Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Jet pribadi milik Sebastian mendarat di Bandara Soekarno-Hatta setelah 16 jam berad di atas awan.
Begitu pintu jet terbuka, udara lembap Jakarta langsung menyapa.
Sebastian turun lebih dulu, lalu mengulurkan tangan untuk membantu istrinya.
“Selamat datang di Indonesia, Sayang,” ucapnya dengan nada lembut tapi misterius.
Amira tersenyum kecil sambil menatap mata suaminya.
“Aku sudah kangen udara Indonesia,” jawab Amira sambil tersenyum tipis.
Begitu kaki mereka menjejak aspal, sosok Diko sudah menunggu di bawah, berdiri tegap di samping mobil hitam mengilap.
“Selamat datang kembali, Tuan dan Nyonya Vanderkus,” sapanya sambil sedikit menunduk.
Sebastian dan Amira menganggukkan kepalanya saat mendengar sapaan dari Diko yang menjemput mereka.
“Terima kasih, Diko. Apakah semuanya sudah siap di villa?” tanya Sebastian.
“Semuanya sudah sesuai rencana, Tuan. Mereka sudah menunggu di sana.” jawab Diko sambil mengangguk kecil.
Sebastian menepuk pundak Diko yang sudah melakukan perintahnya.
Amira mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan suaminya dan Diko.
"Mereka? Siapa ‘mereka’? Bas, kamu nyiapin apa lagi, sih?” tanya Amira yang kebingungan.
Sebastian hanya terkekeh kecil, lalu merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sapu tangan sutra berwarna hitam.
Ia melangkah mendekat dan, sebelum Amira sempat protes.
Sebastian menutup kedua mata istrinya dengan lembut.
“Bas! kenapa mataku ditutup seperti ini?” tanya Amira sambil tertawa gugup.
Sebastian tersenyum misterius di dekat telinganya.
“Ssshhh… mulai sekarang kamu nggak boleh buka mata sampai aku bilang.” jawab Sebastian.
“Bas, kamu bukan penculik, kan?” tanya Amira dengan perasaan setengah khawatir.
Sebastian mencondongkan tubuhnya, bibirnya hampir menyentuh telinga istrinya.
“Kalau aku penculik, mungkin kamu satu-satunya korban yang tidak akan pernah aku lepaskan,” bisiknya Sebastian drngan suara lirih.
Amira langsung merinding dari ujung kaki sampai leher.
“B-Bas! Jangan menakuti aku seperti ini." ucap Amira setengah protes, tapi pipinya sudah memerah.
Diko yang melihat dari samping menutup mulutnya rapat-rapat, berusaha keras menahan tawa.
“Maaf, Tuan. Tapi ekspresi Nyonya barusan priceless sekali,” ucap Diko lirih sambil membuang muka agar tidak tertawa keras.
Sebastian mengedipkan matanya dan memintanya Diko untuk diam.
"B-bas, apa masih lama? A-aku takut." ucap Amira.
Sebastian mencoba menenangkannya dengan mendekatkan bibirnya ke bibir istrinya.
Sebastien memberikannya ciuman khasnya kepada istrinya.
Ia mengetuk jendela Diko agar menutup tirai mobil.
Diko menelan salivanya saat mendengar dan melihat apa yang dilakukan Sebastian.
Setelah menutup tirai nya, Diko kembali fokus menyetir.
Sementara itu di kursi belakang, terdengar suara desahan Amira.
"B-bas, ada Diko yang mendengar kita." ucap Amira dengan suara lirih.
Sebastian melepaskan dasinya dan menutup mulut mungil Amira.
"Cantik sekali kamu, sayang." ucap Sebastian yang langsung melepas pakaiannya.
Kemudian Beras melepaskan pakaian yang dikenakan oleh istrinya.
"Mmmmpphh.."
Diko langsung memakai headset nya agar tidak mendengar suara ritual mereka.
Di kursi belakang, Deras membolak-balikkan tubuh istrinya yang hanya bergumam kecil.
"Sayang, kamu membuatku panas sekali." gumam Sebastian.
Amira mencengkram erat punggung suaminya saat sudah berada di puncak.
Sebastian langsung terkulai lemah sambil membuka dasi yang menutup mulut istrinya.
"Terima kasih, sayang." ucap Sebastian yang kembali memakai pakaiannya.
Ia juga membantu Amira memakai pakaiannya yang ia lepas tadi.
Diko melepaskan headset nya dan kembali membuka tirai.
"Sebentar lagi kita sampai di Villa, Tuan." ucap Diko.
Sebastian menganggukkan kepalanya sambil memakai kembali dasinya.
"Kamu nakal, Bas." ucap Amira.
Sebastian tertawa kecil dan ia akan memintanya lagi nanti malam.
Amira menggelengkan kepalanya dengan mantan yang masih tertutup sapu tangan.
Tiga puluh menit kemudian mereka telah sampai di Villa Winterhil.
Casandra sudah menunggu kedatangan mereka berdua.
Pak Herman dan Bu Endah menahan tangisnya saat melihat mobil berhenti di depan Villa.
Sebastian turun dari mobil dan membukakan pintu samping.
"Ayo, sayang. Kita turun dari mobil." ajak Sebastian sambil menggenggam tangan istrinya.
Sebastian berjalan menuju ke arah orang tua Amira yang telah berdiri di hadapan mereka.
"Aku buka ya, sayang. Jangan menangis." ucap Sebastian sambil melepas sapu tangannya.
Amira membuka matanya perlahan-lahan dan melihat kedua orang tuanya ada di hadapan.
