NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22

​Tiga hari telah berlalu sejak pertemuan Jarwo dengan Kiai Syarif. Selama waktu itu, Broto telah mempersiapkan rencananya dengan sangat hati-hati. Ia telah mengumpulkan lima anak buahnya, dan ia sangat yakin,mereka adalah anak buah yang paling bisa diandalkan, dan mereka memiliki keberanian.

​Malam itu telah tiba, dan suasana di pinggiran kota terasa dingin dan sepi. Broto, Jarwo, dan lima anak buahnya, mereka dengan kompak memakai pakaian serba gelap, berkumpul di sebuah mobil hitam, menunggu sinyal dari Kiai Syarif.

​Di saat yang sama, di padepokan Kiai Syarif, di kaki gunung, sang Kiai telah memulai ritualnya. Kiai Syarif duduk bersila di tengah ruangan, dikelilingi oleh penerangan lilin yang redup. Ia mulai membaca ayat-ayat suci dengan khusyuk, mengirimkan gelombang energi dengan kekuatan spiritualnya, untuk menyerang dan mengalihkan perhatian para penjaga gaib di rumah Aryan.

​Broto menerima panggilan dari seseorang yang ia tugaskan untuk memantau padepokan Kiai Syarif dari jauh.

​“Bos, Kiai Syarif sudah mulai. Ada asap tebal yang keluar dari dalam sana,” kata seseorang di seberang sana.

​Broto tersenyum dingin. “Bagus. Dia sudah menarik perhatian para iblis itu.”

​Broto menoleh ke arah anak buahnya. “Dengarkan baik-baik. Kita punya waktu terbatas. Begitu Kiai itu menyerang, semua pertahanan gaib Aryan akan melawan serangan dari Kiai Syarif. Jarwo akan mengurus pintu belakang. Begitu berhasil masuk, cari Aryan. Dia mungkin sedang panik di tempat ritualnya, atau di kamarnya sendiri.”

​“Kita pastikan dia tidak selamat, Bos?” tanya salah satu anak buah, matanya menunjukkan tekad kejam.

​“Tentu saja. Kita datang bukan untuk berbisnis, tapi untuk membalaskan dendam Beni dan anak buahnya,” tegas Broto. “Habisi dia. Kita buat seolah-olah dia bunuh diri karena stres. Setelah itu, kita tinggalkan rumah ini, dan ingat, jangan sampai ada yang berani membocorkan rahasia ini.”

​Broto menyerahkan sebuah obeng besar kepada salah satu anak buahnya. “Ini untuk membuka pintu belakang. Kita harus cepat, tapi hati-hati, jangan sampai ada suara yang bisa buat mereka curiga.”

​Mereka segera keluar dari dalam mobil, dan bergerak menuju rumah Aryan. Jarwo memimpin serangan itu, karena hanya dia yang tahu, ada celah untuk masuk di pagar belakang rumah itu, dan jarang ada pengawasan oleh petugas keamanan kompleks itu.

​Saat mereka berhasil menyelinap melalui celah pagar, Broto merasakan udara yang mendadak berubah. Udara itu tidak sedingin biasanya, melainkan terasa panas, seolah-olah ada pertempuran energi yang sangat besar sedang terjadi di atas rumah mewah itu.

​Sementara itu, di dalam rumah Aryan, semua terasa sunyi. Aryan, yang sudah tertidur pulas di kamarnya, tiba-tiba terbangun, dan merasa gelisah. Ia merasakan ada sesuatu yang pada malam itu.

​Di kamar ritualnya, Boneka Kayu dan Kotak Berukir bergetar hebat. Asap tebal hitam mengepul, dan suara geraman marah terdengar. Para penjaga gaib Aryan sedang sibuk melawan serangan gaib dari Kiai Syarif.

​Ini adalah kesempatan emas yang ditunggu Broto.

​Jarwo berhasil membuka kunci pintu belakang dengan cepat. Broto dan anak buahnya menyelinap masuk ke dalam rumah yang gelap. Broto mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke depan.

