NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Ke Pantai

Ada kalanya, kebahagiaan datang tanpa perlu direncanakan — sesederhana hembusan angin laut yang membawa tenang di hati. Bagi Selena, perjalanan kecil hari ini bukan sekadar liburan. Ini tentang belajar mencintai lagi, perlahan, tanpa rasa takut.

Setelah sekian lama ia berlari dari masa lalu, akhirnya ia punya alasan untuk berhenti — dan alasan itu sedang tertawa di bibir pantai bersama gadis kecil mereka.

 

Selena memandangi Daren dan Arunika dari kejauhan, di tepi pantai yang sore itu diselimuti cahaya keemasan. Angin laut berhembus lembut, membuat helai rambutnya menari pelan di udara. Di depan sana, Daren sedang berlari kecil di sepanjang bibir pantai sambil menggandeng tangan Arunika — tawa mereka berpadu dengan debur ombak yang berkejaran ke daratan.

Weekend kali ini, Daren memutuskan untuk meliburkan diri sejenak dari pekerjaan dan mengajak keluarganya menghabiskan waktu di pantai. Ia tahu, Selena butuh istirahat dari kesibukannya di butik, dan Arunika — gadis kecil mereka — sudah lama merengek ingin bermain pasir.

“Yah! Aru mau bikin istana pasir!” teriak Arunika riang.

Daren tertawa kecil. “Oke, tapi Aru yang jadi arsiteknya ya. Ayah cuma asisten.”

Anak kecil itu mengangguk penuh semangat, lalu berjongkok sambil mulai menimbun pasir dengan ember kecil berwarna biru. Daren mengikutinya, pura-pura serius membentuk menara dengan tangan, lalu menatap hasilnya dengan ekspresi seolah itu karya arsitektur dunia.

Selena yang melihat dari kejauhan tak bisa menahan senyum. Ada ketenangan di hatinya yang sulit dijelaskan — ketenangan yang hanya bisa ia rasakan saat melihat dua sosok itu bersama. Daren mungkin bukan cinta pertamanya, tapi sejak hari ia menikah dengannya, Selena tahu bahwa cinta bukan sekadar tentang siapa yang datang duluan, melainkan siapa yang memilih untuk tetap tinggal.

Daren menoleh dan melambai kecil ke arahnya. “Sel, sini! Aru mau tunjukin sesuatu!”

Selena berjalan mendekat, ujung gaun putihnya sedikit terangkat terkena angin laut. Begitu sampai di depan mereka, Arunika langsung menatapnya dengan mata berbinar.

“Lihat, Ma! Ini istana buat Mama dan Ayah!” katanya bangga sambil menunjuk gundukan pasir berbentuk tak beraturan dengan kerang-kerang kecil di atasnya.

Selena terkekeh, berjongkok di samping putrinya. “Wah, cantik banget, Sayang. Mama suka.”

“Tapi Aru belum selesai,” jawab Arunika sambil menatap Daren, “Ayah harus bikin taman di depan istananya!”

Daren pura-pura terkejut. “Taman? Waduh, kalau gitu Ayah butuh tukang kebun.”

“Aru jadi tukang kebun!” jawab si kecil cepat, membuat Selena dan Daren tertawa bersamaan.

Tawa itu mengalun lembut bersama angin laut — sederhana, tapi hangat. Untuk sesaat, Selena menutup mata, menikmati momen yang seolah memeluk jiwanya. Tidak ada masa lalu, tidak ada luka. Hanya ada mereka bertiga, di tengah sore yang mulai temaram.

Ketika matahari perlahan turun ke cakrawala, langit berubah jingga keemasan. Daren berdiri di belakang Selena, memeluk pinggangnya dari belakang. “Capek?” bisiknya lembut.

Selena menggeleng pelan, kepalanya bersandar di bahu Daren. “Nggak… justru tenang banget.”

“Bagus,” jawab Daren lirih. “Aku cuma pengin kamu inget, Sel… kamu nggak harus buru-buru bahagia. Kita bisa pelan-pelan aja. Yang penting, kita bareng-bareng.”

