NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:13.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 23

Pagi itu, sinar matahari menyusup di antara tirai jendela kamar kerja. Suasana rumah masih sunyi, seakan ikut menahan napas setelah peristiwa kemarin. Bagas duduk di depan laptopnya dengan wajah datar namun mata penuh pertimbangan. Hari ini ia sengaja memilih untuk melakukan pertemuan dengan rekan-rekannya melalui daring, bukan karena lebih efisien, melainkan karena satu hal yang jauh lebih pribadi: ia ingin menghindari konflik.

Sejujurnya, Bagas lebih nyaman membahas proyeknya secara langsung bertemu, berdiskusi, mengukur ekspresi lawan bicara, dan meyakinkan mereka dengan gestur-gestur yang tak bisa diwakilkan oleh layar. Tapi kali ini, ia memilih jalan aman. Ia tahu, satu kesalahan langkah saja bisa kembali membangkitkan amarah Aruna. Dan itu berarti mimpi buruk yang nyaris terjadi kemarin Aruna benar-benar pergi bisa menjadi kenyataan.

Ia melirik ke arah pintu yang sedikit tertutup. Di balik sana, Aruna pasti sedang bersiap. Sudah menjadi rutinitas istrinya untuk turun ke kebun pagi-pagi, memastikan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Sejak awal, Aruna memang menjadikan perkebunan itu bagian dari jiwanya. Dan Bagas sadar, dari sanalah banyak hal besar dalam hidup mereka dimulai, termasuk kestabilan keuangan yang ironisnya jauh lebih kuat daripada apa yang ia hasilkan selama ini.

Bagas menghela napas panjang. Di layar, beberapa wajah sudah muncul satu per satu. Ia tersenyum kecil, berusaha tampil tenang dan fokus. Namun, sebagian dari pikirannya tetap tertinggal di luar ruangan itu.

Pintu ruang kerja terbuka sedikit. Dari celah sempit itu, muncul sosok Aruna yang berdiri tanpa suara. Ia tak melangkah masuk, hanya menatap dari ambang pintu sambil memberi isyarat kecil anggukan singkat dan tangan yang menunjuk ke arah luar. Kode sederhana bahwa ia akan berangkat ke kebun.

Bagas, yang tengah duduk di depan layar laptopnya, segera membalas dengan isyarat serupa. Senyum kecil tersungging di bibirnya, meski terasa kaku dan tertahan. Matanya mengikuti bayangan Aruna yang berlalu melewati lorong, hingga suara langkah kakinya tak lagi terdengar.

Ketika sunyi kembali menguasai ruangan, senyum Bagas pun lenyap, berganti dengan ekspresi gelisah yang tak bisa ia sembunyikan bahkan dari dirinya sendiri.

Ada yang berdesir di dadanya, rasa yang belum bisa ia namai dengan pasti cemburu, khawatir, atau mungkin gabungan dari keduanya. Ia tahu siapa yang mungkin akan ditemui Aruna di sana. Pria muda itu. Peneliti kebun yang sering disebut-sebut, yang meskipun Aruna bersikap profesional terlihat semakin sering berada di sekeliling istrinya.

Bagas memejamkan mata sejenak, mencoba mengusir bayangan-bayangan yang mulai merayap ke pikirannya. Ia membenci perasaan ini. Perasaan tak berdaya, seperti kehilangan kendali atas sesuatu yang dulu terasa begitu utuh rumah, istri, dan kehidupan mereka.

Namun, ia juga sadar, semua ini adalah akibat dari keputusannya sendiri. Ia yang memilih menjauh. Ia yang memilih sibuk. Dan sekarang, ketika Aruna mulai mencari dunia di luar dirinya, mengisi kekosongan yang dulu selalu ia abaikan.

Ia menatap layar laptopnya lagi. Rekannya sudah menunggu diskusi dimulai. Tapi untuk sesaat, ia tetap diam, menatap kosong layar itu sembari menggenggam mousenya.

