Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Macan Betina
"Larasati...??!! "
Tebak Mahesa Sura dengan sedikit ragu karena penampilan Perawan Lembah Wilis yang jauh berbeda dengan yang ia ingat sebelumnya. Penampilan perempuan berbaju hijau tua itu jauh lebih dewasa di bandingkan dengan Rara Larasati yang cenderung penakut dan pemalu.
Perawan Lembah Wilis tersenyum lebar mendengar kata yang diucapkan oleh Mahesa Sura.
"Rupanya Kakang Mahesa Sura tidak melupakan ku sama sekali. Aku rindu sekali dengan mu Kakang.."
Tanpa mempedulikan keberadaan Dewi Jinggawati dan dua pengawalnya yang baru saja bangkit dari tempat jatuhnya, Perawan Lembah Wilis alias Rara, Larasati langsung memeluk erat tubuh Mahesa Sura. Hal ini langsung membuat Dewi Jinggawati naik pitam.
"Perempuan sinting, apa yang sedang kau lakukan?!! " , teriak Dewi Jinggawati sambil berusaha untuk menjambak rambut panjang Rara Larasati alias Perawan Lembah Wilis.
Namun, perempuan berbaju hijau tua itu dengan cerdik menghindar dari tindakan brutal Dewi Jinggawati dengan menggeser posisi tubuh nya.
"Siapa dia Kakang Mahesa? ", tanya Rara Larasati segera. Dia menatap tajam ke arah Dewi Jinggawati sebagai pertanda bahwa ia akan siap untuk melanjutkan pertarungan dengan nya.
" Kau yang siapa? Main peluk sembarangan, sudah bosan hidup kau hah?!! ", kali ini Dewi Jinggawati benar-benar kesal karena sikap menantang Rara Larasati.
" Bisa tidak kalian berdua tidak ribut dulu?", ujar Mahesa Sura berusaha melerai pertikaian mereka.
"TIDAK...!! "
Mendengar jawaban kompak Rara Larasati dan Dewi Jinggawati, Mahesa Sura sadar bahwa ini tidak akan mudah untuk menjelaskan nya.
"Kenapa kau ikut ikutan menentang omongan Kakang Mahesa Sura? Mau aku hajar kau?! ", tantang Perawan Lembah Wilis alias Rara Larasati sembari bersiap untuk bertarung.
" Ehhh kau pikir aku takut pada mu hah?!! Ayo sini kalau berani, aku robek-robek mulut mu itu..!! ", jawab Dewi Jinggawati tak mau kalah.
" SUDAH CUKUP..!!
Bisa tidak kalian mendengarkan omongan ku sebentar saja?!! ", teriak Mahesa Sura sambil mengerahkan tenaga dalam nya lumayan besar hingga membuat gendang telinga siapapun yang mendengar nya akan berdenging sakit.
Cara ini rupanya berhasil meredakan emosi dua perempuan cantik itu. Keduanya langsung menganggukkan kepala perlahan.
" Sekarang ikut aku ke dalam istana. Ribut disini malu jadi tontonan rakyat. Ayo... ", selesai berkata demikian, Mahesa Sura bergegas melangkah meninggalkan tempat itu. Tanpa bicara sepatah kata pun keduanya pun mengekor di belakang sang penguasa baru Pakuwon Wilangan.
Di dalam istana Pakuwon Wilangan....
Wajah Cempakawangi, Dewi Jinggawati dan Raga Larasati cemberut mendengar penjelasan Mahesa Sura. Entah apa yang sedang mereka rasakan ketika tahu kebenaran yang sedang diungkapkan oleh lelaki tampan itu.
"Jadi begitu ceritanya. Sekarang terserah kalian bertiga mau berpikir seperti apa, tetapi aku tidak menyembunyikan apapun pada kalian bertiga..", pungkas Mahesa Sura mengakhiri ceritanya.
" Jadi perempuan ini benar-benar kekasih mu sebelum kau bertemu dengan ku, Kakang Mahesa?", tanya Cempakawangi segera.
"Ya, dia adalah putri Bhre Lodaya Dyah Singhawardhana..
