Seberapa tega orang tua kamu?
Mereka tega bersikap tak adil padaku namun segala macam kepunyaan orang tuaku diberikan kepada adikku. Memang hidup terlalu berat dan kejam bagi anak yang diabaikan oleh orang tuanya, tapi Nou, tak menyerah begitu saja. Ia lebih baik pergi dari rumah untuk menjaga kewarasannya menghadapi adik yang problematik.
Bagaimana kisah perjuangan hidup Nou, ikuti kisahnya dalam cerita ini.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA MOMENT
Nou dan tim bubar setelah isya. Mereka sudah sepakat, tentang program ini. Daftar kehadiran, serta tablet nanti akan dibagikan oleh Bu Marta, admin sekolah ini, orang kepercayaan Satria juga.
Selepas pertemuan ini, Nou diajak makan oleh Satria. Meski awalnya menolak, tapi Satria terus memaksa dan mereka makan di sebuah cafe dekat kos Nou. "Mas emang gak ada jadwal piket ya?" tanya Nou sembari makan, setahu dia seperti drakor yang bertema kedokteran, kegiatan di rumah sakit sangat sibuk, bahkan sampai tak sempat keramas, tapi Satria longgar kali ini.
"Sekarang memang jadwal kosongku, selagi tak ada panggilan aman," ucap Satria sembari menyuapkan makanan. Nou mengangguk.
"Mas, tiap hari ke sekolah itu?"
"Enggak, kalau ada yang urgent ada Wisnu dan Yuke yang handle. Koordinasinya by phone dan chat aja. Kalau longgar baru mampir. Jam kerja dokter itu tak tentu, No'."
"Pantas ya, pasangan dokter kebanyakan profesi dokter juga."
Satria mengangguk, membenarkan. Selain sefrekuensi agar pasangan juga menyadari bahwa jam kerja dokter tak tentu, sehingga saling memahami resiko saja. "Kantor kan juga gitu, biasanya cinlok antara bos dan sekertaris."
"Tapi Mbak Yesi kayaknya gak cinlok sama Pak Wicak," Satria tertawa ngakak. Padahal yang Satria katakan tidak tertuju pada sang kakak, mungkin orang lain. Nou ini kok lucu sekali sih.
"Ya bukan berarti Mas Wicak sama Yesi, bisa juga Mas Wicak sama Nou," ledek Satria membuat Nou mendengus kesal. Kayaknya Nou semakin hari tak minat dengan Wicak, selain perbedaan strata sosial, perbedaan karakter terlalu mencolok. Nou yang supel kayaknya tak sanggup menghadapi moody nya Wicak. Berharap interaksi mereka cukup urusan kantor saja, tidak lebih.
"No'," panggil Satria yang sudah mengarahkan kamera, berniat selfie dengan gadis itu. Nou menoleh dan langsung cekrek.
"Dih, main foto."
"Gak bakal aku salah gunakan, No'. Tenang saja!" ucap Satria tapi sibuk otak atik ponsel. Ternyata dia mengunggah foto selfie tersebut ke status WA, sengaja bikin Wicak semakin uring-uringan.
Terimakasih sudah mau join. Begitu caption yang disematkan pada foto tersebut. Setelah makan baru deh, Nou diantar pulang oleh Satria.
Di sebuah kamar, ada seorang pria yang melotot dan tak suka melihat postingan sang adik, Wicak berdecak sebal saat ia melihat unggahan sang adik. "Mereka ternyata sudah sedekat itu," ucap Wicak kesal. Keseringan dijodohkan oleh sang mama, Wicak akhirnya mulai melihat Nou, dibanding karyawan single lainnya, memang Nou terlihat tak pernah caper pada Wicak, dan tahu sekali kalau Nou tidak berniat menjadi pengagum bos.
Wicak memang sedikit tertantang untuk menaklukan Nou, dia bakal mengejar gadis yang terlihat tak tertarik padanya, jiwa narsisnya sedikit tersenggol bila ada gadis yang tak memujanya. Tanda NPD deh si Wicak ini.
"Kamu aja Nou kerja sama apa?" tanya Wicak pada sang adik, yang baru saja pulang, sedangkan Wicak sengaja membuka laptop di ruang tengah. Satria menjawab santai sembari memutar kunci mobilnya.
"Cuma ajak join di sekolah, gak perlu izin Mas Wicak kan, apalagi dia ambil jadwal weekend." Wicak mengangguk. Masih sadar kalau setelah jam kantor selesai, Nou bebas beraktifitas lain.
"Oh ya, Mas. Nou itu cerdas ya, baru pertemuan pertama sama tim tapi dia bisa membaur, pasti di kantor jadi karyawan terbaik ya."
