Malam itu sepasang suami istri yang baru saja melahirkan putri pertamanya di buat shock oleh kedatangan sesosok pria tampan berpenampilan serba putih. Bahkan rambut panjang nya pun begitu putih bersih. Tatapannya begitu tajam seolah mengunci tatapan pasangan suami istri itu agar tidak berpaling darinya.
“Si siapa kau?” Dengan tubuh bergetar pasangan suami istri itu terus berpelukan dan mencoba melindungi putri kecil mereka.
“Kalian tidak perlu tau siapa aku. Yang harus kalian lakukan adalah menjaga baik baik milikku. Dia mungkin anak kalian. Tapi dia tetap milikku sepenuhnya.” Jawab pria tampan berjubah putih itu penuh penekanan juga nada memerintah.
Setelah menjawab wujud tampan pria itu tiba tiba menghilang begitu saja menyisakan ketakutan pada sepasang suami istri tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafsienaff, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
“Lancang !!”
Fabian mendelik saat Selir Agung membentaknya. Padahal Fabian bertarung dengan Artha juga karena tidak terima Artha merendahkan ibundanya itu.
“Ibunda.. Aku hanya berusaha melakukan apa yang harus aku lakukan. Tidak ada anak yang bisa menerima orang tuanya di remehkan bahkan di rendahkan. Sekalipun yang merendahkan nya adalah Raja.”
“Diam !!” Selir Agung kembali membentak Fabian. Kelembutan juga senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya kini hilang berganti dengan wajah memerah penuh amarah serta tatapan tajam pada Fabian.
Fabian menelan ludah. Entah dimana letak kesalahannya Fabian sendiri tidak tau. Fabian hanya berusaha membela ibunya yang di remehkan oleh Artha.
“Kamu tidak tau semua yang sudah bunda lakukan Fabian. Kamu tidak seharusnya menentang kakak kamu. Kamu tidak seharusnya bertarung dengan kakak kamu sendiri.”
Fabian menggelengkan kepalanya.
“Bunda aku..”
“Diam !!”
Plakk!!!
Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Fabian. Fabian sangat terkejut. Tamparan itu terasa sangat sakit dan perih. Namun ada yang lebih perih dari pipinya saat ini, yaitu hatinya. Fabian tidak menyangka ibunya malah menyalahkannya.
“Bagaimanapun juga Artha itu kakak kamu. Selain itu Artha juga adalah Raja kita. Kamu harus bisa menempatkan diri. Kamu harus bisa menghargai itu. Keputusan ayah kalian adalah keputusan yang paling baik. Artha yang pantas memimpin di kerajaan ini.”
Fabian terdiam. Semua itu jelas bertentangan dengan keinginan dirinya juga bunda nya. Jelas jelas bundanya juga selama ini selalu mencari cara agar bisa menyingkirkan Artha. Tapi sekarang bundanya malah membela Artha dan menyalahkannya.
“Bunda tapi...”
Selir Agung menatap tajam pada Fabian. Wanita itu mengisyaratkan agar putranya diam.
Fabian yang mengerti hanya mengangguk pelan. Saat itulah Artha masuk ke dalam kamarnya.
Sekarang Fabian tau kenapa Selir Agung bersikap demikian. Tentu saja karena ada Artha.
“Bunda...” Panggil Artha pelan.
Selir Agung memutar tubuhnya. Wanita itu tersenyum manis kemudian mendekat pada Artha.
“Kamu nggak papa kan nak? Apa ada yang luka?” Tanya Selir Agung dengan wajah khawatir.
Artha menggeleng pelan. Dia menatap sebentar pada Selir Agung kemudian menatap pada Fabian yang langsung membuang muka enggan bertatapan dengan Artha.
“Lain kali tolong bunda kasih tau pada Fabian. Dia tidak berhak mengatakan apapun tentang Permaisuri Agung. Karena kalau sampai terulang lagi, aku tidak akan sungkan untuk kembali menghajarnya.” Artha berkata dengan begitu tenang.
Fabian tersenyum sinis. Artha begitu arogan dan selalu bertingkah seenaknya. Artha tidak pernah menganggap Fabian sebagai adiknya.
“Maafkan Adik kamu ya nak.. Fabian memang kadang seperti itu. Tapi bunda yakin Fabian tidak bermaksud kurang ajar sama kamu. Fabian sangat menghormati Raja dan Selir Agung terdahulu.” Dengan terus menyunggingkan senyum manisnya Selir Agung berusaha menjelaskan. Wanita seolah tidak ingin ada kesalah pahaman antara Artha dan Fabian.
Artha tidak menyahut lagi. Pria itu menatap sesaat pada Selir Agung kemudian berlalu begitu saja tanpa sepatah katapun.