Dulu andai aku tahu bahwa aku adalah seorang anak bangsawan yang memiliki derajat setara dengan nya mungkin aku tak akan pernah berjumpa dengan kalian berdua karena sudah pasti menetap di Lodaya.... "
Cempakawangi dan Dewi Jinggawati saling pandang mendengar ucapan itu. Setelah diam beberapa saat lamanya, keduanya seolah-olah bicara dengan bahasa batin dan saling mengangguk pelan satu sama lainnya.
"Baiklah, kami tidak menyalahkan Kakang Mahesa karena hal ini. Karena ia sudah jauh-jauh mencari mu kesini, Kakang Mahesa tidak boleh mengabaikan nya begitu saja.
Gusti Putri, sekarang kita berkenalan dulu secara baik-baik. Aku Cempakawangi, putri angkat Dewa Pedang Lembu Penteng dari Lembah Seratus Pedang di Jagaraga", ucap Cempakawangi dengan sopannya.
"Aku Dewi Jinggawati, putri Bhre Pandanalas Dyah Suraprabhu. Secara kedudukan, kita setara jadi jangan merasa lebih terhormat dari ku", nada suara Dewi Jinggawati masih terdengar kaku.
" Jadi Gusti Putri sekarang sudah bertemu dengan Kakang Mahesa. Apa yang menjadi penyebab hingga Gusti Putri jauh-jauh datang kesini? ", tanya Cempakawangi kemudian.
" Tentu saja untuk menikahi Kakang Mahesa..!! "
JEEDDDAAAAARRRRRR!!!!
Jawaban Rara Larasati alias Perawan Lembah Wilis itu ibarat sebuah petir yang menyambangi di siang bolong di telinga Dewi Jinggawati dan Cempakawangi.
APAAAAAAAA??!!!!
"Kau ingin menikah dengan Kakang Mahesa? ", tanya Cempakawangi seolah-olah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
" Tentu saja. Kakang Mahesa Sura sudah berjanji untuk menikahi ku setelah ia menemukan orang tua kandung nya. Sekarang ia sudah menemukannya jadi janji itu harus dilakukan ", jawab Rara Larasati dengan santainya.
Dewi Jinggawati dan Cempakawangi langsung menatap tajam ke arah Mahesa Sura seolah-olah ingin menguliti nya hidup-hidup.
" Kakang, aku butuh penjelasan..!! ", teriak Dewi Jinggawati dan Cempakawangi bersama-sama.
" Mau penjelasan apa lagi? Memang begitu adanya", jawab Mahesa Sura dengan sedikit mimik ketakutan melihat raut muka Cempakawangi dan Dewi Jinggawati yang segarang macan betina melihat mangsanya.
"Kau...!! Aku akan mengurus mu nanti...!!!
Cempakawangi, ikut aku sekarang.. ", Dewi Jinggawati segera melangkah menjauh dari Mahesa Sura dan Rara Larasati. Cempakawangi pun segera mengikutinya.
" Ada apa Jinggawati? Apa yang ingin kau bicarakan? ", tanya Cempakawangi sedikit lirih setelah mereka cukup jauh dari Mahesa Sura dan Rara Larasati.
" Kau lebih tua dari ku, juga lebih bijak. Sekarang aku tanya pada mu. Apa kau rela berbagi cinta dengan perempuan itu?
Jika tidak rela katakan sekarang. Aku akan bicara langsung pada Kangmas Danurwenda ", bisik Dewi Jinggawati segera.
" Aku saja rela berbagi cinta Kakang Mahesa dengan mu, apa alasannya aku menolak jika bertambah satu lagi? ", jawab Cempakawangi dengan santai.
" Duh kau ini...
Jika bertambah satu lagi, bukankah waktu kita untuk bersama dengan Kangmas Danurwenda akan berkurang? Apa kau tidak memikirkan hal ini?", kembali Dewi Jinggawati menatap wajah Cempakawangi lekat-lekat.
Cempakawangi langsung tersenyum mendengar apa yang ditanyakan oleh madu nya ini.
"Aku tak masalah, Jinggawati..
Yang terpenting sekarang adalah mendukung Kakang Mahesa untuk merebut kembali hak nya sebagai penguasa Kertabhumi. Larasati adalah putri Bhre Lodaya Dyah Singhawardhana, bukankah itu bisa digunakan sebagai alat untuk menambah kekuatan Kakang Mahesa? Sekalipun bantuan dari Pandanalas tetap diperlukan, tetapi jika Kakang Mahesa Sura mendapatkan tambahan bantuan dari Lodaya bukankah itu akan memperbesar keberhasilan Kakang Mahesa, Jinggawati?
