Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah Datang Silih Berganti
Ketika Alleta beristirahat di kantin sambil menyantap makan siangnya, tiba-tiba ponselnya berdering, menampilkan nama Madam Zoe pada layar.
Alleta menatap ponselnya heran, bukankah sudah tidak ada urusan apa pun lagi? Kenapa dia menelepon?
"Iya, Madam. Ada apa?" tanyanya ketika telepon terhubung.
"Alleta, kamu kenapa, sih? Kamu mau menipu saya apa bagaimana?" Madam Zoe terdengar marah di seberang telepon.
Alleta lebih semakin heran lagi mendengar nada bicara Madam yang tak bersahabat.
"Ada apa, Madam? Saya tak mengerti apa yang Madam maksud."
"Saya sudah meminta kamu buat datang ke tempat yang sudah saya tulis di alamat itu, kenapa kamu tak datang? Sekarang klien saya marah-marah dan menuntut uangnya agar dikembalikan," kesal Madam yang semakin tak terbendung.
"Saya datang, Madam, saya datang ke tempat itu, dan saya juga sudah melakukan tugas saya sesuai yang dijanjikan."
"Kamu datang? Lalu kenapa klien tak menemukanmu berada di kamar itu? Dia menunggumu hingga pagi, tapi kamu tetap tak datang menemuinya."
Alleta mengerutkan alis tak mengerti, jelas-jelas ia sudah bertemu seorang pria di kamar itu, dan bahkan ia sempat diberikan bonus.
"Kamu yakin tak masuk ke kamar yang salah? Apakah kamar itu sesuai dengan nomor yang saya tuliskan?" tanya Madam sebelum Alleta sempat bicara.
Mendengar ucapan itu, Alleta sedikit banyaknya berpikir keras, malam tadi dia memang tidak mengetahui pasti dirinya masuk ke kamar yang mana karena mabuk berat, apakah benar bartender itu membawanya ke kamar yang salah?
"Lalu saya harus bagaimana, Madam?" tanya Alleta dengan suara memelas putus asa.
"Apa kamu masih perawan?" tanya Madam mengalihkan topik.
Alleta diam, malu untuk mengatakannya.
"Jadi kamu memang masuk ke kamar lain dan memberikan keperawananmu pada pria yang salah?"
Alleta meremas tangannya tak berani untuk menjawab, ingatannya benar-benar belum sepenuhnya kembali.
"Sayang sekali, kalau begitu saya terpaksa meminta kamu untuk mengembalikan uang yang saya berikan kemarin."
Ucapan Madam Zoe bak petir di siang bolong, jelas sekali itu sangat tidak mungkin, karena uangnya sudah ia berikan pada Bu Liliana.
"Madam, saya sudah memakai uang itu." Suara Alleta bergetar ketika mengatakannya, sungguh tak tahu harus bagaimana lagi.
"Ini karena kesalahanmu sendiri, Alleta. Jadi saya tak bisa menerima alasan apa pun, saya tunggu sampai besok." Usai mengatakan itu, Madam Zoe memutus sambungan telepon tanpa sempat Alleta menawar harga, sebab jika ingin 500 Juta sekaligus, itu jelas sangat sulit baginya.
Alleta meremas kepalanya dengan kuat, tak tahu harus berbuat apa, sementara ayahnya sekarang masih butuh biaya untuk pengobatannya di rumah sakit.
Padahal uang sisa 200 Juta itu berencana untuk ia bagi dua dengan Dara, tetapi sepertinya itu hanya akan tinggal rencana saja.
"Tuhan, di mana lagi aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" gumamnya merasa frustasi setengah mati. Jelas uang segitu tak akan mudah untuk ia pinjam pada sembarang orang, juga tidak akan ada yang mau meminjamkannya uang dengan jumlah sebesar itu.
"Alleta, kamu kenapa berlama-lama di situ? Cepat habiskan makananmu dan naik ke ruangan Tuan Alfarez, dia memintamu untuk datang ke sana," ucap Kak Vio yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
Alleta menoleh menatap wanita itu, dan lalu menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Memangnya ada apa, Kak?"
Kak Vio melengos malas dengan pertanyaan Alleta. "Apakah masih perlu dipertanyakan lagi? Kamu lupa apa yang sudah kamu lakukan tadi pagi? Kamu sudah membuat Tuan Alfarez marah di hari pertamanya bekerja."
Alleta diam sejenak, apakah Alfarez benar-benar orang yang sangat pendendam, lagi pula kesalahan itu bukan semata-mata karena dirinya.