"Sama aja, gak ada karyawan terbaik di kantor, kerjanya by tim."
"Hem, gak mau coba deketin dia. Kayaknya cocok sama Mas tuh."
"Bukannya sudah kamu serobot dulu?" sindir Wicak sembari menatap sang adik sinis. Satria tertawa. Menepuk pundak sang kakak, sembari meledek.
"Emang ikhlas?"
"Kampret," balas Wicaksono sewot, dan Satria semakin tertawa ngakak, berhasil memancing amarah sang kakak.
Tawa Satria berbanding terbalik dengan Nou. Gadis itu sedang memijat pelipisnya setelah mendapat panggilan telepon dari ibu, ceritanya masih sama tentang kelakuan konyol sang adik.
BPKB Iin digadaikan, No'. Sudah jatuh tempo.
Kemarin uang pensiunan ibu sudah dipinjam untuk berobat anaknya. Ibu bisa pinjam 250k buat beli beras dan pegangan gak No'?
Suami Iin kerja gak sih, Bu? Kalau buat makan ibu doang, Nou gak masalah, tapi kalau buat Iin dan suaminya enggak dulu, Bu. Mereka harusnya sudah mandiri dan gak merepotkan ibu lagi. Iin umurnya masih 20an tergolong muda, tapi kok sudah berani gadai segala, dan lagi pinjam uang ibu ini yakin statusnya pinjam? Kapan mengembalikannya? Hidup Iin kok ruwet amat sih, Bu. Dulu ambil uang ibu, sekarang pinjam, mau sampai kapan dia punya otak buat hidup mandiri.
Ya wajar No' setiap keluarga pasti ada pihak yang gak mbeneh begini.
Gak ada yang mewajarkan, Bu. Ada kok dua anak yang oke semua, tergantung pada kepribadian masing-masing. Iin belum mapan sudah minta nikah, gak mau mapan dulu. Giliran punya anak masih ngrecoki orang tua.
Mbak ibu kan bilang pinjam, nanti ibu kembalikan.
Bu, Nou masa tega sih, Bu. Gak kasih uang ke Ibu. Nou bakal kasih, Bu. Tapi tolong hargai Nou juga. Uang yang Nou kasih buat ibu itu untuk kebutuhan Ibu, bukan untuk menyokong kehidupan Iin dan suaminya. Kalau BPKP sudah jatuh tempo, terus siapa yang bayar? Keluarga suami Iin gimana?
Ya diusahakan, Mbak. Nanti Ibu paroan bayarnya sama Ibu mertua Iin.
Nou bakal kirim uang, tolong Bu. Pergunakan uang itu untuk pegangan ibu. Sekali aja Ibu lepas tangan pada Iin.
Iya ibu usahakan.
Panggilan berakhir, Nou segera membuka mobil banking dan mentransfer uang ke nomor rekening Ibu, sempat mewek juga. Dia jauh dari orang tua, berusaha mandiri, tetap saja yang selalu dibela si bungsu. Sikap Nou ini benar gak sih? Rasanya Nou ingin menonjok kepala sang adik biar otaknya panas bisa buat mikir kehidupan rumah tangga itu berat, dan mencari solusi agar tidak memberatkan ibu lagi. Sudah ada suami, kok bisa malah mengandalkan ibu untuk anak sakit dan makan.
Memang roda kehidupan itu berputar, tapi kalau gak mau berusaha tetap saja roda itu tidak akan bergerak untuk naik. Nou membuka room chat dengan sang adik, sudah lama ia diblokir oleh adiknya itu.
Lo sama suami lo please mandiri lah. Jangan mengandalkan uang ibu terus. BPKP lo gadaikan uang cair ibu gak lo kasih tapi kalau jatuh tempo lo minta ibu. Otak miring jangan terus-terusan.
Nou mengirim dan centang dua abu, oh blokiran sudah dibuka, tak lama berubah jadi biru, status juga online.
Kalau uang terbatas, setidaknya gaya hidup disesuaikan dompet saja. Gak perlu tampak kaya agar dipuji orang lain, gak ada gunanya. Kalau gak bisa menyokong kehidupan ibu, minimal lo gak usah merepotkan dan bikin susah.
Nou gak salah kan berkata keras begini pada sang adik, dia tidak meremehkan soal gaji sang adik, hanya ingin mengajari agar Iin hidup mandiri tanpa merepotkan ibu lagi, khususnya soal uang.
persaingan pengusaha muda vs dokter anak semakin kocak 🤣🤣
weh Weh emang bosmu gendeng cembukur dia
stop udah jangan di kirim lagi keterusan ga mandiri