Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.
Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Langkah kedua
Malam itu, apartemen Edward tidak lagi menjadi tempat tinggal. Ia berubah menjadi sebuah pusat komando, sebuah laboratorium di mana sebuah kerajaan sedang dirancang.
Papan whiteboard yang tadinya kosong kini penuh dengan diagram alir, rumus, dan peta konseptual yang hanya bisa dipahami oleh Edward sendiri. Ini adalah otak dari Catalyst AI, terurai menjadi bagian-bagian terkecil.
Edward duduk di depan laptopnya, wajahnya diterangi cahaya layar. Dia tidak menulis rencana bisnis dengan cara biasa. Dia sedang membangunnya dari fondasi filosofi.
Visi
Itu adalah hal pertama yang dia tulis.
Bukan 'menjadi perusahaan AI terkemuka', tapi sesuatu yang lebih dalam. Yaitu: 'Mengubah data yang mati menjadi wawasan yang hidup, dan memberdayakan setiap usaha kecil untuk bersaing di era digital'
Skill Visi Bisnis Intuitif-nya membantu merumuskan kalimat itu dengan tajam dan penuh makna.
Lalu, ia beralih ke bagian berikutnya — Model Bisnis.
Inilah bagian yang benar-benar menggambarkan kejeniusannya. Edward tidak hanya memikirkan cara meraih keuntungan, tapi juga bagaimana menembus pasar.
1. Freemium — versi gratis dengan analisis dasar untuk menarik sebanyak mungkin pengguna UKM. Ini umpannya.
2. Pro (Berlangganan) — versi berbayar dengan fitur prediksi canggih, analisis pesaing, dan notifikasi real-time. Ini sumber pendapatan utama.
3. Enterprise — solusi khusus untuk perusahaan besar atau asosiasi industri dengan harga dan dukungan eksklusif.
Edward mengaktifkan skill Pemrosesan Data Super Cepat. Dalam hitungan menit, ia menjalankan simulasi proyeksi keuangan, memeriksa berbagai skenario pertumbuhan, titik impas, dan potensi laba lima tahun ke depan. Angka-angka itu bukan tebakan, melainkan hasil analisis nyata dari data pasar yang sudah ia kumpulkan.
Selanjutnya — Strategi Pemasaran.
Dia tidak ingin membuang miliaran untuk iklan. Strateginya adalah inbound marketing: menciptakan konten yang bermanfaat dan membangun kepercayaan. Blog sederhana tentang cara meningkatkan penjualan, video tutorial manajemen stok, hingga webinar gratis. Catalyst AI tidak menjual perangkat lunak; mereka menjual keahlian.
Namun satu hal paling penting ia tambahkan di akhir rencana bisnisnya — Integritas Data dan Dampak Sosial.
Ia menulis dengan tegas:
“Data pengguna adalah milik pengguna. Tidak akan dijual atau disalahgunakan.”
Dia juga menambahkan target sosial: memberikan akun Pro gratis untuk 1000 UKM di daerah tertinggal setiap tahunnya. Ini bukan hanya karena dia baik hati. Ini adalah strategi. Ini adalah armor melawan korporat seperti Setiawan Group yang sering kali dianggap tidak punya hati. Ini juga akan menjadi poin penjualan yang sangat kuat untuk Aurora dan ayahnya.
***
Keesokan harinya, setelah beberapa jam tidur, Edward beralih ke misi kedua: mencari kantor. Sistem meminta ruang seluas 50m². Itu tidak besar, tapi harus strategis.
Dia menghabiskan setengah hari untuk berkeliling kota, bukan dengan mobil, tapi dengan sepeda. Edward ingin merasakan setiap area yang akan dia lewati.
***
Sore itu, Edward sudah menemukan apa yang dia cari. Sebuah ruko kecil di sebuah kawasan yang sedang berkembang, tidak jauh dari sebuah kampus ternama dan kawasan bisnis baru. Catnya sedikit mengelupas, pintu kacanya sedikit kusam, tapi lokasinya sempurna. Mahasiswa dan pekerja muda sering lalu lalang di sana. Ada kedai kopi kecil di sebelahnya dan sebuah restoran di seberangnya. Energinya terasa hidup dan penuh potensi.