___

Suara mesin potong rumput dan gemerisik daun bercampur dalam irama khas pagi di perkebunan. Di tengah ladang yang hijau membentang, Raka berdiri tegap, tangannya menunjuk ke beberapa titik tanam sambil menjelaskan sesuatu kepada para pekerja dan sang mandor. Wajahnya serius, ekspresinya menunjukkan bahwa ia bukan sekadar "anak muda" yang hanya meneliti dari balik meja, melainkan seseorang yang benar-benar memahami dan peduli pada apa yang sedang dikerjakannya.

Ia mengoreksi tata letak polybag yang terlalu rapat, menyarankan penyesuaian jadwal penyemprotan, dan bahkan turun tangan langsung saat menjelaskan sistem rotasi panen. Suaranya tegas namun tak meninggi. Ia dihormati, bukan karena jabatan, tetapi karena wibawa yang dibangun dari kerja keras dan komitmennya.

Dari kejauhan, Aruna tiba dengan langkah mantap. Tubuhnya dibalut kemeja kerja berwarna pastel dan celana bahan yang nyaman. Rambutnya diikat rapi. Saat para pekerja melihatnya, mereka segera memberi anggukan kecil tanda hormat. Mandor menyambutnya lebih dulu.

"Selamat pagi, Bu Aruna," sapanya.

Aruna membalas dengan senyum hangat dan anggukan singkat. "Pagi, Pak Sam. Semuanya berjalan lancar?"

"Sampai saat ini tidak ada kendala, Bu. Pak Raka juga barusan beri arahan tambahan."

Matanya lalu berpindah pada Raka, yang juga menyadari kehadirannya. Pria itu segera menghampirinya, menyeka sedikit keringat di pelipisnya dengan handuk kecil yang diselipkan di saku belakang celananya.

“Ibu datang lebih pagi dari biasanya,” ujar Raka sambil tersenyum.

“Kurasa aku butuh udara segar sebelum terlalu banyak memikirkan hal lain,” balas Aruna tenang, meskipun sorot matanya menyimpan sesuatu yang lebih dalam.

Raka menangkap nada itu. Ia tidak langsung bertanya. Ia hanya mengangguk, lalu memberi isyarat ke arah saung bambu yang tak jauh dari sana. “Mari kita, ke saung sebentar. Kita bicara di sana, Bu. Udara juga lebih teduh.”

Aruna mengiyakan, dan keduanya berjalan beriringan melewati deretan pohon sawi yang baru tumbuh beberapa minggu lalu. Di antara mereka ada keheningan sesaat, tapi bukan keheningan yang canggung melainkan yang penuh makna. Seperti dua orang yang sama-sama tahu ada yang perlu dibicarakan, tapi menunggu waktu yang tepat.

Saat mereka sampai di saung, Aruna duduk duluan. Raka menyusul setelah menuangkan air mineral dari botol ke dua gelas plastik.

“Bagaimana kabarnya Ibu Aruna?” tanyanya pelan, penuh hati-hati.

Aruna menghela napas panjang sebelum menjawab. “Aku masih memberikan kesempatan padanya, Raka.”

Raka mengangguk pelan, tak ingin menyela.

“Bagas bilang... setelah proyeknya dengan NGC selesai, dia akan berhenti. Dia akan bantu aku urus kebun ini. Katanya dia janji. Tapi aku...” Aruna menggantungkan kalimatnya, menatap jauh ke arah petak-petak kebun yang mulai ramai oleh suara cangkul dan derit gerobak dorong.

“Ibu belum yakin,” lanjut Raka pelan, menebak isi hati Aruna.

Aruna tersenyum getir. “Iya. Aku ingin percaya, tapi terlalu sering aku berharap dan kecewa. Jadi kali ini... aku cuma mau lihat saja. Apakah dia sungguh-sungguh atau tidak. Aku ingin menilai sendiri, tanpa banyak bicara.”

Raka tidak segera menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.

Aruna menoleh padanya, mengerutkan alis. “Kenapa kamu senyum begitu?”

Raka menggeleng pelan, masih dengan ekspresi yang tenang. “Ironis saja, Bu.”

“Ironis kenapa?”

“Saat Ibu Aruna masih memberi kesempatan pada suami untuk kembali... saya justru baru saja berpisah dengan Rita.”

Aruna menatapnya, terkejut. “Kamu dan Rita? Bukannya kalian sudah lama bersama?”