​“Ayo! Kita cari Aryan. Habisi dia secepatnya!” bisik Broto, matanya penuh dengan dendam kebencian, dan siap untuk membunuh Aryan

​Mereka mulai bergerak perlahan, menyusuri lorong yang gelap, menuju kamar tempat Aryan dan Rina tidur, siap menjalankan rencana pembunuhan yang telah ia susun dengan licik.

---

​Baik — berikut versi yang sudah dirapikan dengan alur pertarungan yang lebih detail, atmosfer lebih tegang, dan bahasa yang mengalir namun tetap mudah dibaca. Bagian pertarungan antara Broto, anak buahnya, dan dua makhluk iblis dibuat lebih hidup serta berakhir dengan kematian mereka sebelum Aryan keluar kamar:

---

Broto dan lima anak buahnya bergerak cepat di dalam rumah besar milik Aryan. Lampu-lampu padam, hanya sinar rembulan yang menembus lewat jendela besar di ruang tamu, memantul di lantai marmer yang dingin. Langkah mereka nyaris tanpa suara, hanya napas berat yang sesekali terdengar di balik masker hitam.

Tujuan mereka sudah jelas, kamar di ujung lorong. Di situlah Aryan berada, target mereka malam itu.

Kiai Syarif telah melumpuhkan Aryan lewat serangan gaibnya, pikir Broto. Maka sisanya tinggal tugas mereka, menyelesaikan dengan tangannya.

“Cepat, Jarwo,” bisik Broto, menggenggam pistol dengan kedua tangan. “Sebelum Kiai itu menuntaskan ritualnya. Kita habisi dia malam ini.”

Jarwo mengangguk, memberi isyarat pada yang lain. Mereka berpencar membentuk formasi. Namun baru beberapa langkah melewati lorong panjang itu, udara di sekitar mereka tiba-tiba berubah.

Suhu ruangan yang tadi panas dan pengap, kini berubah sangat dingin dan menusuk. Kabut tipis muncul dari lantai, merayap di sela kaki mereka.

Napas mereka menguap seperti asap dingin. Lalu,

“Aaaaarghhhh!”

Jeritan panjang dan serak, menggema dari arah kamar ritual Aryan. Bukan suara manusia. Jeritan itu membuat bulu kuduk semua orang berdiri.

“Bos…” bisik salah satu anak buah Broto, “itu suara apa?”

Broto menegakkan tubuh, matanya menatap gelap di ujung lorong. “Ahh... Bukan apa-apa, Jangan takut. Itu cuma...”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sesuatu muncul dari kegelapan.

Dua sosok melayang keluar dari ujung lorong, tinggi, besar, dan mengerikan.

Sosok Pocong dengan kain kafannya yang robek, tubuhnya hitam legam dan membusuk. Matanya menyala merah, dan dari mulutnya yang menganga, meneteskan cairan hitam kental seperti darah busuk. Bau anyir menyengat memenuhi ruangan.

Yang kedua adalah sosok Iblis Bertanduk. Tubuhnya kekar, kulit hitam seperti besi yang terbakar, dan di kepalanya tumbuh dua tanduk panjang yang melengkung ke belakang. Bola matanya merah menyala, menatap mereka dengan penuh kebencian. Dari sekujur tubuhnya, keluar asap hitam panas seperti bara.

Udara mendadak bergetar. Semua orang ketakutan.

“Sialan… mereka bukan manusia, Bos!” teriak Jarwo gemetar.

Broto menelan ludah. Tapi ia tidak mau kalah oleh rasa takut. Ia mengangkat pistolnya. “Mereka cuma Iblis, tembak mereka!”

Lima pistol meledak serempak.

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Namun peluru yang mereka ditembakkan menembus tubuh dua makhluk itu. Peluru mereka hanya menabrak dinding dan memantul ke lantai, meninggalkan lubang-lubang kecil.

