NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:792
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nasihat Seorang Ayah

...Tidak ada manusia yang baik-baik saja di dunia ini. Semua sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. Dan rencana Allah itu selalu yang terbaik, walaupun terkadang prosesnya sulit, melelahkan, dan perlu air mata....

...****************...

Zuena memegang lengan Akhtar, "Tolong selamatkan Adam!" pinta Zuena di sela isak tangisnya. "Tapi... perutmu—"

"Jangan khawatir! Aku akan melakukan sebisanya," ucap Akhtar seraya menatap Zuena. Hatinya merasakan ikut pedih kala melihat tangis dari wanita yang ia cinta. Rasanya tangan Akhtar ingin mengusap air matanya dan merengkuh tubuh itu dalam pelukannya, untuk memberikan ketenangan sesaat. Namun, akalnya masih bisa ia kendalikan. Hingga...

"Suster Talia, tolong lihat dulu luka jahitan di perutku. Setelah itu siapkan langsung yang diperlukan. Kita tak punya banyak waktu," ucap Akhtar dengan tegas.

Di tinggalkannya Zuena yang berdiri di depan ruang operasi. Akhtar segera menuju ke ruangannya, suster Talia mengikuti dari belakang.

“Dok, ini bukan benangnya yang bermasalah, tapi kulitnya robek dan ini perlu dijahit ulang.” Suster Talia menatap Akhtar yang duduk di atas brankar.

"Lakukan saja! Kita tidak punya banyak waktu, bisa kan, melakukannya dengan cepat?" tanya Akhtar sambil menahan sakit.

"Tapi Dokter perlu dibius, jika tidak maka akan—"

“Akan merasa lebih sakit,” potong Akhtar denga helaan napas. Dan hal itu diangguki suster Talia. "Tapi kita tidak bisa membuang waktu terlalu banyak. ada nyawa yang harus kita selamatkan. Jahit saja tanpa bius, aku akan menahan rasa sakitnya."

Suster Talia menatap Akhtar, rasanya ia ragu untuk melakukan hal yang dipinta atasannya itu. Karena rasanya akan sangat menyakitkan. Bayangkan saja jarum jahit baju yang menusuk jari saja sangat menyakitkan, bagaimana jarum besar itu menembus kulit Akhtar tanpa bius.

"Cepat suster Talia!" pedik Akhtar.

Dengan berat hati suster Talia mengambil peralatan medis kecil di dalam kotak kecil yang ada di ruangan itu. Setelah kotak itu terbuka suster Talia mengambil jarum cutting, ujung jarum yang berbentuk segitiga dengan ukuran 4.0.

"Dok, kalau terasa sakit teriak saja atau... Kita pakai bius," Suster Talia masih terlihat ragu.

“Jika kamu tidak mau membantuku, maka aku akan menjahit lukaku sendiri. Berikan jarumnya,” titah Akhtar sambil mengulurkan tangan.

"Saya bantu saja, Dok. Tapi janji ya, Dokter Akhtar harus tahan sakitnya." Suster Talia menghela napas, meyakinkan dirinya sebelum mulai menusukkan jarum itu ke kulit Akhtar. Akhtar pun hanya mengagguk.

Detik berikutnya setelah suster Talia mengoleskan antibiotik, jarum mulai menusuk kulit perut Akhtar.

“Aw,” rintih Akhtar pelan setelah jarum itu menembus kulitnya.

"Dok?" Suster Talia menatap Akhtar sambil menggigit bibir bawahnya, seolah ikut menahan sakit.

Akhtar tampak menghela napas panjang lalu, "Lanjutkan! Dan jangan berhenti sampai benar-benar selesai." Suster Talia mengangguk.

Jarum itu kembali menembus kulit Akhtar, perlahan dan dilakukan berulang-ulang. Akhtar kerap merintih, menggigit bibir bawahnya, dan mengepal kuat untuk menahan rasa sakit setiap tusukan jarum itu. Sampai wajahnya pun dipenuhi dengan keringat yang mengalir, dan wajahnya pun terlihat merah padam.

“Selesai,” ucap suster Talia dengan helaan napas.

Akhtar menarik nafas lalu dihembuskan perlahan, “Alhamdulillah,” ucapnya lirih. "Tolong ambilkan aku minum." Suster Talia mengangguk, air mineral itu pun segera diberikan kepada Akhtar.