Selena menatap ombak yang menggulung di hadapan mereka. “Kamu selalu tahu cara bikin aku ngerasa aman, Ren.”

Daren tersenyum kecil, mempererat pelukannya. “Karena kamu rumahku, Sel. Dan Aru… dunia kecil kita.”

Dari belakang mereka, Arunika berlari sambil membawa sebatang kayu, berteriak riang, “Ayah, Mama! Sunset-nya cantik banget!”

Mereka bertiga pun berdiri berdampingan, menatap matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Langit oranye berbaur dengan warna ungu muda, sementara suara ombak menjadi irama penutup hari mereka.

Bagi Selena, sore itu bukan sekadar akhir pekan — tapi bukti bahwa kebahagiaan bisa tumbuh dari kesabaran, dan cinta yang sederhana bisa menyembuhkan luka paling dalam.

 

Menginap di salah satu hotel dekat pantai menjadi keputusan spontan Daren — sebuah honeymoon tipis-tipis untuk dirinya dan Selena, meskipun mereka membawa serta Arunika.

Hotel tempat mereka menginap tidak terlalu besar, tapi suasananya hangat dan romantis. Balkon kamar menghadap langsung ke laut, memberi pemandangan gelombang yang berkilau terkena pantulan cahaya bulan. Dari jendela terbuka, suara ombak dan semilir angin laut masuk lembut ke dalam kamar, menambah nuansa tenang malam itu.

Arunika sudah lebih dulu tertidur di ranjang kecil di sisi kanan kamar. Tubuh mungilnya terbungkus selimut bergambar awan, dengan boneka kelinci kesayangannya dalam pelukan. Sementara itu, Daren dan Selena duduk di balkon, ditemani dua cangkir cokelat hangat dan suara debur ombak yang terdengar seperti melodi alami.

Selena menyandarkan kepalanya di bahu Daren, menatap laut yang berkilau di bawah sinar bulan. “Aku nggak nyangka kamu bakal ngajak nginep di sini,” ucapnya pelan, suaranya nyaris kalah dengan desir angin.

Daren tersenyum kecil. “Aku juga nggak nyangka. Tapi tadi pas lihat hotel ini dari jalan, aku kepikiran… kenapa nggak sekalian aja kita nginep? Lagian udah lama banget kita nggak punya waktu berdua—eh, bertiga.”

Selena tertawa kecil. “Honeymoon rasa family trip, ya?”

“Ya, setidaknya honeymoon versi hemat,” jawab Daren sambil ikut tertawa. “Tapi aku nggak keberatan, kok. Yang penting bareng kalian.”

Selena menatap wajah suaminya yang diterangi cahaya bulan. Ada ketulusan di sana, kehangatan yang membuat dadanya terasa hangat. “Kamu tahu nggak, Kak…” katanya lembut. “Dulu aku sempat takut banget buat mulai dari awal lagi. Takut nggak bisa bahagiain Aru, takut nggak bisa percaya sama siapa pun lagi.”

Daren menggenggam tangannya pelan. “Tapi kamu berani. Dan lihat sekarang — kamu malah bikin hidupku jauh lebih berarti.”

Selena menatap genggaman tangan itu lama, seolah mencoba menyimpan momen itu dalam ingatan. “Aku bersyukur, Kak. Kamu sabar banget… nggak pernah maksa aku buat cepat pulih, padahal aku tahu kadang aku masih kebawa masa lalu.”

Daren menatapnya lembut. “Karena aku nggak butuh kamu yang sempurna, Sel. Aku cuma butuh kamu yang mau tetap di sini — sama aku dan Aru.”

Selena menunduk, senyum tipis menghiasi bibirnya. “Dan aku di sini, Kak. Karena kamu rumah yang aku cari.”

Untuk sesaat, keduanya terdiam. Hanya suara laut yang berbicara, berbisik di antara hembusan angin. Daren perlahan menarik Selena lebih dekat, lalu mengecup puncak kepalanya. “Terima kasih udah mau mulai lagi, Sel. Aku janji, aku bakal jaga kamu dan Aru sebaik mungkin.”

