NovelToon NovelToon
Cassanova - Dendam Gadis Buta

Cassanova - Dendam Gadis Buta

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Dendam Kesumat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wida_Ast Jcy

Casanova seorang gadis cantik. Namun sayang sekali dengan parasnya yang cantik ia memiliki kekurangan. Kedua matanya buta. Meski ia buta ia merupakan kembang desa. Karena kecantikannya yang luar biasa. Walaupun ia buta ia memiliki kepandaian mengaji. Dan ia pun memiliki cita cita ingin menjadi seorang Ustadzah. Namun sayang...cita cita itu hanya sebatas mimpi dimana malam itu semuanya telah menjadi neraka. Saat hujan turun lebat, Casanova pulang dari masjid dan ditengah perjalanan ia dihadang beberapa pemuda. Dan hujan menjadi saksi. Ia diperkosa secara bergantian setelah itu ia dicampakan layaknya binatang. Karena Casanova buta para pemuda ini berfikir ia tidak akan bisa mengenali maka mereka membiarkan ia hidup. Namun disinilah awal dendam itu dimulai. Karena sifat bejad mereka, mereka telah membangkitkan sesuatu yang telah lama hilang didesa itu.

"Mata dibayar mata. Nyawa dibayar nyawa. Karena kalian keluarga ku mati. Maka keluarga kalian juga harus mati.

Yuk...ikuti kisahnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 ASUMSI TETANGGA

Casanova mulai menangis tersedu-sedu. Air matanya mengalir deras. Di dalam dadanya, ada keinginan besar untuk berteriak, untuk menyebutkan bahwa dia tahu siapa pria itu bahwa ia adalah salah satu dari mereka yang menghancurkan hidupnya, yang meninggalkan luka paling dalam.

Suaranya terlalu khas untuk dilupakan. Casanova yakin… sangat yakin. Semua pria yang malam itu menyerbu rumahnya, pasti ada hubungannya dengan tragedi malam itu.

"Lepaskan anakku Casanova! Jangan sentuh dia!" jerit Bu Rahmi sekuat tenaga, meskipun kedua tangannya kini dicengkeram kuat oleh salah satu pria bertopeng lainnya.

Suaranya nyaring, bergetar antara kemarahan dan ketakutan, ia berusaha melindungi satu-satunya yang tersisa dalam hidupnya.

“I... I...bu… Tolong!! Mereka…” Suara Casanova tercekat, belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pria bertopeng itu mengayunkan tangan dengan brutal.

"PLAK… PLAK!!!

Tamparan keras menghantam wajah Casanova dua kali berturut-turut. Hingga kepala Casanova terhuyung, tangannya refleks memegangi pelipis yang langsung berdenyut nyeri.

Dunia seakan berputar cepat di matanya. Dalam sekejap, tubuhnya limbung dan jatuh tak sadarkan diri, sudut bibirnya tampak merah darah mulai merembes pelan dari bibir nya.

“Casanova.... anak ku!!” teriak bu Rahmi sambil terisak.

Dengan sisa tenaga yang terkumpul dari dorongan cinta dan ketakutan, Bu Rahmi meronta, berusaha melepaskan cekalan pria bertopeng yang menahannya. Ia berhasil terlepas, lalu berlari tertatih mendekati tubuh Casanova putrinya yang tergeletak diam. Matanya membelalak melihat darah di bibir anaknya. Wajahnya pucat, tapi jeritannya meledak.

“Pergi kalian! pergiiiiii!!!” Teriak Bu Rahmi dengan sekuat mungkin, meski suaranya hampir habis, nyaris serak karena terlalu keras ia berteriak.

“Tolong… Tolong!!!”

Bu Rahmi terus berteriak, berharap seseorang di luar sana tetangga, atau siapa pun mendengar jeritannya yang pilu. Di luar, azan magrib masih menggema, tapi harapannya bergantung pada satu hal semoga ada yang mendengar dan datang menolong.

“Ayok, cepat! Kita pergi dari sini,” ucap salah satu dari lima pria bertopeng itu sambil menarik rekannya yang masih berdiri di dekat pintu.

Di balik topeng-topeng gelap itu, senyum sinis tampak jelas. Tatapan penuh ejekan mereka tertuju pada Bu Rahmi yang terduduk di lantai sambil memeluk tubuh Casanova. Mereka akhirnya pergi, meninggalkan rumah yang kini tak lebih dari puing-puing kekacauan.

Lantai penuh nasi dan lauk-pauk yang tumpah berserakan. Piring-piring pecah menghiasi ruang tengah. Pintu depan hancur dan engselnya terlepas. Dan di tengah kehancuran itu, hanya ketakutan dan luka yang tersisa, luka baru yang tertanam dalam di hati Bu Rahmi.

Rumah itu sunyi, tapi hatinya gemuruh oleh trauma dan kepedihan yang tak terucapkan.

"Nak… apa lagi ini? Kenapa semua ini harus terjadi pada kita? Siapa mereka, Casanova? Siapa sebenarnya orang-orang itu?” tanya Bu Rahmi lirih, suaranya pecah oleh kesedihan dan kebingungan.

Ia memeluk erat tubuh Casanova yang masih terkulai lemas dalam pelukannya, tak sadarkan diri, dengan wajah pucat dan luka di sudut bibir yang belum kering.

Di antara reruntuhan rumah yang porak-poranda dan sunyi yang terasa menggigit, hanya terdengar isak tangis seorang ibu yang hatinya remuk melihat anaknya kembali tersakiti.