Pocong itu menoleh pelan ke arah mereka, lalu mengeluarkan suara berat seperti napas dari kubur.

“Kalian… berani… mengganggu…”

Dalam sekejap, makhluk itu melompat dengan kecepatan tak terduga. Ia mencengkeram leher salah satu anak buah Broto, mengangkatnya ke udara. Ia menjerit, tubuhnya menggeliat, lalu, KREK! Sosok itu mematahkan lehernya, tubuhnya dilempar ke dinding hingga membentur dan terguling tak bergerak, ia tewas di tangan sosok itu.

Iblis itu menggeram, mengangkat tangannya yang besar. Dari telapak tangannya keluar gelombang panas berwarna merah. Energi itu menghantam dua orang sekaligus, membuat tubuh mereka terbakar seketika. Mereka menjerit mengerikan, kulit mereka melepuh dan terbakar, sebelum akhirnya mereka jatuh dan tak bernyawa.

“Lari! Lari, Bos!” teriak Jarwo, panik.

Namun Broto menahan langkah. “Tidak! Lawan mereka!”

Ia menembak lagi, kali ini ke arah mata Iblis itu. Iblis itu semakin marah, ia menggeram dan menghantam lantai dengan telapak tangannya.

Lantai itu retak dan gelombang panas meledak dari lantai itu, membuat Broto dan dua anak buah yang tersisa terpental keras ke belakang.

Salah satu dari mereka menghantam sebuah lemari di ujung lorong, dan punggungnya patah. Satu orang mencoba merangkak, tapi Pocong itu melayang mendekat dan menghantam tubuhnya hingga tergulung ke dinding, darah keluar dari mulutnya, sebelum ia tergeletak tidak bergerak.

Kini hanya Broto dan Jarwo yang tersisa.

Jarwo berusaha menyalakan senter di senapan otomatisnya, dengan tangan gemetar.

“Bos… mereka mau bunuh kita.”

Broto, penuh darah di pelipisnya, berdiri dengan sisa tenaga. “Kita belum kalah!”

Namun sebelum ia menembakkan pistolnya, Pocong itu muncul tepat di depannya, dengan jarak yang hanya satu langkah. Wajah busuk itu menatap Broto begitu dekat, lalu mengeluarkan suara serak,

“Giliranmu… Broto.”

Kain kafannya yang robek tiba-tiba melilit tubuh Broto, melilit seperti ular menangkap mangsanya. Broto berteriak, tapi lilitan itu semakin kuat, menghancurkan tulangnya satu per satu.

Suara KREK terdengar jelas. Lalu tubuh Broto terkulai, terangkat di udara, dan dilempar ke pojok lorong dengan keras, dan tubuh itu tidak bergerak.

Jarwo yang menyaksikan itu menjerit histeris dan mencoba kabur, tapi langkahnya tertahan oleh asap hitam yang keluar dari tubuh Iblis Bertanduk. Asap itu membentuk tangan-tangan hitam, meraih tubuh Jarwo, menariknya ke dalam kegelapan. Ia sempat berteriak, tapi suaranya lenyap perlahan, seperti tersedot ke dunia lain. Sesaat kemudian tangan-tangan itu melempar tubuh Jarwo yang sudah tidak bergerak ke dinding,

Beberapa detik kemudian, hanya keheningan yang tersisa.

Lorong itu dipenuhi mayat-mayat manusia, dan aroma anyir darah manusia.

Pocong dan Iblis Bertanduk berdiri di tengah lorong itu. Mereka berdua menatap satu sama lain, lalu mereka menoleh ke arah kamar Aryan.

Mereka merasakan kehadiran tuannya yang sedang dalam keadaan panik.

Dari arah kamar, terdengar suara berderit. Pintu terbuka pelan.

Aryan muncul dengan wajah tegang, dan sebuah pistol di tangannya. Ia tidak tahu, bahwa orang-orang yang baru saja mengancam hidupnya, kini telah tewas, bukan oleh tangannya, tapi oleh makhluk yang selama ini ia sembah.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!