NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Atur Anakku!

“Kenapa buru-buru pulang, Jeng? Kita masih bisa ngobrol santai sambil menikmati makanan dan minuman di sini.” Kata Bu Marni.

“Saya mau jemput menantu, Jeng. Kasihan kalau menantu saya hanya duduk diam di bengkel menunggu suaminya. Saya mau ajak dia belanja, kebetulan ada toko yang baru buka di perempatan sana.”

“Oh! Saya sudah ke sana kemarin, Jeng. Bajunya bagus-bagus, cocok untuk menantu Jeng Wati.”

“Benarkah? Ya sudah, saya pamit duluan.”

“Hati-hati di jalan, Jeng!”

Mama Adlan meninggalkan café yang digunakan untuk acara arisan.

“Berita yang viral kemarin kan menantunya Jeng Wati, ya Jeng?” kata salah satu anggota arisan yang masih tinggal.

“Iya. Jangan percaya hoax, Jeng! Menantunya Jeng Wati itu anak perempuan yang baik, profesinya saja guru SD.”

“Iya. Kalau bukan perempuan baik-baik atau penggoda seperti yang dikabarkan, tidak mungkin Jeng Wati sebaik itu.”

“Iya, bisa-bisa sudah ribut sebelum menikah!” Ibu-ibu itu tertawa.

Bukan menertawakan Mama Adlan melainkan membayangkan keributan yang akan dibuatnya karena mereka telah menyaksikannya sebelumnya.

Sementara itu, Mama Adlan sudah sampai di bengkel Adlan. Melihat mobil yang tidak asing terparkir, amarah beliau memuncak. Dengan langkah besar Mama Adlan menerobos masuk bengkel tanpa peduli dengan Ragil dan para mekanik lain yang menyapanya.

Dari jauh beliau sudah mendengar suara mantan suaminya, Aldi. Tangan beliau mengepal dengan marah.

“Lancang kamu, Lan! Aku ini ayahmu!”

Deg!

Dinda terkejut, laki-laki di hadapannya adalah Papa Adlan, Aldi. Adlan tidak pernah cerita apa pun kepadanya, hanya Mama Adlan yang menceritakan kisahnya dengan mantan suami secara singkat.

Saat Dinda ingin maju memberikan salam, Adlan menahannya.

“Untuk apa menikah kalau dengan perempuan seperti ini? Masa depanmu bisa hancur!”

“Jangan atur anakku!” seru Mama Adlan yang masuk ke dalam ruangan.

Beliau segera mendekat ke arah Dinda dan menyembunyikan menantunya di belakang tubuhnya.

“Kenapa kamu datang?” tanya Aldi.

“Kenapa? Kalau aku tidak datang, bagaimana kamu akan membuat menantuku ketakutan?”

“Aku tidak menakutinya!”

“Tidak apanya? Dengan kamu mengatakan itu, kamu sama saja menghinanya! Kamu juga punya anak perempuan, perhatikan cara bicaramu!”

“Kamu membelanya? Masa depan anak kita bisa hancur!”

“Itu bukan urusanmu! Sudah aku katakan, jangan atur anakku! Anakku tidak sepertimu yang plin-plan, dia tahu mana yang benar dan salah!”

“Jangan bahas itu lagi, yang kita bahas sekarang adalah masa depan Adlan.”

“Terima kasih. Tapi masa depan Adlan akan cerah ke depannya.”

Aldi kehabisan kata-kata saat berhadapan dengan Mama Adlan. Selain rasa bersalah, ia juga memiliki penyesalan setelah perpisahan mereka.

“Baiklah! Aku tidak akan mengaturnya. Tapi setidaknya, carikan istri yang lebih baik.”

“Menantuku saat ini sudah jauh berkali lipat lebih baik dari menantu pilihanmu!” kata Mama Adlan dengan penuh penekanan.

Selama bersama, penilaian Mama Adlan tidak pernah salah. Apakah kali ini dirinya yang salah? Tapi, Meri tidak mungkin membohonginya.

“Kamu tahu siapa ayah dari menantuku?” tanya Mama Adlan yang melihat mantan suaminya terdiam.

“Siapa?”

“Pak Lilik.”

“Pak Lilik?” tanya Aldi tidak percaya.

“Sekarang kamu sudah tahu, sebaiknya kamu pergi dan renungkan kesalahanmu!” Mama Adlan menatap Adlan yang segera menganggukkan kepala.

Adlan mendorong tubuh Aldi dan menutup pintu ruangannya, tanpa mengatakan apa pun.

Aldi berdiri diam di depan pintu. Samar-samar ia mendengar mantan istrinya sedang menenangkan menantunya dengan mengatakan jangan mengambil hati apa yang diucapkannya.

“Apa aku salah?” batin Aldi.

Perlahan ia berbalik dan menghubungi ajudannya untuk mencari tahu kebenarannya. Ia sudah melakukan kesalahan sekali yang tidak bisa ia perbaiki, setidaknya ia tidak melakukannya lagi.