Dia menggunakan skill Intuisi Sosial-nya. Dia berdiri di depan ruko itu, menutup mata, dan merasakan lingkungan sekitarnya. Dia bisa merasakan ambisi dan semangat muda di udara. Ini adalah tempat yang tepat.
Dia menemukan nomor telepon pemilik yang terpampang di papan yang bertuliskan 'Disewakan'.
“Halo.”
“Selamat sore, Pak. Saya mau tanya soal ruko di Jalan Merdeka nomor 88.”
“Masih ada, Mas. Mau lihat langsung?”
“Sudah, Pak. Saya ada di depannya sekarang. Berapa sewanya?”
“Empat puluh lima juta per tahun, nego sedikit.”
Edward menghitung cepat. Harga itu masih masuk akal.
“Saya ambil. Tapi saya mau sewa dua tahun langsung dengan harga empat puluh juta per tahun, dibayar di muka.”
Hening sebentar di ujung telepon. Tawaran itu sulit ditolak.
“Baik, Mas. Deal. Kapan kita bisa ketemu untuk tanda tangan kontrak?”
“Besok pagi.”
Edward menutup telepon, menatap bangunan itu dengan perasaan puas.
Ini akan menjadi benteng fisiknya yang pertama.
***
Keesokan harinya, Edward tiba di lokasi yang sudah dijanjikan — Yaitu di ruko yang akan ia sewa. Di depan pintu, seorang pria paruh baya sudah menunggunya sambil memegang map berwarna cokelat.
Edward berjalan mendekat dengan senyum ramah.
“Selamat pagi, Pak,” sapa Edward sopan. “Saya Edward, yang kemarin menghubungi Bapak soal penyewaan ruko ini.”
Pria itu menoleh dan tersenyum hangat.
“Oh, iya. Selamat pagi juga, Nak Edward. Saya Hasan, pemilik rukonya. Senang akhirnya bisa bertemu langsung.”
Edward tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan.
“Benar, Pak. Rukonya bagus, dan tempatnya juga strategis. Saya rasa ini cocok sekali untuk usaha yang akan saya mulai.”
Pak Hasan terlihat senang mendengarnya.
“Syukurlah kalau cocok. Seperti yang sudah kita bahas kemarin, harga sewanya empat puluh juta per tahun, dibayar di muka untuk dua tahun, ya?”
Edward tersenyum ramah, lalu mengangguk pelan.
“Benar, Pak. Jadi totalnya delapan puluh juta. Pembayarannya sudah saya siapkan.”
Ia membuka map kecil di tangannya, mengeluarkan berkas dan bukti transfer yang sudah dicetak rapi, lalu menyerahkannya kepada Pak Hasan.
Pria paruh baya itu memeriksa sebentar, kemudian mengangguk puas.
“Baik, semuanya sudah lengkap. Ini kontraknya, silakan ditandatangani di bagian bawah.”
Edward mengambil pulpen, menandatangani dokumen itu dengan tenang. Setelah selesai, ia menyerahkan kembali map tersebut.
Pak Hasan tersenyum lebar.
“Bagus, berarti resmi sudah. Ini salinan untuk Anda. Saya harap ruko ini bisa membawa rezeki yang banyak, Nak Edward.”
Edward membalas dengan senyum hangat.
“Amin, terima kasih banyak, Pak Hasan. Saya akan jaga tempat ini sebaik mungkin.”
Pak Hasan tertawa kecil.
“Wah, anak muda sopan dan tanggung jawab seperti kamu jarang sekarang. Semoga usaha kamu lancar, ya.”
Edward menjabat tangannya dengan hormat.
“Terima kasih, Pak. Doanya sangat berarti.”
Setelah Pak Hasan pergi, Edward berdiri di depan rukonya yang baru. Ia menatap bangunan itu lama, seolah membayangkan masa depan yang akan ia bangun di dalamnya. Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya—senyum seseorang yang siap memulai langkah baru.
Segera setelah pak Hasan pergi, notifikasi sistem muncul.