"Pokoknya saya tidak mau tahu ya, Alleta. Sebisa mungkin kamu harus meminta maaf sampai Tuan Alfarez memaafkanmu. Kamu tahu sendiri akibatnya jika sampai kamu mendapatkan bintang hitam darinya, 'kan?" Kini tatapan Kak Vio sedikit lebih tajam padanya.
Selama ini Kak Vio selalu bersikap netral, dia juga baik pada siapa pun termasuk Alleta. Namun, saat ini sepertinya Kak Vio sudah sedikit lebih muak pada Alleta yang entah kenapa selalu punya masalah yang membuat semua orang di stafnya dirugikan termasuk Kak Vio, bintang hitam bagi petugas kebersihan adalah suatu mimpi buruk yang amat menyeramkan.
Setelah Kak Vio mengatakan itu, dia langsung pergi meninggalkan Alleta yang tertegun dan terpaku. Entah masalah apa lagi yang harus ia hadapi sekarang.
Makanan yang baru masuk sedikit ke perutnya, kini sudah tak berselera untuk ia sentuh lagi, Alleta pun beranjak dan keluar dari ruang petugas tersebut, menuju ke ruangan Alfarez.
Setibanya di sana, orang pertama yang dia temui adalah Handy, sekretaris yang merangkap sebagai asisten Alfarez.
"Maaf, apakah Tuan Alfarez mencari saya?" tanyanya pada Handy yang sedang menatap layar komputernya.
Handy mengangkat pandangannya, lalu menatap Alleta dari atas hingga bawah dengan kerutan di dahinya. "Kamu siapa?"
Sebuah pertanyaan itu juga mengundang heran untuk Alleta sendiri. "Saya Alleta, katanya Tuan Alfarez memanggil saya untuk datang," jawabnya, bagai linglung.
"Sebentar." Handy pun beranjak dari tempatnya dan menemui Alfarez untuk bertanya, dan tak lama setelah itu ia datang lagi menemui Alleta.
"Maaf, Tuan Allfarez tidak mengenal yang namanya Alleta. Silahkan keluar, tempat ini tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang," ucapnya, dan lagi-lagi hal itu membuat Alleta kesal setengah mati. Sebenci itukah Alfarez padanya? Bahkan harus berpura-pura tak mengenalinya lagi.
Tanpa mengatakan apa pun, Alleta berbalik badan hendak pergi, tetapi sesaat kemudian, Handy memanggilnya lagi.
"Tunggu sebentar, bukankah kamu perempuan yang dari petugas kebersihan itu?"
"Kuat juga ternyata ingatan pria ini," batin Alleta, sebelum akhirnya dia menjawab, "Iya, Tuan."
"Tuan Alfarez memang meminta petugas kebersihan untuk datang membersihkan ruangannya, beliau kurang puas terhadap tata letak beberapa barang di ruangan itu, karena kamu sudah terlanjur datang ke sini, sebaiknya kamu saja yang kerjakan."
Alleta diam, tetapi kepalanya mengangguk tanpa punya pikiran apa pun tentang hal itu.
Ia masuk ke ruangan Alfarez dengan jantung yang berdebar kencang, walau bagaimanapun, pria yang merupakan bos atau atasannya itu adalah mantan suaminya sendiri, sesosok pria yang ia ceraikan tiga tahun lalu.
"Permisi, Tuan. Saya Alleta, petugas kebersihan yang akan membantu Anda memperbaiki tata letak barang-barang Anda," ucapnya sambil menunduk.
"Aku tak peduli siapa namamu, dan kau pun tak perlu memperkenalkan diri, lakukan saja apa yang menjadi tugasmu tanpa menyapaku," jawab Alfarez tanpa sudi menatap Alleta walau sejenak.
Alleta mengangguk, lalu berencana untuk mulai bekerja, tetapi sesaat setelah itu ia malah bingung, baginya ruangan itu sudah tertata cukup apik, tak ada yang perlu dipindahkan.
Ia menoleh sejenak pada Alfarez yang masih fokus pada komputernya, ingin bertanya, tetapi juga takut pria itu marah atau merasa terganggu dengan pertanyaannya, tetapi jika tak bertanya, dia malah tak tahu harus memindahkan barang yang mana.
Sampai pada akhirnya Alleta cuma bisa menggaruk kepalanya frustasi, diam bagai patung, bergerak bagai orang bodoh.
Saya Author Marnii, suka Durian dan Mangga, serta suka menulis tentunya. Buat kalian yang sudah bersedia mampir dan memberikan dukungan, semoga sehat selalu, diperlancar rezekinya.
Kapan-kapan aku sapa lagi ya, udah terlalu panjang soalnya /Scowl/