Dokter Cantik milik tuan mafia...
Di tengah malam yang sunyi dan hujan yang tak henti mengguyur kota, Flo seorang dokter muda yang baru saja di pindah tugaskan dari rumah sakit besar ke klinik kecil pinggiran kota, tanpa sengaja menemukan seorang pria tergeletak di tepi jalan bersimbah darah namun masih bernapas.
Pria itu misterius tanpa identitas jelas, hanya mengenakan jaket kulit hitam yang robek di bagian bahu, dan luka tembak di sisi tubuhnya, masih berdarah. Dengan naluri seorang dokternya meronta, dan tak bisa tinggal diam.
Flo membawanya ke rumahnya karena saat itu klinik tempat ia bekerja sudah tutup.Flo pun menolongnya.
sepanjang malam, ia hanya bisa menahan napas di antara rasa takut dan tanggung jawab.
Namun, siapa sangka, pria itu bukan orang biasa. Namanya Gilhan Alfaro seorang mantan agen intel yang kini diburu oleh orang-orang dari masa lalunya.
Luka yang ia bawa bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya yang penuh rahasia, dendam, dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23 Kemenangan yang tak terduga..
Pertempuran berlangsung singkat tapi brutal. Damar yang semula yakin akan menang, kini mundur dengan tubuh penuh luka.
Separuh anak buahnya tumbang, dan Damar terdesak oleh pukulan keras Gilhan
"DUAKK!!"
Satu tendangan keras mendarat di perut Damar, membuatnya terhempas ke tumpukan besi.
Gilhan menodongkan pistol ke arahnya, napasnya berat tapi mantap.
"Kali ini, aku nggak akan kasih kesempatan,"ucap Gilhan pelan namun menusuk.
Damar melihat keadaan mulai tak terkendali. "Mundur! Bawa yang tersisa!" teriaknya dengan nada geram. Mereka lari tunggang langgang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan jejak kekalahan memalukan.
Damar menarik granat asap dari ikat pinggangnya dan melemparkan ke tanah. Dalam sekejap asap tebal menutupi seluruh area.
"Jangan kejar!" seru Gilhan ketika Flo hendak bergerak. "Dia sengaja menjebak."
Saat asap memudar, Damar sudah menghilang ke dalam kegelapan malam… meninggalkan tubuh anak buahnya dan dendam yang membara.
"Apa mereka akan datang kembali.?" tanya Flo sembari menatap ke arah Gilhan.
"Entahlah, kita lihat saja nanti mereka sendiri yang memilih jalan ini," ucap Gilhan pelan, matanya tidak lepas dari tubuh orang-orang Damar yang tak bernyawa.
"Dan dia… akan segera menyusulnya kalau ia terus nekat.!"ucapkannya Gilhan dengan nafas yang memburu.
Gilhan mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku jarinya memutih.
Api dendam membakar matanya.
Damar pergi dalam gelap dengan membawa dendam dan Gilhan tahu past,i Damar akan kembali datang mencarinya untuk menuntut balas atas kematian orang-orangnya. karena salah satu dari mereka bukan sekadar sekutunya tapi dia satu-satunya orang yang Damar percaya setelah pengkhianatan masa lalu dengan Gilhan.
Kini, Gilhan dan Flo telah merenggut satu-satunya orang itu.
Setelah pertempuran sengit....
Gudang hening, hanya suara laut dan detak jantung mereka berdua yang terdengar.
Flo mendekati Gilhan yang masih berdiri tegak di tengah puing-puing pertempuran.
"Kita berhasil…"ucapnya pelan.
Gilhan menoleh ke arah gadis itu, lalu mengangguk. "Kita belum menang… tapi malam ini, mereka tahu satu hal—"
"kalau kita bukan pelarian lagi," sambung Flo dengan senyum tipis.
Gilhan menatapnya bangga. Malam itu bukan sekadar kemenangan, tapi awal dari perubahan besar, kini Damar tahu, lawan mereka tidak lagi lemah… dan tidak akan lari lagi.
Angin laut dini hari menusuk tajam ke kulit, membawa bau darah dan bubuk mesiu yang masih tersisa dari pertempuran sengit malam itu.
Di luar gudang, beberapa anak buah Damar tergeletak bersimbah darah, peluru yang ditembakkan Flo menembus dada dan bagian tubuh mereka lainnya.
Wajah mereka yang awalnya sombong kini memucat, matanya terbuka tanpa nyawa.
Damar sempat berteriak parau saat melihat tubuh anak buahnya sekaligus itu tak lagi bergerak.
Gilhan berdiri tak jauh dari sana, suara napasnya berat, sorot matanya tajam.
Di sisi lain, Flo berdiri tegap dengan sisa asap dari laras senjatanya, kedua tangannya masih sedikit bergetar… tapi ia tidak menyesal.
Keesokan harinya,di sebuah dermaga kecil yang sepi, Damar berdiri di samping anak buahnya yang dibungkus kain hitam. Tidak ada upacara, tidak ada doa. Hanya Damar… dan kemarahan.
"Kau mati seperti anjing, kawan gumamnya pelan. 'Tapi aku bersumpah… aku akan buat mereka membayar dengan darah."
Tangannya menyentuh pistol milik Toni senjata yang selama ini menjadi simbol kekuatan mereka. Ia mengangkatnya ke dada, seperti sebuah sumpah pribadi.
"Aku akan cari sekutu baru. Lebih kuat. Lebih kejam. Dan ketika saatnya tiba…"
"Gilhan dan gadis itu… akan berlutut di depanku."
Matanya menyala, wajahnya berubah menjadi bayangan dendam yang dingin dan kejam hari itu, Damar menghilang dari Kota Selara tapi semua orang tahu… badai baru sedang terbentuk.
Sementara itu di persembunyian ..
Gilhan duduk bersandar di tembok gudang, memeriksa luka kecil di lengannya.
Flo duduk di sebelahnya, diam namun waspada. Suasana hening, hanya suara deburan ombak menemani.
"Aku membunuhnya…" ucap Flo lirih, suaranya serak.
" Gilhan menatapnya, lalu menggeleng pelan.
"Kau menyelamatkan kita, Flo Mereka datang untuk membunuh. Kau hanya sedikit lebih cepat.!"
"Hmph....!"
Flo menghela napas berat, lalu menggenggam erat pistol di tangannya.
"Tapi aku tahu ini belum berakhir. Damar… dia nggak akan diam."
Gilhan menatap langit malam yang kelam.
"Aku tahu. Dan itu sebabnya kita harus lebih siap dari sebelumnya."
Malam itu, Gilhan dan Flo sama-sama paham meski satu musuh tumbang, ancaman yang lebih besar baru saja bangkit.
Sementara di sisi yang berbeda, Damar kembali menyusun strategi..
"Gilhaaaannn!!!" Teriakan itu menggetarkan pelabuhan, menggema ke seluruh lorong tua.
"Aku akan membalas kalian ucapnya dengan geram.
Damar mengangkat pistolnya seolah saat ini ada Gilhan di hadapannya,dan papan terget yang tak bersalah menjadi amukan amarahnya, dengan wajah beringas ia membidik seolah menargetkan Gilhan.
tapi sebelum pelatuk sempat ditekan, seorang anak buahnya datang mengabarkan kalau kedua orang itu bergerak menjauh meninggalkan pelabuhan.
"Benar-benar pecundang, Gilhan tunggu saja,aku akan membunuh mu...!!"ucapkannya dengan wajah memerah.