Misi 'Membangun Kerajaan' (Tahap 2) Selesai!
Deskripsi: Anda telah berhasil menemukan lokasi yang strategis untuk fondasi kerajaan Anda. Lokasi ini bukan hanya sebuah ruangan, tapi sebuah ekosistem yang potensial.
Hadiah:
- Aset: Sertifikat Hak Sewa Ruko (50m²) di Jalan Merdeka no. 88 selama 2 tahun. Biaya sewa telah dilunasi oleh sistem.
- Modal Awal: Rp 500.000.000 telah ditambahkan.
- Skill: [Negosiasi Tingkat Master]
[Saldo saat ini: Rp 263.730.000]
[Saldo Perusahaan: Rp. 500.000.000]
---
Edward menghela napas pelan.
Sedikit rasa jengkel menggelitik pikirannya.
Awalnya, ia berencana membayar sewa dengan uang pribadinya agar bisa mendapatkan efek “penggandaan uang” dari sistem. Tapi pagi tadi, rencana itu gagal.
Sistem menampilkan pemberitahuan bahwa karena ini adalah transaksi pertama yang terkait dengan pembangunan perusahaan, pembayaran wajib dilakukan melalui rekening perusahaan.
Masalahnya, uang yang keluar dari rekening perusahaan tidak memicu efek kelipatan hadiah.
Edward menatap layar sistem nya dengan ekspresi datar, lalu mendengus kecil.
“Aturanmu makin ribet saja,” gumamnya pelan.
.
***
Saat dia berjalan menuju stasiun commuter line, sebuah berita di papan digital di halte menarik perhatiannya.
"Setiawan Group Luncurkan 'Nusantara Digital Hub', Inisiatif Rp 2 Triliun untuk Mendorong Transformasi Digital UKM."
Di layar, wajah Pak Setiawan yang tua dan penuh senyum muncul. "Kami ingin memberikan solusi end-to-end bagi para pejuang UMKM di indonesia," katanya dengan suara yang meyakinkan.
Edward menatap berita itu dengan dingin.
Jadi, inilah langkah mereka. Sebuah proyek besar, dengan anggaran raksasa, dan pasti dengan tim yang sudah terbentuk. Mereka ingin menguasai pasar sebelum Catalyst AI bahkan sempat bernapas.
Tapi Edward tidak merasa tertekan. Sebaliknya, dia merasa tertantang. Setiawan Group membangun istana dari atas ke bawah, dengan uang dan kekuatan. Edward akan membangun kerajaannya dari bawah ke atas, dengan visi dan teknologi superior.
Edward membuka ponselnya, melihat file rencana bisnis Catalyst AI yang sudah hampir selesai. Dia lalu melihat ke arah ruko yang akan menjadi kantornya.
Biarkan saja Setiawan Group membangun istana mereka. Edward akan membangun pasukannya. Dan dia tahu, pasukan yang kecil, gesit, dan cerdas jauh lebih berbahaya daripada istana yang besar dan kaku.
Besok, dia akan menemui Aurora. Dan dia akan membawa senjata yang sudah dia tempa dengan sempurna.
***
Di ruang tamu sebuah rumah mewah, seorang pria paruh baya duduk berhadapan dengan putra semata wayangnya. Suasana tenang, hanya suara pelan dari percakapan mereka.
“Ayah, kenapa tidak langsung menyingkirkan Edward?” suara Bara menahan amarah. “Kenapa harus berbelit-belit, merusak sesuatu yang belum sempat ia dirikan?”
Setiawan melepas tawa kecil, dingin namun tenang. “Bara, pelajari ini — kekuatan terkuat bukanlah pedang, melainkan keraguan. Hancurkan kepercayaan dirinya, dan dia akan musnah oleh tangan sendiri. Itu lebih bersih, dan lebih pasti.”
Bara menatap ayahnya beberapa saat, lalu mengangguk, pengertian terpancar di wajahnya.
***
BODOH....
YG BODOH PARA COWOK...!!!
semangat thorrrr
semoga chp kedepannya bisa di lingkungan yg lebih luas, semangat thorr