Selena memejamkan mata, menikmati hangatnya pelukan itu. “Kamu tahu, Kak Daren,” bisiknya, “mungkin cinta nggak selalu datang dengan kilat dan guntur. Kadang, cinta datang pelan — kayak ombak yang nggak pernah berhenti menyapa pantai.”

Daren tersenyum, suaranya nyaris bergetar. “Dan aku harap ombak itu nggak akan pernah berhenti.”

Dari dalam kamar, suara gumaman kecil terdengar. “Mama…”

Selena menoleh cepat. Arunika menggeliat di tempat tidur, lalu perlahan membuka matanya yang masih mengantuk.

Selena tersenyum dan berjalan masuk. “Iya, Sayang, Mama di sini.”

Aru menatap mereka dengan mata setengah tertutup. “Ayah juga di sini?”

Daren ikut mendekat, berjongkok di sisi ranjang. “Iya, Aru. Ayah di sini juga.”

Anak kecil itu tersenyum kecil, lalu mengulurkan tangannya ke arah mereka berdua. “Aru mau dipeluk bareng…”

Daren dan Selena saling menatap, lalu tertawa pelan. Mereka berbaring di sisi Arunika, membiarkan gadis kecil itu tidur di tengah, kedua tangannya menggenggam jari mereka masing-masing.

Cahaya bulan menembus tirai tipis, menyinari wajah tiga orang yang kini tertidur berdekapan dalam kehangatan yang sederhana namun tulus. Di luar, ombak terus datang dan pergi, seolah menjaga janji diam mereka malam itu — bahwa cinta tidak perlu megah, cukup hadir dan bertahan.

 

Pagi itu udara terasa lembut, aroma laut masih samar terbawa angin yang masuk dari celah jendela. Langit perlahan berubah warna — dari abu-abu lembut menuju oranye keemasan. Tapi Daren masih terlelap di ranjang, napasnya teratur, wajahnya begitu tenang hingga Selena sempat ragu untuk membangunkannya.

Padahal sejak tadi, ia ingin sekali mengajak Daren melihat matahari terbit di pantai. Momen yang sederhana, tapi entah kenapa terasa istimewa untuk dilewatkan bersama.

Selena menatap suaminya sejenak, senyum lembut muncul di bibirnya. Andai tahu aku udah bangun dari tadi cuma buat lihat kamu tidur, batinnya geli. Tapi sesaat kemudian, sebuah ide muncul di kepalanya — ide kecil yang membuat matanya berbinar iseng.

Ia menunduk ke arah ranjang kecil di samping tempat tidur mereka, tempat Arunika masih meringkuk dalam selimut bergambar awan. Selena mengelus pelan rambut halus anaknya, lalu berbisik lembut di telinganya, “Sayang… bangun, Sayang. Mau ikut Mama ke pantai lagi nggak?”

Begitu mendengar kata pantai, mata Arunika langsung terbuka setengah, kemudian melebar penuh semangat.

“Pantai?” suaranya serak kecil, tapi nada antusiasnya jelas.

Selena tersenyum. “Iya, Sayang. Mau?”

“Mau, Mama!” jawabnya cepat, kini duduk tegak di tempat tidur dengan rambut berantakan dan pipi masih merah muda karena baru bangun.

Selena menahan tawa melihat tingkah anaknya. “Kalau gitu, Aru bantu Mama, ya.”

“Bantu apa?” tanya Arunika penasaran.

Selena menunjuk ke arah Daren yang masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap, satu tangan menutupi wajahnya. “Bangunin Ayah sana. Bilang kalau Mama mau ajak ke pantai.”

Arunika langsung berdiri di atas ranjang dengan semangat membara, lalu berjalan pelan ke arah Daren. “Ayah…” panggilnya pelan. Tak ada respons.

Ia mencondongkan tubuh, menepuk pelan bahu Daren. “Ayah… bangun, Ayah.”

Masih tidak ada gerakan.