Raka tersenyum tipis, kali ini lebih pahit. “Lama, iya. Tapi lama tidak selalu berarti cocok. Akhir-akhir ini kami lebih sering bertengkar daripada ngobrol. Dan semua selalu soal hal yang sama.”

“Maaf, Raka... aku nggak tahu kamu sedang menghadapi semua itu," ujar Aruna lirih.

“Gak apa-apa, Bu. Saya nggak menyesal. Ada hal-hal dalam hidup yang memang harus dilepaskan sebelum terlambat. Dan saya rasa ini keputusan yang paling jujur yang pernah saya ambil.”

Aruna terdiam. Matanya kembali menyapu hamparan kebun yang tenang. Dalam pikirannya, ada tumpukan harapan dan ketakutan yang saling berkejaran. Ia ingin percaya pada janji Bagas, tapi pengalaman selama ini membuatnya terlalu akrab dengan rasa kecewa.

Kini, setelah mendengar bahwa Raka telah berpisah dari kekasihnya, ada sesuatu yang mengaduk pelan di hati Aruna. Ia tidak bisa menyangkal perasaan itu. Sesuatu yang samar, namun cukup kuat untuk membuatnya menunduk dan menarik napas panjang. Mungkin ini hanya rasa iba. Mungkin juga hanya pantulan dari kekosongan yang dirasakannya di rumah. Tapi ada kemungkinan lain yang belum berani ia namai.

Aruna menatap Raka dari sudut matanya. Pria itu masih menatap ke hamparan hijau, santai namun dengan tatapan yang dalam. Bukan sekali dua kali Aruna mengagumi caranya bekerja tanpa banyak bicara, namun selalu hadir ketika dibutuhkan. Ada ketenangan dalam sikapnya, semacam kehadiran yang tidak menuntut tapi justru membuat orang ingin mendekat.

"Raka," ucapnya tiba-tiba, pelan.

"Ya, Bu?" Raka menoleh, senyum kecil masih di wajahnya.

Aruna hampir saja mengatakan sesuatu yang berbeda, namun ia mengubah kalimatnya, menahannya setengah jalan. "Terima kasih sudah tetap bertahan di sini...untuk kebun ini."

Raka menoleh pelan. Alisnya sedikit berkerut, bukan karena tak paham, tapi karena ia merasakan ada sesuatu yang tertahan dalam ucapan itu. Ada jeda yang ganjil di tengah kalimat. Seperti seseorang yang hampir menumpahkan isi hati, lalu menutupnya kembali dengan penutup yang terlalu kecil. Mata Aruna tidak menatapnya saat berkata demikian. Ada sesuatu yang ingin disampaikan itu jelas bagi Raka tapi entah mengapa urung keluar.