"Bapak.... Ibu...." suara Amira seperti tertahan di tenggorokannya.
Amira langsung memeluk mereka berdua sambil menangis sesenggukan.
"Maafkan Amira, Pak, Bu. Amira sudah salah karena menikah dengan Nakula. Maafkan, Amira. Pak. Bu." ucap Amira.
“Shhh… tidak apa-apa, Sayang. Sekarang yang penting kamu di sini bersama kami,” ucap Pak Herman sambil memeluk putrinya erat.
Bu Endah meneteskan air mata, tangan kecilnya menyeka pipi Amira yang basah karena tangis.
“Anakku,nakhirnya kamu kembali. Ibu sangat merindukanmu,” ucap Ibu Endah.
Amira menggenggam tangan mereka, matanya berkaca-kaca.
“Maafkan Amira, Pak, Bu. Amira sudah terlalu lama pergi. Tapi pi sekarang aku di sini,” ucap Amira lirih.
Sebastian berdiri di samping, menatap keluarga istrinya dengan lembut.
“Pak, Bu. Amira sekarang aman, dan kami akan menjaganya dengan baik. Dia tidak sendiri lagi,” ujar Sebastian dengan suara tenang namun tegas.
Pak Herman menatap Sebastian, kemudian tersenyum tipis meski matanya masih berkaca-kaca.
“Aku percaya padamu, Sebastian. Terima kasih sudah menjaga anakku,” ucapnya hangat.
Bu Endah menggenggam tangan Sebastian dan menatapnya dengan penuh rasa terima kasih.
“Kamu membuat ibu tenang dan kamu membuat Amira kembali dengan selamat.”
Amira menoleh ke arah Sebastian, memeluknya erat.
“Bas, terima kasih. Terima kasih sudah menolong aku, membawaku kembali dan menjaga aku.”
Sebastian membalas pelukan itu, membisikkan di telinga istrinya:
“Selalu, Mira. Aku akan menjaga kamu selamanya."
Kemunculan Sebastian mengajak semuanya masuk kedalam Villa.
Casandra dan Bu Endah sudah menyiapkan masakan kesukaan Sebastian dan Amira.
"Ayo, kita makan dulu." ucap Casandra.
Mereka semua duduk mengelilingi meja makan besar di ruang makan Villa Winterhil yang hangat dan penuh aroma masakan rumahan.
Di meja sudah tersaji nasi hangat, ayam goreng bumbu kuning, sambal terasi, dan sayur asem buatan Bu Endah.
Casandra menatap senyum bahagia di wajah Amira dan menarik napas lega.
“Rasanya baru sekarang, Ibu bisa lihat kamu makan dengan tenang, Nak,” ucap Ibu Endah.
Amira tersenyum, menatap ibunya, lalu menatap ke arah Bu Endah dan Pak Herman.
“Ibu, Bapak, aku minta maaf kalau aku bikin kalian khawatir selama ini.”
Bu Endah menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.
“Yang penting sekarang kamu bahagia, Nak. Ibu sudah tidak minta apa-apa lagi.”
Beberapa saat suasana makan berlangsung damai sampai Bu Endah tiba-tiba menatap ke arah Sebastian.
“Kami sempat datang ke rumah Nakula, waktu kamu tidak Pern pulang lagi ,” ucap Bu Endah pelan.
Amira dan Sebastian menoleh bersamaan, ekspresi mereka berubah serius.
“Apa yang terjadi di sana, Bu?” tanya Amira perlahan.
Bu Endah menghela napas panjang, lalu melanjutkan.
“Waktu itu, Ibu pikir bisa bicara baik-baik dengan Nakula. Tapi ternyata dia memperlakukan kami dengan sangat tidak sopan.”
Pak Medi menganggukkan kepalanya dan mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh istrinya.
“Benar. Dia bahkan bilang, menikahi kamu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dia mengatakan kalau kamu tidak berguna, tidak bisa memberinya keturunan, dan hanya membawa sial.”
Ruangan seketika hening dan Amira menunduk dan air matanya mengalami.
Sebastian menepuk lembut tangan istrinya dan menatap kedua mertuanya dengan senyum santai.
“Kalau begitu, saya harus berterima kasih pada Nakula,” ucap Sebastian tiba-tiba.
Semua orang di meja menatapnya bingung.
Sebastian melanjutkan dengan nada setengah bercanda.
“Kalau dia tidak sebodoh itu, saya tidak akan pernah mendapatkan berlian seindah Amira.”
Pak Herman menatapnya sebentar sebelum tertawa keras, disusul oleh semua orang di meja makan.
“Berlian? Kamu ini pandai juga menggombal ya, Nak Sebastian!” ucap Bu Endah sampai tertawa geli.
Sebastian ikut tertawa dan menatap istrinya penuh cinta.
“Benar, Bu. Nakula itu bodoh. Sudah dapat berlian murni, malah memilih batu kerikil yang bahkan tidak bisa memantulkan cahaya.”
Semua kembali tertawa lepas, termasuk Amira yang wajahnya kini merah karena malu sekaligus bahagia.
Pak Herman sampai menepuk meja saking geli mendengar celetukan menantunya.
“Hahaha! Kalau begitu biar Bapak yang bilang kalau Nakula memang lelaki paling bodoh yang pernah lahir di dunia!”
Casandra menatap mereka semua dengan mata berkilau haru.
Sudah lama sekali ia tidak melihat tawa yang sehangat itu di rumah besar ini.
karna bastian mandul