Setelah meneguk satu botol air mineral Akhtar beranjak dari duduknya dan menuju ke ruang operasi. Sebelum masuk ruang operasi kembali ia bertemu tatap dengan Zuena. Namun, Akhtar hanya mengangguk saja, lalu berlalu.

...****************...

Hafizha mendekat, rasanya tak tega melihat Zuena duduk sendirian sambil memeluk dirinya sendiri karena sedih dan takut kehilangan. Abi Yulian melakukan hal yang sama, mengambil duduk di sisi kanan Zuena dan Hafizha duduk di kiri Zuena.

"Tenang, Kak. Kak Zuena tidak sendirian, ada aku dan Abi yang menemani kakak." Hafizha memeluk Zuena dengan erat.

“Iya, Nak. Ada Abi di sini, jangan khawatir! ujar Abi Yulian tulus.

“Apa ka-kalian ti-dak mem-benciku setelah aku menolak dokter Akhtar tadi?” tanya Zuena disela isak tangisnya.

"Tidak, Nak. Buat apa kita membenci, anggap saja itu takdir terbaik untuk Akhtar dan kamu. Jika memang jodoh pasti akan dipersatukan dengan cara yang unik." Tuturnya yang begitu lembut, membuat Zuena merasa nyaman berada di samping Abi Yulian.

Obrolan ringan telah menemani, tapi selang berikutnya terlihat dari ujung koridor rumah sakit, seorang perempuan bercadar berjalan tergesa-gesa, sesekali berlari kecil agar segera sampai ke tempat tujuan.

“Hubby,” panggil Bunda Khadijah, seketika memeluk sang suami. "Hubby tidak apa-apa kan? Kenapa tadi tidak bilang kalau ada penjahat yang menyerang rumah sakit?" tanyanya sambil menangis lirih.

"Neng, tenang dulu!" ucap Abi Yulian sambil mengusap punggung Bunda Khadijah pelan.

Abi Yulian mengajak bunda Khadijah ke luar untuk menenangkannya, sekaligus agar tak membuat Zuena kembali ikut bersedih.

"Mereka... Pasangan yang cocok ya, Hafizha. Terlihat selalu ada satu sama lain, saling memberi pengertian, dan romantis." Zuena menatap punggung Abi Yulian dan Bunda Khadijah yang perlahan menghilang dari pandangannya.

“Iya, itulah Abi dan Bunda.” Hafizha ikut tersenyum.

"Kamu juga beruntung mendapatkan dua kakak yang sangat menyayangimu, terutama dokter Akhtar." Zuena merasa iri dengan hubungan saudara Hafizha yang terlihat ada tali yang kuat untuk mengikat. Sedangkan keluarganya jelas berantakan.

"Ha..., ha..., ha...," Seketika Hafizha tertawa, dan itu membuat Zuena menoleh sambil menautkan alisnya, bingung sendiri.

"Ya, kak Zuena benar aku beruntung. Walau sebenarnya terlalu rumit hubungan yang terjalin. Karena pada nyatanya... Aku hanyalah anak yang tadinya tidak diinginkan sama Bunda Khadijah." Hafizha menghela nafas berat sambil mengingat kepahitan hidupnya dibalik tawa bahagia.

“Maksudnya?” tanya Zuena sambil mengernyit.

"Ya... Aku bukan anak kandung Abi, aku anak kandung Bunda Khadijah. Latar belakang keluargaku itu unik loh, Kak. Bang Juna itu anak angkat Abi dan Umi Aisyah-istri pertama Abi. Tapi kita bertiga mendapatkan kasih sayang yang sama dari satu orang Ayah. Dan kali ini ditambah lagi adanya Bunda, dapat kasih sayang double," jawab Hafizha diakhiri dengan senyuman, rasa syukur pun tak pernah lepas dari lubuk hatinya.

Zuena ikut tersenyum, tapi hatinya seakan tertusuk benda yang sangat tajam. Air mata yang tadinya berhenti seolah kini siap kembali melesak. Namun, ia tahan karena tak mau merasa lemah. Bukankah selama ini Daddynya selalu mendidiknya dengan dunia yang keras.

"Aku akui tadi kamu begitu berani, Hafizha. Tapi... Darimana kamu mendapatkan senjata itu? Meski pelurunya karet, tapi tetap saja berbahaya." Zuena mengernyit, lalu menatap Hafizha.