1
ovi eliani
ayo aruna waktunya bertindak , tlp bagus agarbmemberikan bukti ke polisi, biar bagas tau senjata makan tuan, biar dia yg masuk polisi biar tau rasa kamu bagas , biar bagas tau dingin nya jeruji besi, aku mwndukung mu aruna jgn kasih ampun bagas dan biar mata mak lampir juga terbuka bahwa kamu wanita yg baik aruna. semangat thor up nya tambah hreget ini.
R 💤
betul sih ini Thor...
R 💤
kok aku ikut seneng ya Raka gitu, dosa gak sih 🙈
Dee: Tenang, itu tandanya kamu punya hati yang peka. Raka emang bikin suasana jadi adem ya~ Yuk terus ikuti kisahnya, siapa tahu kamu makin sayang sama dia 🤭💕"
total 1 replies
R 💤
bisa dikatakan ia lagi puber kedua gak sih
Dee: Siap Kakak, nanti aku coba mampir ya,🥰
R 💤: ditunggu Thor,, jika berkenan mampir di lapakku juga Thor hehe 👋🏻 CINTA TUAN MAFIA , terimakasih
total 3 replies
R 💤
acieee...Aruna berbunga bunga tuhh
R 💤
selamatkan juga hati ibu hehe
ovi eliani
up lagi dong thor ketemuain aruna dan raka ,pingin melihat bicara , mak lampir suruh pulang dulu sama pak lampir biar ngak nganggu...semangat thor up lg malam ini, ceritanya bikin penasaran
ovi eliani
ayo aruna kamu harus membela yg benar, suami mu sdh mulai gila, kasian raka dia tak bersalah. terus buat mak lampir minta maaf sama kamu sampai mengemis maaf mu karena sdh kurang ajar mulutnya
Daniah A Rahardian
puitis banget☺️
ovi eliani
sedih amat sih thor , seng sabar ya aruna, alon alon waton kelakon , awas aja kamu nyamuk nenek lampir tak sedot ubun2 mu, wes tue belagu , semangat thor kasihbpelajaran itu nyamuk mak lampir karo bagas laki2 tak berguna.
Daniah A Rahardian: Beneran deh tuh nyamuk mak lampir sama si Bagas emang udah kelewatan. Aruna tuh udah sabar banget, tapi ya gimana... kadang orang baik tuh malah disakitin mulu 😤.
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Wow.. keren and puitis banget. Author emang pinter ya memilih kata2.
O ya aku udah jg ngeliat visual mereka di ig mu Thor, Aruna cantik banget dan Raka guanteng abis 🫶
Dee: Makasi Kakak, aku nyari yg pos buat karakter mereka.
total 1 replies
xia~xiaoling
ngena banget kata2 e aruna...kyk e aruna ini puitis banget deh...suka ma karakter aruna
Dee: Makasii! Senang banget Aruna bisa nyampe di hati Kakak😍
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Suami 🤬🤬
Dee: Sabar... sabar...☺️
total 1 replies
ovi eliani
aku suka kesal sama nyamuk nyamuk ini selalu heboh embok ya di dengarkan dulu, no sono laporin aja bagas nya biar tau rasa, nyamuk sama bagas memang cocok kumpulan manusia pencinta hutan jadi hifup seenaknya aja. lho kate kebun binatang, semangat thor aku jd gregetan bacanya, sholat dulu ya.
Dee: Memang ya nyamuk dan Bagas tuh kombinasi bikin emosi, tapi tenang... nanti ada kejutan buat mereka, ditunggu terus yaa~ Makasih banyak udah baca dan komen seru begini, semangat terus dan selamat beribadah juga ya kak ,💚🙏
total 1 replies
ovi eliani
aruna aruna saksi ya kan ada para pekerja kan melihat, twrutama kamu melihat sendiri, ngaoain hidup dgn bagas yg egois, lupa kan hempaskan masih banyak laki laki yg lain, semangat aruna ..
ovi eliani
thor up dobble biar tambah semangat bacanya, maunya aruna urusi raka aja, bagas buang aja ke laut
Daniah A Rahardian
Thor pliss...jgn kamu buat kayak di "Ternyata Hanya Kamu Cintaku", nanti aku nangis lagi nih! Aku jadi inget Alex😭
ovi eliani
wah wah mulai agak panas in ceritanyai seperti panas nya matahari di siang hari , bagas2 sekarang aja cemburu orak dewasa dewasa diri mu son son, udah raka laporkan bagas dengan tindak pidana main hakim sendiri biar mampus terkubur di penjara sepertih aruna yg hatinya tetpenjara di hati raka, Hidup adalah perjalanan, jangan lelah untuk terus berjuang. semangat thor buat ceruta yg lebih panas wkwkwwk
ovi eliani
belum greget ini thor, mau yang jeng jeng disaat aruna raka berdua, suami yg tak berguna datang. maaf ya thor bukan berarti aku setuju dhn perselingkuhan tp manusia punya batas kesabaran karena kelah nya wanita akan berujung dengan ke tidak pedulian. wahar klo bagas diberi pelajaran buat sadar diri , dobble up atuh thor semabgat benar bacanya.
xia~xiaoling
baca kayak nak muda lg kasmaran thor..pd hal ini yg bc emak2 berdaster..wkwkwk
Dee: Hahahaha... emak berdaster juga boleh dong kasmaran lagi!, semoga tetap bikin hati deg-degan yaa 😄💖
Tapi justru pembaca setia kayak emak-emak berdaster lho yang paling tulus menikmati cerita😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!