Di ruangan Adlan.

“Tidak apa-apa, Ma. Aku hanya terkejut sedikit.” Kata Dinda sambil mengusap tangan Mama Adlan.

“Lain kali kalau kamu bertemu dengannya lagi, segera pergi! Kalau perlu hubungi Mama.”

“Iya, Ma. Aku akan melakukannya.”

Dinda mengatakannya semata-mata untuk menenangkan mama mertuanya. Jika ada kesempatan di masa depan, ia akan memilih untuk menghadapinya karena bagaimana pun beliau adalah papa dari suaminya.

Apa pun kesalahpahaman yang beliau miliki, ia akan menjelaskannya.

Adlan yang hanya diam memperhatikan keduanya, tahu benar sifat Dinda seperti apa. Tetapi ia tidak mengatakan apa pun karena tahu istrinya pasti bisa menghadapinya.

Gara-gara kedatangan Aldi, Mama Adlan tidak lagi ada keinginan untuk berbelanja. Beliau memilih untuk pulang, meninggalkan Dinda tetap bersama dengan Adlan.

Barulah sehari sebelum keberangkatan, Mama Adlan membawa Dinda berbelanja.

“Kita ke toko baru dulu, setelah itu ke toko yang kemarin untuk beli alat tempur!”

“Alat tempur apa, Ma?”

“Alat tempurbulan madu kamu!”

“Ma… Yang kemarin itu masih 4 yang belum aku pakai.”

“Hah? Selama ini kamu ngapain aja?” tanya Mama Adlan dengan geregetan.

“Pakai dress dan daster. Tapi Mama tenang saja, aku sudah membawanya.” Kata Dinda dengan tersipu.

“Bagus!”

Mama Adlan tersenyum puas. Tidak sia-sia mengajari menantunya untuk bertindak lebih berani.

Beliau yang sudah makan garam, tidak ingin menantu dan anaknya menempuh jalannya. Meskipun beliau punya keyakinan jika itu tidak akan terjadi, tetapi tidak ada salahnya untuk membuat pencegahan.

Mertua dan menantu itu menghabiskan waktu bersama dengan berbelanja, perawatan, dan makan bersama. Mereka kembali pulang saat hari sudah mulai gelap.

Adlan yang menunggu kepulangan mereka hanya bisa menggelengkan kepala dengan barang bawaan mereka. Sepertinya, sang mama sudah mewariskan kebiasaan suka belanjanya kepada Dinda.

Setelah makan malam, Dinda yang Lelah seharian menemani mama mertuanya, merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Niatnya hanya meregangkan tubuh, tidak tahunya ia langsung terlelap.

Adlan yang baru masuk ke dalam kamar, tersenyum melihat Dinda yang meringkuk di pinggir tempat tidur. Perlahan ia mengangkat tubuh Dinda dan membenarkan posisi tidurnya.

“Jahat sekali kamu meninggalkanku tidur!” gumam Adlan seraya merapikan anak rambut istrinya.

Adlan tersenyum melihat Dinda yang merasakan tangannya yang menyentuh pipinya. Tak ingin mengganggu tidur istrinya, Adlan naik ke tempat tidur dan memeluk tubuh Dinda ikut menyambut alam mimpi.

Keesokan paginya, Dinda dan Adlan bergegas ke Bandara setelah berpamitan dengan Mama Adlan. Keduanya memiliki penerbangan pukul 9, sehingga berangkat dari rumah bakda subuh karena jarak ke bandara yang cukup jauh.

“Nanti mobilnya di taruh mana, Kak?”

“Masih memanggilku, Kakak?”

“Oppa.” Panggil Dinda dengan senyuman.

“Mobilnya kita parkir di parkiran bandara.”

“Apa tidak masalah?”

“Tidak.”

“Kenapa tidak pesan travel seperti kata Mama saja?”

“Nyaman dengan mobil sendiri. Tidurlah! Perjalanan masih Panjang.” Dinda memanyunkan bibirnya, membuat Adlan tertawa dalam hati.

Jika saja tidak sedang mengemudi, mungkin ia sudah menyerang istrinya.

Perjalanan ke bandara berlalu begitu saja. Dinda bahkan tidak merasakan apapun karena selama perjalanan ia habiskan dengan tidur.

Di bandara mereka melakukan semua proses dan menunggu keberangkatan di ruang tunggu sampai penerbangan mereka dipanggil.

“Oppa, kenapa?”

“Hanya ada pesan tidak penting.”

“Tidak penting, kenapa mengerutkan kening?” tanya Dinda seraya mengusap lembut kening suaminya dengan jari telunjuk.

“Ayo berdiri, penerbangan kita sudah dipanggil!” kata Adlan seraya menyodorkan tangannya ke arah Dinda.

Dinda tersenyum dan mengangguk. Keduanya berjalan dan mengantre untuk melewati gate keberangkatan.

1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
indy
kasihan pak Lilik
indy
hadir kakak
Rian Moontero
mampiiir kak mey/Bye-Bye//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!