Ingat Jinggawati, ini bukan hanya urusan soal cinta tetapi juga kita sebagai pasangan Kakang Mahesa harus bisa mendukungnya dengan cara apapun. Jika dengan adanya Larasati kekuatan Kakang Mahesa bertambah kuat, aku rasa tidak ada salahnya jika kita berkorban sedikit demi orang yang kita cintai..", tutur Cempakawangi yang langsung membuat Dewi Jinggawati terdiam beberapa saat lamanya.
"Baiklah kalau begitu, aku dengar apa pendapat mu. Dan aku rasa itu ada benarnya juga", jawab Dewi Jinggawati sembari menghela nafas panjang. Keduanya segera mendekat ke arah Mahesa Sura dan Rara Larasati.
" Kami bisa menyetujui kau menikahi Kakang Mahesa bersama kami tetapi ada syarat nya", ujar Dewi Jinggawati yang membuat Rara Larasati langsung sumringah.
"Lekas katakan apa syaratnya? ", tanya Rara Larasati segera.
" 1000 orang prajurit pilihan, 100 pedati bahan pangan penuh dan 200 kuda terbaik.
Sanggup kau? ", Dewi Jinggawati sengaja membuat syarat yang berat bagi Rara Larasati tetapi Sang Perawan Lembah Wilis itu hanya tersenyum saja.
" Itu masalah gampang. Berikan aku daun lontar dan alat tulis.. ", Rara Larasati mengulurkan tangannya pada Dewi Jinggawati. Meskipun sedikit tidak mengerti Dewi Jinggawati segera memberikan apa yang diminta oleh perempuan berbaju hijau tua itu.
Dengan cepat Rara Larasati menulis diatas daun lontar. Begitu selesai, ia segera memasukkan nawala itu ke dalam kantong kain hitam. Setelah itu dia langsung bersiul.
Suuuiiiiiiitttttttttttt!!!!!!!
Tak berapa lama kemudian seekor burung elang dengan dada berbulu putih mendarat di tangan Rara Larasati. Putri Bhre Lodaya Dyah Singhawardhana itu segera mengikat kantong kain hitam itu ke kaki burung elang itu.
"Putih, antarkan surat ini ke Lodaya sekarang ya? Kau harus mengantarkan secepatnya.. "
Seolah-olah mengerti omongan Rara Larasati, burung elang itu manggut-manggut lalu terbang ke langit biru.
.
"Sudah beres, sepekan lagi bantuan dari Lodaya pasti akan segera tiba disini.. ", Rara Larasati tersenyum penuh kemenangan.
"Eh kok semudah ini? Tidak bisa, harus yang lebih sulit", sesal Dewi Jinggawati segera.
" Apa maksud mu, Dewi Jinggawati? Kau mau ingkar janji? ", kali ini Rara Larasati yang tidak senang dengan omongan putri Bhre Pandanalas itu.
" Aku hanya.. "
Belum selesai Dewi Jinggawati berbicara, dari arah pintu masuk Pendopo Pakuwon Wilangan, Tunggak berlari masuk. Dia langsung mendekati Mahesa Sura.
"Sura, ada berita penting yang perlu kau ketahui", ucap Tunggak dengan megap-megap mengatur nafas.
" Urusan kami lebih penting!! ", hardik Cempakawangi, Dewi Jinggawati dan Rara Larasati bersamaan sambil mendelik kereng pada pria bertubuh bogel itu. Tunggak kaget seketika.
" Eh loh kok..1..2..3..., wah ada tiga...!
Sura kok bisa ada tiga macan betina disini? Kau ini sedang di keroyok ya hihihihi.. ", seloroh Tunggak yang semakin membuat ketiga perempuan cantik itu meradang. Mereka langsung mengepung Tunggak dan tanpa ba-bi-bu langsung memukuli nya ber sama-sama.
Melihat hal itu Mahesa Sura hanya bisa bergumam lirih,
" Kau cari perkara Nggak.. "
dibikin series kolosal pasti bagus