Tahlilan malam ketujuh untuk almarhum Kayano seharusnya menjadi momen penuh doa dan ketenangan. Namun malam itu berubah menjadi kekacauan yang tak seorang pun menduga. Para tetangga datang dengan niat baik untuk mengirimkan doa, berbagi duka, dan memberikan penguatan untuk keluarga Bu Rahmi.

Tapi semua itu mendadak rusak oleh kehadiran sekelompok pria asing yang membawa aura gelap bersamanya. Tanpa permisi, mereka menerobos masuk ke dalam rumah. Gerakan mereka kasar, tak sopan, seperti tak menghargai kesakralan acara yang sedang berlangsung.

Mereka menendang nampan-nampan berisi makanan, menginjak sajian tahlilan yang telah disiapkan dengan hati-hati, dan membuat barang-barang di dalam rumah berantakan. Rumah Bu Rahmi yang sudah dipenuhi duka kini tampak seperti medan perang hancur secara fisik dan emosional. Kejatuhan yang dirasakan keluarga itu seperti terus-menerus ditumpuk, tanpa jeda untuk bernapas.

Sementara di luar rumah, bisik-bisik mulai merambat pelan tapi pasti di antara para tetangga. Mereka yang semula duduk berdempetan di halaman, kini mulai menjauh, berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil, saling berbisik dengan wajah penuh curiga.

"Aku rasa itu ulah musuhnya Kayano. Atau orang yang punya masalah dengan Casanova. Datang hanya untuk membuat kekacauan. Kasihan Bu Rahmi," ucap Pak Budi, tetangga sebelah, suaranya lirih namun penuh keyakinan.

Ia memandang rumah yang kini tak lagi tenang dengan sorot mata prihatin.

"Iya, aneh sekali. Masa iya cuma keluarga mereka yang kena musibah terus-terusan?" sahut yang lain dengan nada penuh keraguan.

"Pasti si Kayano punya musuh dari luar sana." timpal seorang lagi.

"Ah, tak mungkin. Kayano dan kakaknya itu anak-anak baik. Mereka tidak pernah neko-neko. Aku sih mikirnya… bisa jadi ada yang sakit hati karena cintanya ditolak Casanova." ujar seorang lagi.

Kalimat itu meluncur dari mulut seseorang, seperti peluru tajam yang sengaja ditembakkan ke arah tertentu. Kata-katanya jelas menyindir, meski tak disebutkan nama.

Semua tahu siapa yang dimaksud. Pak RT Adi. Pria paruh baya itu memang kerap mencoba mendekatkan diri pada keluarga Bu Rahmi, khususnya pada Casanova.

Berkali-kali ia mencari celah untuk menarik simpati, bahkan tak segan membawa nama Pak Kades dalam percakapannya. Tapi Casanova dan ibunya selalu menolak dengan halus namun tegas. Dan penolakan itu, seperti bara yang diam-diam berubah menjadi api.

Meski hidup dalam serba kekurangan, Bu Rahmi tak pernah silau oleh harta yang ditawarkan Pak Adi. Ia tahu, menerima pinangan dari Pak Kades bukanlah jalan keluar dalam kemiskinan melainkan awal dari kehancuran yang lebih besar.

Terlebih lagi, Casanova putri satu-satunya, begitu rapuh dan sederhana. Tak mungkin ia menyerahkan nya pada lelaki tua berhidung belang seperti Pak Kades, hanya karena tergiur janji dan uang.

Di luar rumah, kerumunan warga makin padat. Pak RT Adi berdiri di tengah mereka, bersedekap dengan wajah datar. Kumis tebalnya bergerak-gerak seiring kata-kata yang malas ia lontarkan. Bagi warga, Pak RT memang selalu terlihat tak peduli.

Bahkan ketika musibah menimpa keluarganya sendiri, ia bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Ketika beberapa tetangga mendesaknya agar bertindak, berharap ada keadilan yang ditegakkan, ia hanya mengangkat bahu.

“Nanti saya lapor ke Pak Kades,” ucapnya datar, seolah melempar tanggung jawab ke tempat yang lebih tinggi, padahal semua orang tahu hasilnya tak akan jauh berbeda.

“Lapornya kapan, Pak? Ini sudah gawat begini!” seru Bu Yati seorang tetangga dengan mata membelalak marah.

“Masa hanya diam saja?” tambahnya lagi.

Pak RT menatap Bu Yati sesaat, lalu mengalihkan pandangannya tanpa sepatah kata pun lagi, dan melangkah pergi.

BERSAMBUNG...

1
Susi Santi
bgus
Wida_Ast Jcy: tq untuk 5star nya ya😘😘😘
total 1 replies
Susi Santi
up yg bnyak dong thor
Wida_Ast Jcy: ok... say. tq sudah mampir.
total 1 replies
Anyelir
hai kak aku mampir
mampir juga yuk kak ke karyaku
Wida_Ast Jcy: ok say. baiklah...tq ya sudah mampir dikaryaku. 🥰
total 1 replies
Susi Santi
plis lanjut thor
Wida_Ast Jcy: Hi... say. tq ya sudah mampir. Ok kita lanjuti ya harap sabar menunggu 🥰
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
jangan lupa tinggal kan jejak nya yah cintaQ. TQ
Wida_Ast Jcy
Jangan lupa tinggal kan jejak nya disini ya cintaq. coment dan like
Wida_Ast Jcy: tq say.... atas komentar nya. yuk ikuti terus cerita nya. jgn lupa subscribe dan like yah. tq 😘
Nalira🌻: Aku suka gaya bahasanya... ❤
total 2 replies
Wida_Ast Jcy
Hi.... cintaQ mampir yuk dikarya terbaruku. Jangan lupa tinggal kan jejak kalian disini yah. tq
Wida_Ast Jcy
😘😘😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!