NovelToon NovelToon
SETIA (Senja & Tiara)

SETIA (Senja & Tiara)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ita Yulfiana

"Cinta itu buta, itulah mengapa aku bisa jatuh cinta padamu." -Langit Senja Pratama-

"Tidak, kamu salah. Cinta itu tidak buta, kamu saja yang menutup mata." -Mutiara Anindhita.

.

Ketika cinta jatuh di waktu yang tidak tepat, lantas apa yang mesti kita perbuat?

Terkadang, sesuatu yang belum sempat kita genggam, justru menjadi yang paling sulit untuk dilepaskan.

Follow IG @itayulfiana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SETIA — BAB 23

"Wah, Langit, kamu dari mana aja baru muncul jam segini?" Salah seorang groomsman menyapaku. Dia merupakan kawan dekat saat kuliah dulu, sama seperti Robby.

"Tadi aku ada urusan penting, Bro, yang gak bisa ditunda. Oh iya, aku mau setor muka dulu ke Robby dan istrinya, dari tadi dia sudah telepon aku beberapa kali," kataku, lalu berjalan cepat menyusuri karpet merah menuju tangga pelaminan.

Setelah mengucapkan selamat dan berselfie bersama kedua mempelai, aku bergabung dengan para tamu yang kukenal. Namun saat tengah asyik mengobrol, netraku tiba-tiba menangkap sepasang manusia yang baru datang. Sang wanita melingkarkan tangan erat pada lengan sang pria, berjalan dengan gagah dan anggun memasuki tempat pesta. Kesan pertama yang terlihat, mereka adalah pasangan serasi yang harmonis, dan saling mendamba satu sama lain. Pemandangan itu membuat dadaku seketika memanas, kedua tanganku tanpa sadar terkepal. Aku tidak suka melihatnya, dan tak bisa tidak merasa cemburu, meski sadar tak memiliki hak untuk merasa demikian.

Aku coba mengalihkan pandangan ke arah lain, demi mencegah api cemburu buta makin meluap dalam dada, tapi sayangnya, mataku tak mau berhenti melihat ke arah mereka. Terutama Tiara yang terlihat sangat cantik dan anggun dengan kebaya berwarna merah muda, rambut disanggul ala kadarnya tapi tetap terlihat sangat cantik, manis, dan anggun di mataku.

Aku sungguh tak bisa mengatur mataku beralih dari mereka, dan tiba-tiba aku menangkap perubahan yang sangat aneh. Tiara yang tadinya tersenyum manis saat berinteraksi dengan seorang wanita paruh baya, mendadak berubah datar ketika putar badan, ditambah mereka berpisah dan saling mengabaikan satu sama lain di tengah kerumunan tamu. Aku yang melihat itu merasa semakin yakin ada yang tidak beres dengan rumah tangga mereka, terlepas tahu tidaknya Tiara kalau Arkan berselingkuh dengan wanita lain di belakangnya.

Segera kuurai jarak mendekati Tiara. Kuekori dia dari belakang yang berjalan menuju meja prasmanan, dan sepertinya dia belum menyadari keberadaanku.

"Hai, kita ketemu lagi." Senyuman mengembang di wajahku kala sapaku. Sekarang aku tak lagi ragu mendekat seperti sebelum-sebelumnya.

Dia menatapku heran, lalu bertanya mengapa aku bisa ada di sana juga. Lalu aku menjelaskan kalau Robby itu adalah teman baikku semasa kuliah dulu. Tak disangka, Niar, istri Robby adalah adik sepupu Arkan.

Tak ada perbincangan spesial di antara kami, aku memilih menjauh segera setelah selesai mengambil makanan karena suatu alasan. Daripada memaksa untuk dekat-dekat dengan Tiara, aku lebih memilih memantau dari jarak aman karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung. Di tempat ini banyak orang yang mengenalku, begitu pun dengan Tiara, takutnya malah ada yang curiga padaku kalau aku mengagumi istri Arkan tersebut.

Kulihat Tiara berbincang akrab dengan salah seorang tamu yang kebetulan juga sangat aku kenal, namanya Nindy, adik kelasku saat di SD dulu. Dari situ aku mengambil kesempatan untuk meminta nomor kontak Tiara padanya. Beruntung, Nindy memilikinya. Ya, meski aku sempat mendapat tatapan aneh dari wanita itu.

"Kamu mau apa? Tiara itu sudah punya suami?" katanya.

"Aku tahu dia istri Arkan."

"Terus?"

"Jangan salah paham dulu, aku dan Tiara sudah mengenal dari kecil, sama seperti kamu," ujarku. "Cuma tadi sebelum dia pulang, aku belum sempat meminta nomornya, jadi aku mintanya sama kamu, dan kebetulan kamu beneran punya," tambahku beralasan.

"Oh."

.

.

Seharian ini, bayang wajah Tiara tak kunjung hilang dari pikiranku. Setiap kali aku memejamkan mata, dia selalu ada di sana, tersenyum manis seolah memanggilku. Aku terus menatap kontak WhatsApp-nya, terutama foto profilnya yang bahagia bersama putranya. Berulang kali aku mulai mengetik pesan, tapi selalu kuhapus lagi.

Aku bingung, bagaimana nanti aku menjelaskan kalau dia bertanya dari mana aku mendapatkan nomornya? Nindy juga berpesan agar aku merahasiakannya, dia tidak ingin Tiara tahu kalau dialah yang memberiku nomor itu.