“Aku sekolah di Fettes College, tinggalku pun di asrama, hanya satu minggu saja liburan di rumah. Lusa sudah harus balik ke asrama,” terang Hafizha. "Sekolah di sana seperti kita mendapatkan kejutan setiap harinya. Kegiatan, tembakan dan latihan lainnya bisa mengajarkan kita memecahkan masalah. Hanya malam itu saja aku bisa kalut dan kalah dari preman itu." Hafizha kembali bercerita dan sesekali diselingi gelak tawa.

"Ya, aku pun sama sepertimu, Hafizha. Hanya caranya yang berbeda. Sekolahku homeschooling, setelah proses pendidikan umum selesai baru aku latihan tembak, panah, panjat tebing, dan... Masih banyak lagi. Tapi setelah aku kuliah, aku mengambil jurusan IT di John Jay College of Criminal Justice, di sana mempersiapkan kita dalam bidang keamanan siber dan informasi teknologi terkait hukuman pidana."

"Wow! Itu keren namanya, Kak. Boleh aku coba ini," ucap Hafizha dengan membulatkan matanya sempurna.

Zuena hanya senyum saja, baginya itu hal biasa saja, karena pada hakikatnya kuliah di sana dengan pendidikan yang memang diinginkan Daddynya. Dan setelah ia lulus justru kelebihannya itu dimanfaatkan oleh Daddynya.

...****************...

Tanpa terasa sore itu sudah hampir memasuki jam empat sore. Hafizha dan Bunda Khadijah pamit untuk pulang dulu. Sedangkan Abi Yulian memutuskan untuk menemani Zuena sampai operasi Adam selesai. Sekaligus ingin bicara sama Akhtar.

"Hanya ada roti sama air mineral saja, tapi setidaknya bisa mengganjal perutmu sementara waktu, Nak." Abi Yulian memberikan sebungkus roti dan air mineral pada Zuena yang tadi dibeli di kantin rumah sakit. Setelah itu mengambil duduk di samping Zuena.

"Terima kasih. Tapi sebaiknya Abi tak perlu repot membelikan aku roti serta minumannya pula."

"Itu bukan repot namanya. Itu tandanya kasih sayang seorang Ayah untuk anaknya. Abi lihat kamu tadi belum makan siang setelah kejadian itu. Pasti perutmu lapar dan tenggorkanmu juga kering," ucap Abi Yulian diakhiri senyuman.

Zuena seketika menoleh, lalu ditatapanya Abi Yulian yang memberikan tatapan teduh padanya.

'Apa seperti ini rasanya kasih sayang seorang Ayah yang benar-benar tulus? Tapi Daddy... Tak pernah.' Hatinya bergerimis mengingat bagaimana selama ini cara Daddynya memperlakukan dirinya, seolah seperti robot yang harus mengikuti perintah pemilik robot utu sendiri.

Zuena membuka bungkus roti itu, lalu menggigitnya perlahan. Pada gigitan pertama rasanya enak, tapi bukan karena Zuena lapar, melainkan ada hati yang berbunga karena kasih sayang dari seorang Ayah. Berlanjut pada gigitan kedua, hatinya bergerimis saat Abi Yulian membersihkan sudut bibirnya yang belepotan. Dan hingga setiap gigitan Zuena mendapatkan perlakuan istimewa, hatinya benar-benar bahagia.

“Nak, kalau boleh tahu kenapa kamu tidak menerima khitbah Akhtar? Apa alasannya karena memang berbeda agama?” tanya Abi Yulian setelah Zuena selesai makan roti itu sampai habis.

Hening...

"Jika tidak mau mengatakan, tidak masalah. Abi tidak akan memaksamu, Nak. Tapi Abi akan memberikan satu nasihat padamu dan ini nasihat dari seorang Ayah untuk anaknya."

“Tidak ada manusia yang baik-baik saja di dunia ini. Semua sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. Dan rencana Allah itu selalu yang terbaik, meski terkadang melalui proses yang sulit, melelahkan, dan perlu air mata."

“Dan seorang hamba hanya bisa percaya bahwa Allah itu mampu dan memampukan hamba-Nya yang membutuhkan pertolongan. Karena Allah itu sendiri tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuan hamba itu sendiri.”

“Jadi, alangkah baiknya kamu bercerita daripada harus memendamnya sendirian. Karena Abi ada di sini, peduli padamu, Nak.”

Hening...

Zuena berusaha untuk menelaah setiap nasihat Abi Yulian untuknya. Di sana ia dapat menyimpulkan jika Abi Yulian memang sangat welcome pada anak-anak nya yang ingin bercerita.

”Abi... S-Sebenarnya... Zuena ini anaknya... Seorang Mafia.”

Deg.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!