah urusan Juwita selesai di rumah mewah yang merupakan kediaman Kevin Jansen, dokter laboratorium Universitas Leiden itu harus pergi karena dia masih memiliki tanggungan pekerjaan di kampus yang belum terselesaikan.
Terlihat Lucinda mengantarkan Juwita sampai ke pintu depan rumah, dan menunggu Juwita pergi.
Lucinda segera kembali ke kamar untuk menemani suaminya.
Saat Lucinda hendak kembali ke kamar Kevin, dia sempat berpapasan dengan Gina, suster perawat yang bertugas merawat suaminya.
Gina tidak menyapanya sepertinya suster perawat itu agak menghindari bertatap muka dengan Lucinda de Vries bahkan dia terlihat tergesa-gesa pergi tanpa menyapa.
Lucinda hanya melirik sekilas ke arah Gina yang berlalu melewati dirinya, sempat dilihatnya bekas memar di bahu suster perawat itu.
Sejenak pikirannya teringat pada kejadian diruangan tengah, dimana Lucinda secara tak sengaja mengintip Gina bersama panembahan Sugeng. Dan mendengar pembicaraan mereka yang membahas soal rahasia besar tentang kejahatan Saraswati dan orang-orang di rumah ini terhadap Kevin Jansen, suami Lucinda.
Lucinda menoleh ke arah perginya suster perawat ke ruangan lainnya, diperhatikannya Gina dengan seksama sampai suster itu tak terlihat lagi dari pandangan matanya.
Sejenak Lucinda terdiam seperti berpikir serius kemudian dia melanjutkan langkah kakinya menuju Lift yang tersedia di ruangan utama ini, dia bermaksud kembali secepatnya ke kamar Kevin Jansen yang terletak di lantai tiga rumah mewah yang mirip istana ini.