Beberapa jam kemudian, aku mendapat notifikasi dari aplikasi bahwa karya terbarunya sudah terbit. Tak butuh waktu lama untuk aku membukanya. Aku meninggalkan beberapa komentar, dan juga mengirim pesan melalui DM di Instagram-nya, berharap bisa berkomunikasi lebih dekat.

"Masih ada yang belum kuceritakan. Lain kali jika kamu ada waktu, kita bisa bertemu lagi. Siapa tahu bisa memberimu inspirasi untuk ceritamu yang sedang ongoing," tulis aku, meskipun sebenarnya hanya ingin mencari alasan untuk bertemu kembali.

Pesanku sudah dia baca, tapi tidak dibalas. Aku yang mulai tak sabar, akhirnya mengirim pesan pribadi di WhatsApp. "Hai👋 Ini aku, Senja😊"

Tiara langsung membalas, "Dari mana kamu mendapatkan nomorku?"

Aku menjawab bahwa aku mendapatkannya dari salah seorang yang kutemui di pesta pernikahan Robby dan Niar. Ketika dia bertanya siapa, aku langsung membalas, "Itu sama sekali tidak penting. Oh ya, bagaimana tawaranku tadi? Apakah kamu tertarik?"

Tapi, pesanku itu tidak dibalas lagi, hingga berminggu-minggu. Tiara juga mengabaikan setiap komentarku di sosial media dan platform kepenulisan. Dia seperti sedang menjaga jarak dariku, membuat hatiku terasa hampa, seperti ada yang hilang dalam diriku ketika komunikasi yang selama ini selalu lancar sebagai pembaca dan penulis terputus begitu saja.

Aku menyesali tindakan impulsifku, mengapa aku tidak bisa menahan diri? Mengapa aku harus tergoda untuk mengirim pesan pribadi? Bukankah selama ini aku sudah terbiasa memantaunya dari kejauhan, menikmati setiap ceritanya tanpa perlu berinteraksi secara langsung?

Aku teringat saat-saat aku hanya menjadi pengamat setia, menikmati setiap karyanya tanpa perlu berharap lebih. Aku merasa puas hanya dengan melihatnya berkembang, tanpa perlu memiliki harapan untuk lebih dekat. Tapi, sekarang aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang selama ini aku simpan dalam hati.

.

.

"Apa kabar?" Isi pesan yang kukirim karena merindukannya semenjak tak ada lagi komunikasi apa pun setelah sekian lama. Dan lagi-lagi, pesanku tak dibaca selama berhari-hari, dan aku merasa semakin galau.

Aku sadar, dunia takkan menunggu dan berhenti berputar hanya karena hari-hariku yang hampa dan kehilangan semangat. Pekerjaan pun demikian, mau hati sekosong apa pun, semuanya harus tetap dikerjakan sebaik mungkin.

Saat Tiara terus-terusan mengabaikanku, aku mulai menahan diri untuk berhenti muncul, baik di sosial media, pesan pribadi, dan di kolom komentar bab novelnya. Ibarat mengendarai mobil, ada waktu yang tepat untuk terus menekan pedal gas, dan ada kalanya rem yang harus diinjak. Sekarang mungkin waktunya aku harus berhenti sejenak, agar dia tak risih padaku, ditambah tuntutan pekerjaan yang akhir-akhir ini memang menguras banyak waktuku.

"Pak Ryan mendadak ingin bertemu denganmu sore ini." Boy mengabariku melalui sambungan telepon.

"Di mana dan jam berapa?" tanyaku, sembari menatap pemandangan kota dari balik jendela ruanganku di kantor.

"Di kafe dekat kantornya, jam 5 sore. Ada yang mau dibicarakan tentang proyek baru."

Aku mengangguk, meskipun Boy tidak bisa melihatnya. "Oke, aku siap."

"Bro, jangan sampai terlambat. Ini proyek yang sangat penting untuk kita." Boy mengingatkan. "Akhir-akhir ini aku lihat kamu nampaknya sedang ada masalah. Kamu tidak mau cerita agar perasaanmu lebih lega?"

"Untuk saat ini aku masih belum bisa cerita, Boy. Ku akui, aku memang tidak sedang baik-baik saja, tapi takkan kubiarkan hal itu mempengaruhi pekerjaan."

"Syukurlah kalau begitu. Aku yakin kamu akan selalu menjadi orang yang profesional dalam bekerja."

1
Cikhy Cikitha
lanjuuut
Ita Yulfiana: siap kk
total 1 replies
wathy
aku kasi kopi deh biar tambah semangat 💪
Ita Yulfiana: Waaaah Kk baik banget😍😍 makasih banyak yah😘🥰🥰
total 1 replies
wathy
aku suka,, lanjut thor😍
Ita Yulfiana: Okey siaap😁😁
total 1 replies
Cikhy Cikitha
Next....
Ita Yulfiana: waiiit/Grin/
total 1 replies
Cikhy Cikitha
lanjuuut
Ita Yulfiana: Siaaap😄🙏
total 1 replies
Cikhy Cikitha
Semangat berkarya🤩🤩
Ita Yulfiana: Siap, makasih banyak😍😍
total 1 replies
wathy
aku beri kopi deh biar semangat update 💪
Ita Yulfiana: uwwaaah makasih banyak Kak😍😍🙏
total 1 replies
wathy
wahhh senja langsung nembak 😄
wathy
itu pasti senja
wathy: Aamiin.. sama2 😍
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!