Setelah Artha pergi, senyuman di bibir Selir Agung sirna. Wajahnya yang tadi begitu teduh dan lembut kini berubah menjadi wajah penuh amarah dan dendam. Kedua tangannya bahkan mengepal begitu erat.
“Kita perlu darah suci itu untuk bisa mengalahkan dia. Dan jantungnya supaya kita bisa menjadi penguasa di dunia ini. Jika tiba saatnya kamu juga akan merasakan apa yang kedua orang tuanya rasakan.” Gumam Selir Agung penuh dendam dan amarah.
Fabian mengernyit. Dia benar benar tidak tau dengan apa yang di katakan Selir Agung.
*****
Dewi menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur. Gadis itu merasa sangat lega setelah Marchel pulang dari rumahnya. Bayangkanlah saja, hampir seharian terus di buntuti oleh Marchel membuatnya ingin sekali berteriak namun harus dia tahan karena tidak ingin di anggap sebagai gadis gila.
Bukan takut Marchel tidak suka, hanya Dewi menjaga dirinya sebagai gadis yang masih waras. Terlihat gila di depan Marchel tidak masalah sebenarnya, namun karena Marchel sudah lebih gila, Dewi takut malah menjadi serasi.
Membayangkan dirinya bersama Marchel membuat Dewi bergidik ngeri. Bersama sebentar saja membuatnya frustasi apa lagi jika terus menerus.
Saat sedang memikirkan tentang hari ini, tiba tiba ada pantulan cahaya di cermin lemari bajunya. Dewi langsung tertarik. Dia bangkit kembali dari tempat tidur kemudian menatap kearah pantulan cahaya itu berasal.
Dewi tersenyum. Itu adalah Naga Artha.
Dengan perasaan senang Dewi berlari menuju balkon. Saat itu sudah tampak wujud tampan Artha.
“Aku pikir kamu sedang sibuk.”
Suara Dewi membuat Artha memutar tubuhnya. Pria itu menatap Dewi yang tersenyum padanya dengan ekspresi datar. Perasaan Artha sekarang sedang tidak menentu. Pertarungan nya dengan Fabian membuat Artha menjadi berpikir tentang kejadian di masa lalu yang sampai saat ini belum sedikitpun dia ketahui.
Menyadari ekspresi tidak biasa Artha, Dewi pun merasa penasaran. Gadis itu semakin mendekat pada Artha dan berdiri tepat di depan pria itu.
“Ada apa?” Tanya Dewi pelan.
Artha tetap diam. Andai saja yang di depannya adalah sosok asli permaisuri nya yang dulu mungkin Artha bisa menceritakan segalanya. Namun sayangnya yang di depannya adalah Dewi yang sebagai manusia biasa. Dari sikap dan tingkah laku pun sudah berbeda. Hanya saja jiwa dan rupa mereka sama.
Tidak ingin membuat Dewi merasa tidak di butuhkan, Artha pun kemudian tersenyum. Dia meraih kedua tangan Dewi dan menggenggamnya.
“Mau jalan jalan?” Tanya Artha pelan. Artha berpikir mungkin pergi bersama dengan Dewi menikmati waktu berdua bisa menjadi hiburan untuk nya guna memadamkan api amarah dalam dirinya.
Dewi langsung tersenyum lebar. Dengan cepat dia menganggukkan kepalanya.
Artha pun membawa Dewi terbang dengan wujud naganya. Dan seperti biasa, Dewi menunggangi punggung naga Artha dengan kedua tangan berpegangan pada tanduk Artha.
“Pegangan yang erat. Kita akan turun.” Ujar Artha.
“Oke...” Angguk Dewi menurut dan langsung mengeratkan pegangannya.
Artha membawa Dewi ke sebuah tempat yang selama ini belum pernah Dewi datangi. Tempat itu adalah sebuah bukit dengan pepohonan yang tidak rimbun. Yang lebih membuat Dewi terpana lagi adalah warna daun di pohon itu pink. Rumput yang dia pijak pun penuh dengan kelopak bunga warna pink yang mengeluarkan semerbak aroma harum yang begitu lembut. Sinar lembut rembulan menjadi pelengkap keindahan tempat itu.
“Ini..” Samar samar Dewi seperti mengingat sesuatu di tempat tersebut. Namun Dewi sangat yakin bahwa ini pertama kali Artha membawanya ke tempat itu.
“Apa kamu suka?” Tanya Artha menatap Dewi penuh perhatian.
Dewi menatap Artha. Sesaat dia terdiam. Hampir semua tempat yang dia dan Artha datangi seperti tidak asing. Namun Dewi benar benar yakin belum pernah datang ke tempat itu.
“Eumm.. Iya.. Aku suka.” Jawab Dewi kemudian.
TBC