Arunika melirik Selena, lalu berbisik, “Ayahnya susah bangun, Ma.”

Selena hanya menahan tawa dan memberi isyarat agar mencoba lagi.

Kali ini, Arunika menarik ujung selimut yang menutupi Daren sambil berkata lebih keras, “Ayaaah, bangun! Aru mau ke pantai!”

Daren bergumam pelan, suaranya serak. “Hmm… pantai? Nanti aja, Aru, Ayah masih ngantuk.”

Tapi Arunika tidak menyerah. Ia menepuk-nepuk pipi Daren kecil-kecil. “Ayah, kalau lama-lama nanti mataharinya naik loh. Nggak bisa lihat sunrise!”

Selena spontan menutup mulutnya agar tidak tertawa keras. Suaminya kini membuka satu mata, tampak pasrah tapi geli melihat semangat putrinya.

“Sunrise, ya?” gumamnya. “Siapa yang ngajarin Aru kata itu?”

Arunika menunjuk ke arah Selena. “Mama!” katanya bangga.

Daren menoleh ke arah Selena yang kini berpura-pura sibuk menata rambut di depan kaca. “Jadi ini konspirasi kalian berdua buat ngebangunin Ayah, ya?”

Selena menoleh dengan senyum polos. “Enggak juga. Cuma kebetulan Aru pengen lihat matahari terbit.”

Daren terkekeh, duduk perlahan, rambutnya acak-acakan. “Kebetulan banget, ya, Mamanya juga pengen?”

Selena mengangkat bahu pura-pura tidak tahu. “Ya, siapa tahu sekalian dapet foto bagus buat di-frame di rumah.”

Aru menepuk-nepuk tangan ayahnya. “Ayo, Yah! Nanti mataharinya ilang!”

Daren akhirnya mengangkat tangan tanda menyerah. “Oke-oke, Ayah kalah. Lima menit aja buat cuci muka, ya?”

“Tiga menit!” sela Arunika cepat.

Daren pura-pura meringis. “Waduh, anak kecil tapi udah jadi bos.”

Selena tertawa kecil, lalu menggandeng tangan Arunika. “Aru, bantu Mama siapin jaket Ayah, yuk.”

Beberapa menit kemudian, mereka bertiga sudah berdiri di tepi pantai — pasirnya masih dingin, udara asin laut menampar lembut wajah mereka. Daren berdiri di tengah, memeluk Selena dari belakang, sementara Arunika sibuk menggambar di pasir dengan ranting kecil.

Di ufuk timur, matahari perlahan muncul dari balik laut. Cahayanya memantul di permukaan air, membentuk jalur keemasan yang indah. Selena menatapnya dalam diam, lalu berbisik pelan, “Cantik banget, ya, Ren.”

Daren mengangguk. “Iya. Tapi menurut aku, yang lebih cantik dari sunrise cuma dua hal.”

Selena menoleh, menatapnya dengan bingung. “Apa?”

Daren menatapnya lembut, jemarinya mengusap pipi Selena pelan. “Kamu… dan Aru.”

Selena tertawa kecil, matanya berkaca. “Kamu bisa aja.”

“Aku serius,” jawab Daren pelan. “Lihat kalian berdua kayak gini aja… rasanya dunia udah cukup.”

Selena tak menjawab, hanya menyandarkan kepala di bahunya. Sementara Arunika berlari kecil ke arah mereka sambil membawa cangkang kerang.

“Mama! Ayah! Nih, Aru dapet harta karun!” serunya senang.

Daren menunduk dan menggendong Arunika tinggi-tinggi. “Wah, harta karun yang cantik kayak pemiliknya.”

Selena tertawa melihat tingkah dua orang kesayangannya. Di bawah cahaya pagi yang hangat itu, semuanya terasa sederhana… tapi lengkap.

Dan untuk pertama kalinya, Selena benar-benar yakin: ini adalah babak baru dalam hidupnya — dan ia tak ingin melewatkannya sedikit pun.

1
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
Favmatcha_girl
Asik rumah kita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!